DUA PULUH TUJUH

2.4K 116 3
                                    


Jeremy sedang menunggu dengan cemas kabar dari kedua anak buahnya yang ditugaskan untuk memata matai Clarissa. Laporan terakhir dari mereka, Clarissa menangis setelah keluar dari apartemen kekasihnya setelah itu dia pergi ke apartemen Alena.

30 menit kemudian sebuah ambulance terparkir di depan apartemen Alena. Mereka terkejut saat melihat petugas medis itu memasuki apartemen Alena, mereka memilih mempelajari situasi dan tidak bertindak gegabah. Clarissa tidak tahu jika dia diikuti oleh anak buah kakaknya, akan terasa mencurigakan jika mereka tiba-tiba muncul saat itu.

Mereka berdua mengikuti Alena sampai ke UGD, mereka juga membuka telinga mereka lebar-lebar untuk mendengarkan semua percakapan Alena dan dokter. Setelah mendapat kepastian tentang kondisi Clarissa, mereka baru berani melaporkannya pada Jeremy.

"Tuan, nona Clarissa baik-baik saja. Untung saja nona Alena segera membawanya sehingga nona Clarissa tidak kehilangan banyak darah. Sekarang nona Alena sedang mengantarnya pulang ke rumah" begitulah saporan slah satu anak buah Jeremy.

"Terus awasi dan berikan laporannya setiap satu jam sekali" kata Jeremy.

Jeremy tidak mungkin memberikan kabar ini pada Maliq saat ini juga karena baru 10 jam yang lalu Maliq meninggalkan London. Dia juga tidak ingin mengganggu konsentrasi tuannya karena meeting besok pagi sangatlah penting bagi kelangsungan perusahaannya.

-----------------------------------------------------------------------------------------


"Clarissa, kau mau aku antar kemana?" tanya Alena sambil menggandeng tangannya.

Clarissa menghentikan langkahnya melemparkan sebuah pertanyaan "Apa kau bisa menemaniku?" tanya Clarissa sambil menatap mata Alena.

"Temani ke mana? Kapan?" tanya Alena penasaran.

"Berjanjilah padaku, kau akan menemaniku kemanapun aku pergi sekarang?" pinta Clarissa sambil menggenggam tangan Alena.

"Waduh ni anak ngapa ya? Kok gue jadi horror gini. Gue iyain aja deh, daripada ni anak bunuh diri lagi. Bisa kelar hidup gue kalo kakaknya sampe tau adeknya mati gara-gara gue!" gumam Alena dalam hati.

Senyum Clarissa yang manis mulai menghiasi wajah yang sempat murung setelah Alena menganggukkan kepalanya sebagai tanda persetujuan. Alena pulang ke rumahnya untuk membawa beberapa baju dan perlengkapannya. Tak lupa dia membawa bumbu nasi goreng dan penyedap rasa sebagai antisipasi jika dia tidak bisa menemukan makanan hallal.

"Alena!" kata Clarissa sambil melemparkan kunci mobilnya.

"Hei aku tidak bisa, SIM Internasionalku mati. Aku tidak ingin berurusan dengan polisi!" kata Alena menolak.

"Kau kira aku bisa menyetir dengan tanganku yang seperti ini?" tanya Clarissa menghardik.

Akhirnya Alena menuruti keinginan Clarissa yang emosinya sedang tidak stabil. Clarissa tidak menyebutkan tujuan dari perjalanan mereka. Ia hanya memberikan perintah untuk belok ke kanan, belok ke kiri, lurus ke depan hingga akhirnya mereka sampai di sebuah rumah mungil yang terletak di pinggir sungai.

Malam itu Alena tidak bisa melihat pemandangan disekitarnya namun dia bisa melihat rumah penduduk yang ia lewati lebih mirip sebuah pedesaan. Jujur saja selama ia tinggal di London, belum pernah dia melangkahkan kakinya ke tepian kota. Alena melihat rumah yang terbuat dari kayu yang suasananya sangat hangat. Suasana itu mengingatkannya akan tempat tinggalnya di Yogyakarta.

 Suasana itu mengingatkannya akan tempat tinggalnya di Yogyakarta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Assalamualaikum My Beloved (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang