- Putri Revianold -
"Putri, dengarkan aku." Aku menghentikan kegiatanku yang sedang memasak sejenak lalu memutar tubuhku kearah Risa yang berdiri disampingku.
"Ada apa?" Aku menautkan kedua alisku karena merasa penasaran dengan apa yang akan Risa katakan padaku. Sepertinya ini penting karena ekspresi wajahnya sangat serius.
"Kuperhatikan kau dan Ryan semakin dekat akhir - akhir ini. Bukannya aku melarangmu untuk dekat dengannya, tapi aku merasa sedikit kurang nyaman. Kau tahu, ia lelaki yang kasar dan kau gadis yang lemah lembut. Kalian ini bertolakbelakang..."
"Tunggu." Potongku dengan segera sebelum Risa melanjutkan ucapannya lebih panjang lagi. "Kau ini bicara apa? Aku dan Ryan hanya berteman."
"Berteman? Kurasa ia memiliki niat lain. Ia tak pernah bersikap seperti itu pada gadis manapun, dan hanya kau yang berani berbicara dengannya. Aku hanya takut jika kau disakiti olehnya mengingat sikapnya yang seperti itu." Aku mematikan kompor saat mie instant yang kubuat telah matang. Aku terdiam sejenak memikirkan perkataan Risa tentang Ryan.
"Kau hanya belum mengenalnya. Ia tak beda jauh dengan lelaki lainnya. Pasti ada alasan tersendiri mengapa ia jadi berubah kasar seperti itu." Entah untuk alasan apa aku membela Ryan, karena memang Risa tak mengenal Ryan. Ia hanya mengenal Ryan dari luar saja. Aku meniriskan mie dari airnya dan menaruhnya diatas piring untuk kami berdua.
"Tapi tetap saja. Jika kalian melanjutkan ini, dan ketika ia tak bisa mengontrol emosinya, apa yang akan ia lakukan padamu? Kau tak tahu, bukan?" Aku menggelengkan kepalaku, bukan sebagai jawaban, melainkan menolak untuk mendengarkannya.
"Makan lah." Aku memberikan satu piring pada Risa dan ia hanya mendengus kesal. Aku berjalan menuju meja makan dan mulai menyantap makananku. Entah mengapa saat ini aku merasa sedikit kesal pada Risa.
Aku dan Risa sama - sama terfokus menghabiskan makan malam kami. Keheningan menyelimuti kami berdua dan aku sendiri pun tak berminat untuk berbicara dengan nya, meliriknya pun tidak, meski aku tahu sejak tadi ia tak henti - hentinya melirik kearahku.
"Kau marah padaku?" Aku menelan makananku lalu menggeleng.
"Aku sebagai sahabatmu hanya ingin yang terbaik untukmu." Aku melirik kearahnya saat ia menundukkan kepalanya.
"Lupakan ini." Jawabku dengan singkat lalu meneguk air putihku. Sial, sekarang keadaan berubah menjadi canggung.
***
Pagi ini aku dan Risa kembali seperti biasa setelah rasa canggung menyelimuti kami semalam. Aku berusaha untuk melupakan segala ucapannya tentang Ryan, dan menganggap bahwa itu tak pernah terjadi. Baru saja kami sampai di sekolah dan kami berjalan untuk menuju ke kelas. Berjalan di koridor, aku melihat keramaian di ujung koridor di pagi seperti ini.
"Ramai sekali. Ada apa kira - kira?" Aku langsung berlari menuju ke kerumunan tersebut. Aku terkejut ketika melihat Ryan yang berada diatas tubuh Satria dan memukul Satria tanpa henti. Ini sungguh gila.
"Ryan, sudah!" Aku menarik tubuh Ryan sekuat tenaga dan ia berdiri disampingku. Aku menahan lengan nya yang besar. Ia menatap kearah Satria yang wajahnya sudah memar dengan emosi memuncak. Apa yang membuatnya seperti ini?
"Jangan pernah kau katakan hal itu lagi tentang Putri!" Bentak Ryan sambil menunjuk kearah Satria yang meringis kesakitan. Semua murid disini hanya menonton mereka berdua tanpa ada yang berniat untuk melerai mereka.
"Ikut aku." Ucapku pada Ryan dengan suara memerintah. Aku langsung menarik pergelangan tangan nya menuju ke taman belakang sekolah.
Sesampainya di taman, aku langsung menyuruhnya untuk duduk di salah satu kursi. Ia menundukkan kepalanya dan tak berani menatap kearahku sama sekali. Dadanya naik turun tak beraturan. Ia tidak bisa mengontrol emosinya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
RUDE.
RomanceKarena pada akhirnya seseorang akan berubah jika ada yang bisa membantunya.