(1) Manis

2.9K 107 160
                                    

Awal-awalnya emang agak absurd dan penulisannya masih acak adul, maaf baru pemula hehe. Tapi sabar ya dan terus baca dijamin ga bakal nyesel.

⚫⚫⚫

"Aduh gusti nu agung." Wanita paruh baya mengelus pelan dadanya. "Anak cewek kok susah banget bangunnya."

"5 menit lagi Bunda." Rengek Keysa. Tidak rela berpisah dengan kasurnya. Lagipula mimpi Keysa lebih indah daripada kenyataan.

Terlintas ide. "Eh laptop kamu masih baru kan? Kalo dijual Bunda untung lho." Kepalanya menoleh ke nakas, menemukan benda ancaman versi kedua. "Iphone kamu juga masih bagus, sedekah buat Bunda ya?"

Badan Keysa menegang. Matanya terbuka perlahan, manik layunya menatap Yuni yang tersenyum sumringah. "Key, bangun Bunda." Keysa mengepalkan jemarinya lalu mengangkatnya keatas. "Semangat 45!!!!!"

Keysa tidak rela berpisah dengan kumpulan drakornya, sudah Yuni duga. Setelah siap, Keysa turun dari kamarnya. Dia berhenti di tangga paling atas, menatap malas tangga yang panjang.

Nekat, Keysa selonjoran di pegangan tangga. Berpegangan kuat lalu berseluncur kebawah. Yuni terpelongo, Rahman menggelengkan kepala heran, Juna mengacungkan jempolnya. "Besok Juna mau coba." Plak. Juna dihadiahi Yuni jitakan di kepalanya.

"Key mau bawa bekel aja, Bun." Cewek bersurai hitam itu mengambil susu di meja dan meneguknya sampai habis. Yuni mengangguk. "Gak sarapan dulu?"

"Takut telat, Key gak mau dihukum sama Pak Marsel buat bersihin wc." Membayangkannya saja bulu kuduknya merinding.

Yuni mempersiapkan bekal Keysa. Rahman dan Juna sudah selesai makan. "Pak dadang pulang kampung, kamu sementara ikut Ayah sama Juna dulu ya." Keysa mengangguk, tersenyum simpul pada Yuni.

Keysa bisa mengendarai mobilnya sendiri, tapi Rahman tidak akan mengizinkannya. Keysa tidak memiliki SIM. kadang Keysa berpikir, apa gunanya hadiah ulang tahun Ayahnya itu?

"Aku berangkat dulu." Rahman mencium puncak kepala Yuni singkat. Keysa dan Juna membuang muka. "Udah tua masih aja kiss-kiss an." Cibir Keysa. Kedua orang tuanya terkekeh.

"Jomblo diem aja." Sindir keduanya serentak. Keysa memproutkan bibir tipisnya.

"Kak." Panggil Juna. Keysa menoleh, "apa?" Juna memperhatikan Keysa dari atas sampai bawah. "Sepatu kakak model baru?" Dia melihat sepatu Keysa yang beda sebelah. Satunya berwarna hitam, satunya berwarna biru.

"Hah?" Mata Keysa membulat sempurna. Memperhatikan sepatunya, dia salah ambil. Dasar ceroboh. "Untung kamu ingetin, bisa jadi bahan tawaan." Gerutu Keysa.

"Keysa, Juna masuk mobil. Katanya takut telat." Rahman memanggil, dia sudah berada di mobil.
Rahman sendiri tidak mau telat. Perusahaan memang milik keluarganya, tapi dia akan jadi contoh yang baik untuk bawahannya. Lizton Corp milik keluarganya merupakan perusahaan IT (Information technologi) nomor 1 di indonesia.

Setelah berpamitan dengan Rahman dan Juna, Keysa memasuki sekolahnya dengan langkah gontai. Rasa malas menyelimutinya. Dia terus menguap sepanjang jalan, efek bergadang.

Sekolah Keysa merupakan salah satu sekolah terfavorit di Jakarta, Purmasakti High School. Keysa menduduki kelas IPA 2. termasuk kelas terbaik, namun selalu jadi bahan bandingan dengan kelas sebelah, IPA 1.

Kebanyakan dari IPA 2 lebih menekuni hal yang mereka sukai. Seperti olahraga, tari, dance, dan Vokal seperti yang Keysa ikuti. Berbeda dengan IPA 1 yang pintar dalam bidang akademik. Kerap mendapat pujian, selalu menang olimpiade.

IPA 1 dan IPA 2 bertolak belakang, ketika jam kosong. IPA 1 memilih berkutat dengan buku mereka. Sedangkan IPA 2, kelasnya menjadi pasar dadakan.

Keysa melewati koridor menuju kelasnya di lantai 3, dia menghelakan napas malas. Lagi-lagi menaiki tangga. Menguras tenaga.

"Key." Keysa menoleh, seorang cowok berdiri beberapa meter di belakangnya. Tersenyum simpul. Namanya Wildan Reygan, cowok yang dua tahun ini selalu bersama Keysa.

"Tumben udah di sekolah jam segini." Keysa melirik jam di tangan kirinya, tersenyum mengejek. "kerasukan jin rajin ya, kak?"

wildan membulatkan bibirnya. "Oh oke, besok gue dateng siangan." Keysa menatap sinis. "Serba salah sih jadi cowok."

Wildan tergolong manusia pemalas, rajin bolos. nilai akademiknya di bawah rata-rata. Tukang tidur dikelas, kelebihannya baik dan tampan.

"Awas aja kalo bolos lagi." Keysa mengancam. "Key bunuh saat itu juga." Wildan terkekeh pelan. Tangannya mengelus surai hitam Keysa.

Beberapa siswa menatap mereka, meyakini dalam hati bahwa Keysa dan Wildan mempunyai hubungan spesial.

"Ada-ada ajak adek gue." Keysa tersenyum masam. Dia termenung meratapi nasib hanya dianggap adik oleh Wildan.

Cuih. Seorang cowok pura-pura meludah saat melewati Keysa dan Wildan. Namanya Sean Aldino.

"Apa lo?!" Keysa sewot jika bertemu dengan serangga seperti Sean. Mengganggu.

"Mampus!" Sean berlalu pergi.

Keysa mengepalkan tangannya, kakinya siap dilayangkan untuk menendang wajah songong Sean. Wildan menahannya. "Abaikan aja." Keysa mengangguk, sorot matanya menatap tajam Sean yang sudah menjauh.

"Udah sarapan?" Keysa menggeleng. "Key bawa bekal kok."

Wildan tersenyum simpul, tidak perlu mengkhawatirkan Keysa. Cewek itu tidak akan melupakan acara makan. "Jangan lupa di habisin." Wildan mengingatkan.

"Siap." Keysa mengacungkan dua jempolnya.

"Gue mau kekantin dulu. Lo sendirian keatas gak papa kan?" Wildan bertanya ragu. Keysa mengangguk. "Key bukan anak kecil, kak."

"Gue takut lo diculik om pedofil." Wildan menakuti Keysa. Cewek itu mencebik kesal. "Nih om pedofil nya di depan mata." Ujarnya. Sebelum melarikan diri, Keysa menjulurkan lidahnya kearah Wildan.

"Kenapa Keysa bisa semanis itu?" Wildan terkekeh pelan. Tidak sadar dengan ucapannya sendiri. "Gue ngomong apa?" Dia melihat sekeliling. "Gak ada yang denger kan?"

⬛⬛⬛

Love Alone (Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang