- Putri Revianold -
Suasana koridor siang ini sangat sepi karena hampir seluruh kelas sedang dalam jam pembelajaran. Aku baru saja mengumpulkan beberapa buku milik murid kelasku ke ruang guru. Padahal Dava adalah ketua kelas dikelasku, tapi ia terlalu malas untuk mengerjakan tanggung jawab nya. Aku melihat Ryan sedang berdiri menghadap ke tiang bendera. Mengapa ia disana di siang hari yang panas seperti ini?
Aku berjalan menuju lapangan dan berdiri dibelakang tiang bendera. Ia menatapku tanpa ekspresi dan aku bisa melihat keringat mulai keluar dari pelipis nya. Apakah ia dihukum?
"Kau mengapa disini? Kau dihukum?" Ia hanya mengangguk pelan sebagai jawaban. Baru kali ini aku melihatnya dihukum untuk berdiri didepan tiang bendera seperti ini.
Melihatnya yang kepanasan membuatku cukup merasa kasihan padanya. Aku meninggalkannya dan segera berlari menuju ke kantin, berniat untuk membelikan air minum untuknya nanti setelah ia selesai menjalankan hukumannya. Sesampainya aku di kantin, aku langsung membeli sebotol air mineral dan membayarnya di kantin, lalu berlari kembali menuju ke lapangan. Ia masih berada disana sambil menundukkan kepalanya.
Aku memilih untuk duduk di salah satu kursi panjang, menunggunya selesai menjalankan hukuman. Ia hanya menatapku berulang kali, namun tak mengatakan apapun. Kelasku siang ini kosong, lebih tepatnya guruku menyelesaikan jam nya lebih awal dari biasanya. Jadi aku bisa menunggu disini sampai Ryan selesai.
Tak lama seorang guru datang menghampiri Ryan. Rupanya ia dihukum oleh guru Sejarah, entah ia melakukan kesalahan apa. Disaat guruku menceramahinya, ia hanya diam mendengarkan sambil menunduk. Biasanya ia akan mencoba untuk melawan bahkan bersikap tak hormat pada siapapun, termasuk gurunya sendiri. Tapi sepertinya kali ini ia hanya ingin hukuman nya cepat selesai.
Beberapa menit kemudian guru Sejarah tersebut pun pergi meninggalkan Ryan sendiri. Ryan menoleh kearahku dan hendak berjalan menuju ke kelas nya. Dengan segera aku langsung memanggil namanya.
"Ryan!" Panggilku dengan sedikit berteriak. Ia menghentikan langkahnya dan menoleh kearahku dengan tatapan yang tak kumengerti. Untuk pertama kalinya aku tak merasa takut untuk menatap matanya itu.
"Kemarilah." Lanjutku. Ia sempat berpikir sejenak dan akhirnya ia mendekat kearahku. Ia duduk disebelahku sambil melonggarkan dasi yang ia pakai.
"Minum ini." Aku memberikan botol air mineral yang sengaja kubeli untuknya tadi. Tanpa pikir panjang, ia langsung menerimanya dan meneguknya dengan cepat hingga tersisa separuh dari isi botolnya.
"Terima kasih." Seorang Ryan berterima kasih pada orang lain? Kerasukan apa dia semalam? Namun karena tak ingin membuatnya marah, aku pun hanya mengangguk sambil tersenyum kearahnya meskipun ia tak melihat kearahku.
"Mengapa kau dihukum?" Tanyaku yang sejak tadi penasaran mengapa ia mendapat hukuman.
"Aku tak mengerjakan tugas." Murid lelaki selalu tak mengerjakan tugasnya kurasa? Itu sudah biasa.
"Mengapa tak kau kerjakan?"
"Karena aku malas. Jangan banyak bertanya." Dalam hati aku menggerutu kesal karena Ryan lelaki yang sensitif seperti seorang gadis. Tetapi aku mengabaikan ucapannya.
"Bagaimana kalau mulai sekarang aku akan membantumu untuk mengerjakan semua tugasmu?" Entah mengapa aku menawari hal ini padanya, karena sudah pasti ia akan menolaknya. Bodohnya kau, Putri. Ia melirikku sejenak dan aku hanya mengangkat kedua alisku meminta jawabannya.
"Baiklah." Aku menganggukkan kepalaku, tak menyangka bahwa ia akan menerima tawaranku untuk membantunya. Nyatanya ia masih membutuhkan pertolongan orang lain, hanya saja ia merasa gengsi untuk memintanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RUDE.
RomanceKarena pada akhirnya seseorang akan berubah jika ada yang bisa membantunya.