20

311 10 0
                                    

- Putri Revianold -

Aku membuka kedua mataku dengan pelan. Ruangan serba putih dan sinar matahari yang menyilaukan mataku. Kepalaku terasa sangat pusing, badanku lemas. Aku menoleh ke samping dan menemukan Ryan yang sedang menatapku dengan penuh kecemasan.

"Ryan?" Kini aku bisa melihat semuanya dengan jelas, meskipun sinar matahari masih belum bisa kusesuaikan dengan mataku.

"Kau sudah sadar? Bagaimana kondisimu?" Ia mengusap kepalaku dengan lembut. Apa yang terjadi? Tenggorokanku sangat kering dan aku membutuhkan air.

Suara pintu terbuka mengalihkan perhatianku. Aku melihat Risa membawa sebuah kotak makanan dan juga cup minuman. Ia langsung berjalan mendekat kearahku dan memberikan minuman yang ia bawa padaku. Ia membantuku untuk duduk.

"Kau ini bagaimana? Sejak kemarin ia belum minum, ia pasti merasa tenggorokan nya kering." Aku meneguk minuman yang ia bawa sebanyak mungkin karena aku sangat haus. Aku seperti belum minum selama beberapa hari. Setelah selesai, Risa menaruh cup minumannya keatas meja.

"Sebenarnya apa yang terjadi, Put? Kau membuat banyak orang khawatir sejak kemarin." Aku mencoba untuk mengingat apa yang terjadi padaku kemarin. Sarah dan kedua temannya yang mengunciku di ruang perlengkapan olahraga. Ya, kini aku mengingatnya.

"Rambutku ditarik oleh Cika. Aku sempat terlibat adu mulut dengan Sarah, lalu tiba - tiba mereka mengunciku di ruang perlengkapan olahraga." Jelasku dengan sesingkat mungkin. Aku melirik kearah Risa yang justru sedang menatap kearah Ryan. Pandanganku pun teralih kearah Ryan. Wajahnya memerah dan dadanya naik turun.

"Tapi aku tak apa sekarang." Lanjutku dengan cepat sambil menaruh tanganku diatas punggung tangan Ryan yang dingin. Emosinya seketika mereda dan matanya menatap mataku dengan lekat.

"Kau sungguh baik - baik saja?" Risa masih belum mempercayai bahwa aku memang baik - baik saja. Aku mengangguk padanya sambil tersenyum berusaha untuk meyakinkannya.

"Makan ini. Kau sejak kemarin belum makan, bukan?" Risa memberikan kotak makanan padaku dan aku langsung membukanya. Aroma nasi goreng langsung membuatku kelaparan sekarang.

"Tentu saja. Mana mungkin aku memakan tikus di ruangan itu." Ucapku sambil tertawa. Aku langsung menyuapkan sesendok nasi kedalam mulutku dan mengunyah nya dengan pelan. Ryan sejak tadi memperhatikanku, namun aku menolak untuk menatapnya.

"Putri." Aku menoleh kearah Ryan saat ia menyebutkan namaku. Ia menatapku selama beberapa saat tapi aku tak mengerti apa maksud dari tatapannya itu. "Kau ingin aku melakukan sesuatu pada Sarah?" Aku membulatkan kedua mataku lalu menggeleng dengan cepat.

"Tidak perlu. Tak usah memperpanjang masalah ini, Ryan. Biarkan saja mereka seperti itu." Aku kembali menyuapkan sesendok nasi setelah selesai menjawab pertanyaan nya. Lagipula apa yang akan ia lakukan pada Sarah dan kedua temannya? Membayangkannya saja membuatku sedikit merinding.

"Tapi mereka sudah sangat keterlaluan padamu." Ia masih saja berusaha keras untuk membalas perlakuan Sarah terhadapku. Aku tahu ia khawatir, tapi aku hanya tak ingin masalah ini semakin besar. Bisa saja Sarah dan kedua temannya itu justru kembali menyerangku dengan cara yang lebih buruk dari sekedar mengunciku di dalam ruangan.

"Percaya padaku. Beruntunglah karena aku masih baik - baik saja. Hentikan pembicaraan ini." Ia mendengus kesal sekaligus pasrah. Pada akhirnya ia tak banyak berbicara lagi. Apa yang dikatakan oleh Ibunya benar, ia keras kepala.

***

Setelah merasa bosan berada di ruang UKS seharian, kini jam pulang sekolah pun tiba. Risa datang menghampiriku karena ia berkata bahwa ia membawakan tas dan juga ponselku yang kemarin tertinggal. Beruntung ia membawanya sekarang.

RUDE.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang