Nabila datang ke sekolah dengan langkah gontai, dirinya seperti tidak memiliki gairah untuk bersekolah. Bayangan Septian dan Glo di mall kemarin membuat Nabila malas masuk sekolah, terutama bertemu dengan Septian.
Nabila berjalan menyusuri koridor yang sepi, karena ini masih terlalu pagi bagi Nabila untuk datang ke sekolahnya.
Nabila memegang ujung tali tas miliknya, Nabila menyusuri pandangan nya ke arah lapangan basket, menajamkan pendengarannya, karena tadi dirinya mendengar seperti ada bola basket yang di pantul pantulkan ke tanah lapang.
Nabila berjalan dengan perlahan mengikuti arah suara yang semakin Nabila mendekat ke arah lapangan, suara itu malah semakin menghilang. Nabila memberanikan diri memunculkan kepalanya menatap lapangan, karena posisinya sekarang sedang bersembunyi di balik tembok besar yang membatasi koridor dengan lapangan.
Nabila menajamkan penglihatannya, di lihatnya Septian yang sedang memantulkan bola basket beberapa kali dengan raut wajah... Emosi? Entahlah, Nabila tidak tahu apa yang membuat wajah Septian berubah menjadi emosi seperti ini.
"Aarghh!" Septian berteriak sekencang kencangnya, melampiaskan apa yang di rasanya selama ini, masalah keluarganya, masalah Glo, dan juga masalah Nabila seakan menghujam nya tanpa ampun.
Septian menarik rambutnya frustasi, bagaimana cara Septian memberi tahu kepada Nabila apa yang sebenarnya terjadi, bagaimana cara Septian memberi tahu segala keluh kesahnya kepada Nabila. Septian hanya takut bila Nabila akan menjauhinya ketika tahu apa yang sedang menimpa dirinya.
"Kenapa ini semua harus nimpa keluarga gue?" Septian sedikit emosi, tentu, hal itu dapat di dengar oleh Nabila. Mengingat jarak Nabila dan Septian hanya di batasi tembok besar.
"Kenapa gue harus terikat perjanjian itu?" Septian menarik rambutnya frustasi, Nabila mengerutkan keningnya mendengar segala ucapan Septian.
"Perjanjian?" Nabila bertanya pada dirinya sendiri dengan nada rendah, takut takut bila Septian menyadari keberadaannya.
"Gue gatau apa yang harus gue lakuin sekarang" Septian masih berbicara pada angin, menyalurkan apa yang sedang di rasanya, mengeluarkan apa yang menjadi beban dirinya sekarang.
Nabila semakin tidak mengerti ketika melihat Septian yang se-frustasi sekarang ini, dirinya tidak tahu apa masalah yang sedang Septian hadapi, dirinya ingin sekali bertanya kepada Septian. Tetapi, mengingat status hubungan mereka sekarang dan juga status Septian yang sudah terikat dengan orang lain
Nabila memutuskan untuk pergi saja ke kelasnya, dirinya tidak ingin berlama lama melihat wajah Septian seperti ini, Nabila berjalan dengan langkah pelan meninggalkan arena lapangan, tetapi, baru saja Nabila berjalan beberapa langkah, suara berat seorang lelaki menginstruksi Nabila untuk berdiam di tempat.
"Gue tahu lo ada disana, gue tahu lo denger semua apa yang gue omongin tadi"
Nabila membeku dengan menggigit bibir bagian bawahnya, dirinya enggan berbalik badan, setelah dirinya terciduk oleh Septian memperhatikan nya, masihkan Nabila harus berbalik dan menunjukkan wajah merahnya kepada Septian?
"Lo ngapain ada disitu?" Nabila merasa ada langkah lebar yang mendekat ke arahnya, dirinya hanya diam tanpa berniat membalikkan tubuhnya agar menghadap ke arah Septian.
"Ck, gue lagi ngomong nih sama lo!" Ucap Septian ketus, akhirnya Nabila menghembuskan nafasnya pelan dan berbalik badam menatap Septian dengan cengiran kuda nya, tetapi, melihat reaksi Septian yang hanya menunjukkan wajah datarnya, Nabila pun kesal sendiri, dirinya mengikuti Septian yaitu memasang wajah datar, walaupun tidak bisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Annoying Badboy
Teen Fiction"Jadi lo cuman jadiin gue bahan taruhan lo doang?" Berawal dari sebuah taruhan dengan teman temannya. Septian Arya mendekati Nabila anindya sebagai target taruhannya. Nabila, sekertaris kelas yang terkenal cerewet dan rajin. Apakah bisa Nabila yang...