Nabila menggigit bibir dalamnya, berusaha menetralkan degup jantungnya yang tidak bisa normal sedari tadi.
"Makan dulu ya" Vano melirik Nabila yang sedang melihat ke arah jendela. Saat ini keduanya memang tengah berada di mobil, ini semua atas keinginan Vano yang tadi meminta izin kepada Eja untuk jalan berdua dengan Nabila. Tentu saja Eja mengizinkannya, dan Nabila juga tidak menolak.
"Eum... Van" Nabila menggigit bibir bawahnya kuat kuat. Mereka sudah tidak bertemu sangat lama jadi wajar saja jika Nabila merasakan canggung yang amat sangat besar.
Terlebih, Vano ini adalah cintanya yang dulu hilang.
"Hmmm?" Vano hanya membalas dengan dehaman, fokusnya masih tetap menyetir tidak melirik Nabila sama sekali.
"Ke... Kenapa kamu pulang?" akhirnya pertanyaan yang sedari tadi mengganggu pikiran Nabila terluncur begitu saja, "Kalau aku jawab jujur nanti kamu bakalan ketawa" Vano sudah hafal betul Nabila. Jika di ajak berbicara serius dengan Vano pasti langsung tertawa.
Hanya dengan Nabila, karena Nabila selalu mengira bahwa Vano orang yang tidak pernah serius. Padahal Vano terkenal sangat datar dan dingin, hanya saja entah kenapa ketika bersama Nabila sifat itu hilang begitu saja.
"Ishhh enggak kok kali ini aku janji nggak akan ketawain kamu lagi" jawab Nabila dengan mengerucutkan bibirnya tanda bahwa ia sedang merajuk. Dan entah dari mana juga sifat manja Nabila terhadap Vano keluar begitu saja.
"Aku pulang ke Indonesia karena aku merasa ada yang harus aku selesaikan di Indonesia" Nabila tertegun ketika tangan Vano berada di kepalanya, mengusap kepalanya dengan lembut hingga Nabila terbuai.
Hening cukup lama sebelum akhirnya Nabila berdehem kecil untuk menghilangi kegugupan, "apa? Apa yang harus kamu selesaikan?" Nabila menatap ke arah Vano, membuat lelaki dengan rahang tegas itu juga menatap sepenuhnya ke arah Nabila.
Nabila bahkan tidak sadar bahwa kini mereka sudah sampai di restoran cepat saji.
"Jangan nangis lagi, aku sayang kamu" tangan Vano bergerak mencubit pipi Nabila dengan gemas, senyuman manis yang mampu membuat perempuan terbuai pun lelaki itu tampilkan.
Sedangkan Nabila masih diam di tempat, rasanya dirinya seperti terlempar jauh sekali dan Nabila merasakan pipinya memanas saat itu juga.
"Ayo udah sampai" Vano berjalan keluar dari mobil terlebih dahulu. Diikuti Nabila yang masih linglung dan masih belum siap dengan segala perlakuan lelaki tinggi ini.
"Kamu duduk aja, aku yang pesen. Samain aja ya?" ketika mereka sudah masuk di restoran, Vano langsung memegang pundak Nabila, menyuruh gadis itu untuk duduk dan menunggunya.
Nabila menurut, mencari tempat duduk di pojok dekat jendela. Ketika sudah duduk, pikirannya kembali melayang jauh, memikirkan lelaki yang saat ini tengah ia benci.
Lebih tepatnya masih belajar untuk membenci.
Karena terkadang ketika kita ingin membenci orang yang jelas jelas sudah menyakiti kita, itu akan terasa sangat susah jikalau orang itu sangat berbekas di hati.
Lamunannya buyar ketika melihat Vano yang sudah sampai di meja. Sebisa mungkin Nabila mencoba memasang wajah seolah semua biasa saja, tentunya agar Vano tidak menaruh curiga kepadanya.
"Makan yang banyak, biar gendut lagi kaya dulu, kamu semenjak aku tinggal jadi lebih kurus gini"
"Apasih, kamu tuh jadi gendutan. Akumah masih kaya dulu"
"Aku gendut karena otot aku ya" ujar Vano dengan senyuman miring, melihat itu Nabila langsung bergidik ngeri.
"Apaan sih kamu, dulu aja pas kecil kamu kayaknya cengeng banget sekarang jadi songong gini"
Vano sontak mendelik. "Biarin aja, daripada kamu, dari dulu sampai sekarang masih aja cengeng" cibir Vano.
"Vanooo!! Sok tau banget sih kamu, mana ada aku cengeng" Nabila mengerucutkan bibirnya, lucu. Vano hanya tersenyum saja melihat ekspresi Nabila yang menggerutu kesal itu.
"Apa iya, emang siapa sih yang nangis cuman gara gara ada anak kecil cewe yang pegang tangan aku di depan kamu" Vano mengerling jahil, Nabila yang di paksa terlempar kembali ke kejadian bertahun tahun lalu langsung teringat akan semua itu.
"ih kamu tuh ya, masih aja nyebelin banget. Dari dulu setiap aku nangis kamu nggak pernah nenangin aku, malah ikutan nangis" Vano tertawa mendengar penuturan Nabila. Menurutnya itu sangat lucu mengingat dirinya yang dulu selalu mengikuti Nabila ketika gadis itu sedang menangis.
"Tapi kan dengan itu bisa buat kamu berhenti nangis"
Ya, memang sih bisa membuat Nabila berhenti menangis. Karena ya dulu Nabila merasa malu ketiak banyak orang yang mengerubuni dirinya dan Vano yang saat itu sedang menangis bersama.
Maka dari itu Nabila segera berhenti menangis dan pergi begitu saja meninggalkan Vano yang juga langsung berhenti menangis.
"Aku malu ya, bukan karena kamu berhasil buat aku nangis"
"Yaudah, sekarang intinya aku udah ketemu lagi sama kamu. Kita bisa buat cerita menarik lainnya setelah ini kan?"
-------
"Septian..."
Lelaki tinggi yang tengah menatap kosong ke arah lapangan basket itu tidak menghiraukan ucapan gadis di sampingnya.
"Daritadi aku ngomong, tapi kamu nggak pernah dengerin aku" terdengar helaan nafas pelan. Namun Septian sama sekali tidak peduli dengan itu, "kalau gitu aku pergi aja. Biar kamu bisa santai dan nggak ngerasa keganggu"
Ketika gadis itu akan beranjak dari kursi panjang yang tersedia di lapangan ini, tiba tiba juga ada suara berat lelaki yang membuatnya mengurungkan niat untuk beranjak.
"Nggak apa apa, disini aja" gadis itu tahu, bahwa Septian mengatakan itu tanpa menatap wajahnya, masih tetap menatap kosong lapangan basket di hadapannya.
"Gu... Gue bener bener nggak mau nambah beban pikiran lo kalau disini terus, udah nggak papa gue pergi aja"
"Glo plis, gue lagi butuh lo disini"
Ya, gadis itu adalah Glo.
Mendengar ucapan Septian yang seakan akan hanya membutuhkan nya di saat sedang kesusahan itu membuat senyum sendu terbit di wajah murung gadis itu.
Glo tadinya sedang berjalan jalan di sekitaran lapangan ini, namun entah mengapa matanya malah menatap Septian yang terlihat sedang emosi, karena penasaran, akhirnya Glo melihat apa yang terjadi.
Dan Glo bisa langsung melihat apa yang membuat Septian seperti ini. Di ujung sana, tepatnya di sebuah restoran terdapat Nabila dan seorang lelaki tengah bercanda tawa, sesekali Nabila merajuk dan lelaki tampan itu tampak membujuk Nabila. Tak luput juga Glo melihat bahwa lelaki itu menggenggam tangan Nabila.
Dan Nabila tidak menolaknya, malahan seperti menerima saja.
Dan setelah kejadian itu juga Septian jadi diam dengan pandangan kosong dan Glo yang setia di sampingnya.
"Sep-"
Belum sempat Glo menyelesaikan ucapannya, Septian sudah langsung menatap dirinya tepat di kedua matanya. Lalu selanjutnya Septian mengucapkan kata yang membuat Glo membeku saat itu juga.
"Gue mohon, mulai sekarang jadi pacar gue, ya?"
Tbc
Hei heiii diriku kambek setelah lama hiatus
Heheh.
Masih setia ganih?
Sebenernya ini udah di tulis dari lama, cuman karena vomment nya nggak ada jadi aku tahan dulu lama sekali.
Maafkan.
Makannya vomment nya dong, ga susah kok yakan?
See u!

KAMU SEDANG MEMBACA
Annoying Badboy
Teen Fiction"Jadi lo cuman jadiin gue bahan taruhan lo doang?" Berawal dari sebuah taruhan dengan teman temannya. Septian Arya mendekati Nabila anindya sebagai target taruhannya. Nabila, sekertaris kelas yang terkenal cerewet dan rajin. Apakah bisa Nabila yang...