50

881 24 3
                                    

- Putri Revianold -

Siang ini langit begitu mendung. Aku dengan pakaian serba hitamku tengah berdiri dibawah payung hitam. Semuanya terlihat buram di mataku karena aku terus menangis semalaman mengetahui kekasihku kini telah tiada. Beberapa kerabat dekat Ryan dan seluruh keluarganya ikut berkumpul di pemakaman ini dengan raut muka sedih. Aku bisa melihat Tante Mela yang tak henti - hentinya menangis sambil menyebut nama Ryan berulang kali. Ia sama hancurnya denganku. Aku menoleh kearah Naufal dan Dana yang ikut sedih melihat kepergian Ryan yang secepat ini.

Semua orang telah selesai berdoa dan mulai pergi meninggalkan area pemakaman. Aku menyeka air mataku sekali lagi, namun rasa sakitnya masih terasa olehku. Aku menyadari keberadaan kedua orang tua ku yang mendekat kearahku.

"Putri, ayo kita pulang." Ucap ibu dan aku menggelengkan kepalaku dengan pelan.

"Aku ingin berbicara dengan Ryan sebentar. Kalian bisa pulang dulu." Ibu menatapku dengan sedih, namun pada akhirnya mereka menurut dan memilih untuk pulang terlebih dulu.

"Kalian juga pulang saja dulu tidak apa." Ucapku pada Dana, Risa, dan Naufal. Mereka hanya terdiam dan saling melirik satu sama lain.

"Kalian saja yang pulang. Aku akan menemani Putri disini sampai selesai." Ucap Dana pada Naufal dan Risa.

"Baiklah. Kabari aku setelah selesai." Aku mengangguk dan mereka pun pulang meninggalkan aku dan Dana sekarang.

Aku mulai berlutut disebelah makam milik Ryan. Menaruh bunga mawar putih diatasnya dan aku mulai melihat nama Ryan yang dipahat indah di nisan nya. Aku menangis untuk yang kesekian kalinya dan Dana mengusap pundakku, mencoba untuk menghantarkan ketenangan yang pastinya sedang kubutuhkan saat ini.

"Aku tahu Ryan bukan lelaki yang baik. Ia jauh dari kata sempurna dan hampir setiap hal darinya dipandang buruk oleh banyak orang. Namun dimataku, ia adalah lelaki yang hampir mendekati kata sempurna dibalik semua sikap buruknya." Kataku sambil mengusap nisan Ryan dan terus memandangi namanya disana.

"Aku tahu kau sudah menjadi gadis terbaik dihidupnya selain ibunya. Aku bisa melihat itu."

"Aku hanya tidak menyangka bahwa ia akan kembali pada Tuhan secepat ini."

"Banyak yang berkata bahwa orang yang baik akan cepat diambil oleh Tuhan. Namun kurasa kali ini Tuhan salah mengambil orang." Aku tertawa kecil mendengar lelucon dari Dana. Ia bisa menghiburku, meskipun hanya sedikit.

"Kau akan beristirahat dengan tenang disana. Kau akan mendapatkan sisi yang terbaik disamping Tuhan dan kau tak perlu kesal dengan apa yang orang lain katakan lagi tentangmu. Aku harap kau bisa bahagia disana. Aku akan terus mendoakanmu dari sini setiap harinya, dan kau tahu betul bahwa aku akan selalu merindukanmu. Tentunya aku pun mencintaimu, sangat." Aku tersenyum sambil menitikkan air mata.

"Ayo, kita pulang. Ryan tak ingin melihatmu menangis lebih lama lagi." Aku mengangguk dan menghapus air mataku sebelum berdiri dan masuk kedalam mobil milik Dana.

"Bawa aku kerumah Ryan." Ucapku sambil memakai sabuk pengaman. Dana mengangguk dan mulai menjalankan mobilnya perlahan menuju kearah rumah Ryan.

Rintik hujan mulai datang dan suasana seperti ini justru membuatku semakin sedih dan teringat akan sosok Ryan. Namun bagaimanapun juga, aku harus mengikhlaskan kepergian Ryan untuk selamanya dan kembali menjalankan hidupku, meskipun aku yakin akan sangat sulit rasanya. Aku harus tetap kuat.

Tak lama kemudian, Dana menghentikan mobilnya tepat didepan rumah Ryan yang masih ramai oleh orang - orang yang datang untuk sekedar mengucapkan bela sungkawa. Dana mengantarkanku masuk kedalam dan orang pertama yang kulihat adalah Tante Mela. Matanya sangat sembab dan memerah pertanda ia terus menangis kehilangan anak semata wayangnya, yang sangat menyayanginya dengan tulus. Ia langsung memelukku dengan erat dan mengusap punggungku, seakan tahu apa yang sedang kurasakan saat ini.

RUDE.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang