[47]-Hancur

1.4K 63 2
                                    

"Udah beres tampilnya bro?" ketika menapaki kakinya di rooftop, hal pertama yang Septian lihat adalah ketiga temannya yang sedang bercanda tawa.

"Sukses kaga buat doi terpesona" Salman terkekeh ketika mendapat tatapan tajam dari Septian. Septian segera berjalan menuju ketiganya. Dan yang di lakukan pun hanya diam, terlalu malas untuk melakukan apapun, lebih tepat malas mengeluarkan suara.

"Udahlah Sep, saran gue mah lo tinggalin aja Nabila nya, daripada lo berdua ngga ada kepastian kayak gini kan? Nabila juga kayaknya udah move on tuh dari lo" Komar mengangguk mendengar ucapan Rehan. Dia pun berpikiran seperti itu.

Septian hanya diam, pandangannya lurus dengan mata yang terlihat terluka. Pikirannya berkecamuk memikirkan satu orang gadis yang pasti akan kecewa ketika tahu hanya di jadikan taruhan.

Gadis mana yang tidak sakit hati?

"Atau jangan jangan, lo suka lagi ya sama dia? Lo baper beneran ya sama dia? Lo jatuh cinta sama dia?" Salman langsung menatap Septian dengan ekspresi yang berlebihan.

"Bener juga apa yang di katain Salman, jangan bilang lo baper sama dia? Oh ayolah Sep, dia cuman taruhan kita doang. Ngga seharusnya lo baper" Septian mengeraskan rahangnya mendengar ucapan Rehan.

"Ck elah, gue ngga suka sama dia, bener apa yang lo bilang, dia cuman taruhan kita doang. Gue nggak pernah bener bener baper sama dia" tegas Septian, meskipun entah mengapa dalam hati Septian ada bagian yang retak dan berteriak seolah itu semua tidak benar.

"Bagus lah kalau kaya gitu" Salman langsung merangkul bahu Septian. Sedangkan Septian, lelaki itu hanya tersenyum kecil, senyum terpaksa.

Brakk

Mereka semua terkejut, sontak semua langsung menatap ke arah pintu yang baru saja di buka secara kasar oleh seseorang.

Tubuh mereka menegang dengan mata yang terbelalak kaget. Di sana, ada seorang gadis yang tengah menatap mereka dengan marah dan air mata yang sudah bercucuran dengan deras di pipi nya.

Gadis itu adalah Nabila.

"Brengsek lo semua" Nabila maju menghadap ke-empatnya. Pandangan benci, kecewa, sedih, bercampur aduk menjadi satu. Terutama kepada lelaki di hadapannya yang menatap dirinya dengan padangan yang amat sangat tenang.

"Lo semua itu manusia kan? Punya hati nggak sih lo semua? Lo kira gue apaan kalian jadiin taruhan? Jangan kalian fikir gue kelihatan baik kalian bisa manfaatin gue gini aja" dada Nabila naik turun dengan air mata yang terus saja bercucuran, tidak menyangka lelaki yang selama ini ia percaya berkhianat.

"Jadi, lo cuman jadiin gue bahan taruhan lo doang, brengsek?" Nabila maju selangkah mendekati Septian,  ingin rasanya Nabila mencakar wajah sok tenang di hadapannya ini.

"Hati lo mati atau emang lo ngga punya hati?! Gue bener bener baru tahu ada orang ngga punya hati kayak lo. Gue nyesel pernah suka sama orang brengsek kaya lo" pandangan Nabila berapi api, lidahnya terasa kelu untuk mengeluarkan semua unek unek yang mengganjal di hatinya. Saat ini yang bisa ia lakukan hanya menangis

"Gue kira lo itu beda dari yang lain. Dan ya lo emang beda dari yang lain, belum pernah gue nemuin cowo yang bener bener gila kaya lo. Lo bukan cowok!" kepala Nabila rasanya saat ini sangat pusing, hatinya sudah terluka lebih dalam lagi. Dan Nabila tidak tahu bagaimana cara untuk menyembuhkannya.

"Gue belum pernah sepercaya ini sama orang, gue ngga pernah ngerasa jatuh cinta sedalam ini sama orang. Tapi, sekalinya gue percaya, gue malahan harus nerima yang namanya pengkhianatan. Apa salah kalau gue percaya sama lo" ucap Nabila dengan lirih, sedangkan Septian lelaki itu masih saja melihat Nabila dengan wajah yang tenang. Tidak mengeluarkan ekspresi berlebihan.

Berbeda dengan ke-tiga temannya yang sudah menatap Nabila dengan sorot wajah kasihan.

"Bil, kita bisa jelasin ini semua" Salman maju, hendak memegang bahu Nabila namun dengan segera Nabila menepisnya.

"Mau lo jelasin sampai mulut lo berbusa pun, nggak akan ngerubah kenyataan kalau gue cuman di jadiin bahan taruhan sama kalian" melihat wajah Nabila yang sudah berantakan, Septian langsung mengalihkan pandangannya begitu saja.

Entah mengapa, Septian kecewa kepada dirinya sendiri karena lagi dan lagi sudah membuat Nabila menangis.

"Bil kita minta maaf" Komar menatap Nabila dengan wajah tegas, Komar merasa bahwa kali ini mereka salah. Karena tidak seharusnya mereka mengadakan taruhan seperti ini.

"Maaf kalian nggak bisa balikin hati gue yang udah bener bener rusak karena ulah kalian" dengan nafas yang tersenggal, Nabila membalikkan badannya hendak meninggalkan mereka, namun sebelum itu Nabila sempat mengucapkan kalimat yang bisa membuat mereka semua terdiam.

"Gue harap gue adalah orang pertama dan terakhir yang kalian jadiin mainan kaya gini"

---------

"Kalau masih sama sama saling sayang itu obrolin dong berdua, bukannya main kode kode gini. Sampe kapan pun nggak akan ada yang berubah kalau mainnya masih kode kode mah" Nabila tersadar dari lamunnya, gadis itu langsung menatap Kelvin yang tepat berada di sampingnya dengan pandangan yang sulit di artikan.

"Maksud lo?"

"Lo udah besar. Pasti udah tahu apa maksud dari ucapan gue barusan, kalau salah satu dari kalian nggak ada yang mau ngalah, mau nunggu sampe kapan? Mau nunggu penyesalan dateng, huh?" Kelvin tersenyum samar melihat wajah Nabila yang nampak tengah berfikir.

"Gue cuman nggak mau lo sakit hati berkepanjangan kaya gini, obrolin aja berdua nggak akan susah kok. Karena gue yakin lo berdua masih ada yang belum di selesain" kali ini Nabila menatap Kelvin dengan tatapan sedikit ragu, Kelvin yang langsung menatap maksud tatapan itu langusng tersenyum menyakinkan.

Setelah berdiam cukup lama, Nabila langsung memeluk Kelvin di depan semua orang, meski hanya singkat namun bisa Kelvin rasakan Nabila tulus. Nabila tulus mengucapkan terimakasih kepadanya.

Nabila berbalik dan langsung berlari entah kemana ketika melihat Septian turun dari panggung. Sekali lagi, Kelvin tersenyum samar.

"Meskipun gue benci sama Septian, rasa sayang gue ke elo ngebuat gue nggak mau lo tersakitin kaya gini. Gue sayang sama lo dan gue mau ngejaga lo, sayang bukan terus melulu harus memiliki kan?"

-------

Nabila berlari tak tentu arah di sepanjang koridor, tentu juga dengan air mata yang terus mengalir mengenai pipi putihnya.

Sampai dirinya berhenti di taman belakang, tangisnya semakin pecah karena disini tidak ada orang.

Sakit, hati Nabila sangat sakit saat ini, kepercayaannya telah di khianati begitu saja, pantas saja selama ini Septian seperti tidak acuh kepadanya.

Masih bergelut dengan rasa sakitnya, Nabila dapat merasakan seseorang memeluknya dari belakang. Dari parfum itu Nabila bisa kenal siapa orang itu.

"Nangis aja, pukul gue kalau itu bisa buat lo tenang" entah mengapa, tangis Nabila malah semakin keras.

Tbc.

Tadinya mau di panjang banget, tapi segini dulu biar nebak nebak.

Next?

Annoying BadboyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang