34

227 10 0
                                    

- Ryan Sanjaya -

Semenjak kejadian beberapa hari yang lalu dimana Putri bertemu dengan Rosa, ia menjadi sering menghindariku entah mengapa. Ia terasa jauh dan bahkan ia tak lagi mengobrol denganku seperti biasanya. Sebenarnya aku ingin bertanya langsung padanya mengapa ia berubah seperti ini, namun ia selalu saja menghindariku. Bahkan ketika tak sengaja aku melihatnya, ia justru membuang pandangan nya dariku dan memilih jalan lain yang tak berpapasan denganku. Sore ini, aku berniat untuk mencegatnya didepan kelasnya untuk menanyakan soal ini. Semoga ia tak menghindariku lagi untuk kesekian kalinya.

Bel pertanda jam sekolah usai sudah berbunyi semenjak lima menit yang lalu. Aku berdiri didepan kelas Putri dan menunggunya keluar dari sana. Aku tak akan masuk ke dalam karena pastinya ia akan beralasan untuk segera pulang. Tiba - tiba Putri keluar bersama dengan Risa, seperti biasa. Ia tampak terkejut melihatku disini namun ia menutupinya.

"Ikut aku." Aku menarik pergelangan tangannya. Namun ia segera melepaskan tangannya dariku dan aku menatapnya dengan bingung. Kumohon jangan membuatku memaksamu sekarang.

"Aku harus segera pulang." Aku menahan tangan nya lagi saat ia hendak berjalan meninggalkanku. Aku tak akan membiarkannya pergi kali ini.

"Kita harus bicara." Ia pun mendengus dengan pasrah. Ia memberitahu Risa untuk pulang terlebih dahulu, dan setelahnya, aku mengajaknya menuju ke area parkir kendaraan khusus murid untuk mengambil motorku disana.

Kami sampai di sebuah taman di pinggir kota. Suasananya tidak ramai, hanya beberapa orang yang sedang jogging atau pun bersantai. Aku membawanya duduk di salah satu kursi yang tersedia di taman ini. Aku tak tahu harus mengajaknya kemana selain ke taman untuk membicarakan hal ini, dan sebenarnya, aku pun tak pernah berkunjung ke taman sebelumnya.

"Aku tak memiliki banyak waktu." Ia berkata padaku sambil menatap kearah depan, bukan menatapku. Padahal ia selalu menatap lawan bicaranya, siapapun itu.

"Aku tahu kau menghindariku semenjak kejadian saat kita bertemu dengan Rosa di restoran." Ia menoleh kearahku dan menatapku. Lalu ia tertawa kecil, namun aku tahu, itu dipaksakan. Kau tak bisa membohongiku, Putri Revianold.

"Kau ini bicara apa? Untuk apa aku menghindarimu? Aku hanya sibuk, itu saja." Ia kembali menatap kedepan yang mana tak ada sesuatu yang bisa dilihat. Hanya taman kosong dan rerumputan hijau.

"Jangan berbohong padaku. Aku tahu jika kau berbohong padaku."

"Jadi sekarang kau bisa membaca tingkah laku seseorang?" Ia mengayunkan kakinya dan kepalanya menunduk. Mudah bagiku untuk mengetahui jika Putri sedang berbohong, karena pada dasarnya ia tak pandai berbohong. Ia gadis yang jujur, apapun keadaannya.

"Katakan padaku yang sebenarnya. Aku merasa aneh jika kau menjauhiku seperti ini."

- Putri Revianold -

Merasa aneh? Sejak kapan ia peduli jika ada seseorang yang mulai menjauhinya? Bukankah ia sering mengalami hal seperti ini? Selama beberapa saat aku terdiam, berpikir haruskah aku mengatakan yang sebenarnya atau mencari alasan yang lain? Tetapi ia tahu jika sekarang aku sedang berbohong dan jika aku mencari alasan atau kebohongan lainnya, kurasa akan percuma.

"Kau berkata pada Rosa bahwa aku adalah kekasihmu dengan alasan agar kau tak diganggu lagi olehnya?" Pada akhirnya aku memilih untuk jujur padanya karena tak ada jalan lain.

"Bukan begitu. Memang itu alasanku, tapi maksudku bukan begitu. Mungkin kau berpikir jika aku memanfaatkanmu, tapi aku bersumpah aku tak pernah memiliki niat seperti itu. Aku hanya tak ingin berurusan dengannya lagi." Aku tersenyum miring. Ia belum menyadari bahwa sebenarnya ia mematahkan harapanku. Mungkin aku salah karena aku berharap bahwa ia memiliki niatan untuk dekat denganku lebih dari seorang teman.

RUDE.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang