TUJUH BELAS

2.7K 140 2
                                    

Terdengar suara dering ponsel yang tergeletak dimeja kerja Alena. Ternyata Mr.Lionel menghubunginya untuk mengatakan bahwa janji untuk konsultasi dipercepat hari ini karena beliau akan pergi ke Spayol selama 1 minggu.

Tugas akhir Alena hampir selesai, tinggal melakukan revisi sekali lagi sebelum menjalani sidang 2 minggu lagi. Terpaksa Alena meminta ijin pada Althaff untuk pergi ke kampusnya siang ini.

Sebagai gantinya ia akan menambah jam kerjanya tanpa meminta uang lemburan. Walau bagaimanapun grand launching pembangunan hotel di Bali akan dilaksanakan satu minggu lagi, mau tidak mau dia harus ikut berpartisipasi dalam acara besar kali ini.

Pukul 15.00 Alena sudah kembali ke kantor. Tanpa terasa sudah 3 jam lamanya ia meninggalkan kantor. Dia mengambil tumpukan map lalu meletakkan dipangkuan untuk mengkoreksi ulang laporannya. Sebisa mungkin ia harus bisa menyelesaikan semua tugasnya sebelum jam 9 malam mengingat besok pagi dia harus berangkat lebih awal untuk menemui teman teman Indonesianya.

Setelah beberapa jam berkutat dengan kertas dan keyboard, akhirnya ia bisa menyelesaikan laporannya tepat waktu.

"Huuuffttt akhirnya selesai juga." Kata Alena sambil merentangkan tangannya.

Alena melirik jam di tangan kirinya yang telah menunjukkan pukul 22.05, ia hanya terlambat 5 menit dari perkiraannya.

Alena melangkahkan kakinya yang mulai berat akibat rasa ngantuk yang makin menyerangnya. Walaupun ia sempat tertidur di dalam bus, namun tak bisa mengurangi rasa ngantuknya. Dia mempercepat langkahnya agar cepat sampai ke apartemennya.

"Help ....! help...!"

Sayup sayup Alena mendengar teriakan seseorang yang meminta tolong. Awalnya Alena tidak memperdulikan suara itu namun entah mengapa hati nuraninya tidak berkata demikian. Alena memutar tubuhnya untuk mencari asal suara itu dan akhirnya ia melihat sebuah kejadian yang harusnya tak ia lihat.

Dor

Dor

Dor

Ia melihat seorang lelaki sedang menembak pria paruh baya yang tergeletak di jalanan. Dia juga melihat beberapa lelaki bertubuh tegap yang bisa dipastikan mereka adalah gerombolannya.

Alena mengambil langkah seribu untuk meninggalkan tempat itu. Ia tak ingin menjadi korban akibat melihat tragedi berdarah itu. Alena melangkahkan kakinya dengan hati hati agar tidak mengejutkan para penjahat itu. Namun naas karena ponselnya itu berdering disaat yang tidak tepat.

Dering ponsel itu membuat para penjahat memusatkan perhatiannya pada Alena yang mulai mengambil langkah seribu. Alena membalikkan badannya untuk lari sebelum ia menjadi korban berikutnya namun sebuah tangan telah mencekal lengannya hingga dia tidak bisa lari.

Alena melawan lelaki itu dengan menghajarnya habis habisan. Ia sadar jika kondisinya saat itu sedang tidak fit jadi dia kewalahan menghadap 4 orang yang menghajarnya sekaligus.

"Ni mata ngga bisa diajak kerja sama, pake segala ngantuk lagi!" umpatnya dalam hati.

Sialnya Alena berhasil dikalahkan oleh mereka dan kini tubuhnya sudah terkunci hingga ia tidak bisa bergerak. Alena ingin berteriak namun mulutnya juga di bekap oleh tangan kekar itu. salah seorang yang dipanggil boz terlihat berjalan mendekati Alena yang meronta dengan sisa sisa tenaganya.

"Hai nona," sapa lelaki itu sambil mengangkat topinya untuk memperlihatkan wajahnya.

Tubuh Alena kaku dan matanya terbelalak saat melihat sosok lelaki yang ia benci ada dihadapannya.
"Astaga! Maliq! lo bunuh orang? Siapa sih lo sebenernya?" gumam Alena dalam hati.

Assalamualaikum My Beloved (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang