48

251 12 0
                                    

- Putri Revianold -

Aku duduk di salah satu bangku taman belakang sekolah yang mana cukup sepi disaat jam istirahat seperti ini. Entah mengapa pagi tadi Ryan memberiku pesan singkat untuk menemuinya di taman saat jam istirahat. Disinilah aku, menunggu sosok Ryan untuk datang. Aku tak tahu untuk apa ia menyuruhku kemari, yang jelas aku tak bisa menebak apapun untuk saat ini. Tak lama kemudian mataku menangkap sosok Ryan yang berjalan kearahku dengan tampang datarnya seperti biasa.

"Hai." Sapaku saat ia telah berdiri dihadapanku. Aku pun menggeser tubuhku ke samping, memberinya ruang untuk duduk disebelahku. Ia pun duduk disebelahku dan menghembuskan nafas panjang.

"Maaf membuatmu menunggu." Ucapnya sambil menatap kearah depan. Ia tampak sedang memikirkan sesuatu sekarang.

"Tak apa. Ada apa kau menyuruhku kemari? Ada sesuatu yang ingin kau sampaikan?" Terjadi keheningan selama beberapa saat. Ia tak berkata apapun atau bahkan menoleh kearahku. Beberapa detik kemudian ia mulai mengubah posisi tubuhnya sedikit menghadap kearahku. Kami saling bertatapan selama beberapa saat tanpa mengatakan sepatah kata pun.

"Aku ingin bercerita tentang sesuatu padamu." Aku menatapnya, menyuruhnya untuk melanjutkan. Ia seperti orang kebingungan dan tampak gelisah. Ada apa dengannya?

"Semalam setelah aku mengantarmu pulang, aku pulang kerumah. Sampai dirumah, aku sempat terlibat pertengkaran kecil dengan ayahku." Ia mulai bercerita tentang kejadian semalam yang sama sekali tak kuketahui karena ia tak memberiku kabar apapun setelah mengantarkanku pulang.

"Apa yang terjadi?" Tanyaku karena merasa sangat penasaran dengan ceritanya. Aku tahu ia memang tak pernah akur dengan ayahnya, tetapi ia tak pernah terlibat pertengkaran dengan ayahnya beberapa hari ini. Terakhir saat makan malam dengan Tante Yuni, tentu saja.

"Ia memberitahuku bahwa ia akan menikahi wanita sialan itu." Ia mulai menundukkan kepalanya. Siapa wanita yang ia maksud?

"Tante Yuni?" Tanyaku berusaha untuk memastikan dan ia menjawabku dengan sebuah anggukan kepala.

"Aku sangat marah padanya karena ia dengan begitu mudahnya melupakan Ibuku dan menikahi wanita yang jelas - jelas belum bisa kuterima keberadaannya." Kemudian ia mengusap wajahnya dengan kasar. Ia benar - benar terlihat gelisah sekarang ini. Ia memang sangat menyayangi Ibunya dan mengetahui bahwa Ayahnya akan menikah lagi pasti membuatnya sangat marah.

"Lalu kau berkata apa pada Ayahmu?"

"Aku berkata padanya bahwa aku tak akan menerima wanita itu sebagai Ibuku, bahkan menganggapnya ada pun tidak. Ia juga memiliki rencana untuk membuat wanita itu tinggal di satu atap yang sama denganku, tetapi aku menolak dan mengancamnya bahwa aku akan keluar dari rumah itu jika wanita sialan itu juga tinggal disana." Ia bercerita dengan penuh emosi. Aku tak pernah merasakan bagaimana rasanya memiliki keluarga seperti keluarga Ryan. Tapi melihat kondisi Ryan saat ini, ia benar - benar hancur. Aku pun menariknya dalam pelukanku dan ia terdiam disana.

"Aku tahu kau sangat menyayangi Ibumu dan tak bisa menerima bahwa Ayahmu menikah dengan wanita lain. Namun satu hal yang harus kau tahu, bagaimanapun juga Ayahmu membutuhkan seseorang untuk mengurusnya dan membuatnya bahagia. Ia hanya ingin mendapatkan kebahagiaan." Ucapku setenang mungkin agar aku tak memancing emosinya keluar.

"Tapi bagaimana nasib Ibu diluar sana? Ia hidup sendiri bahkan sampai sekarang ia tak menikah dengan siapapun lagi."

"Karena mungkin Ibumu lebih bahagia hidup sendiri dari pada harus bersama dengan lelaki lain. Atau mungkin belum. Kau tak tahu itu." Aku mengusap kepalanya dengan lembut, berusaha untuk memberikannya ketenangan sedikit demi sedikit.

RUDE.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang