3 part menuju ending, ceritanya agak panjang. Maaf ya bacanya agak banyakan dikit hehehe
==========================================================================
Alena's POV
Sinar mentari mulai menyengat wajahnya yang terlihat letih. Terang saja letih, karena dia baru bisa menutup matanya pukul 4. Maliq benar-benar tak memberinya ampun hingga membuat seluruh tubuhnya remuk. Alena merasakan sakit dan perih di sekujur tubuhnya.
Alena belum mau membuka matanya karena bisa dipastikan jika keadaan kamar ini sangat berantakan. Bahkan bulu kuduknya ikut merinding membayangkan kejadian semalam. Kasar, brutal, liar dan entah kata apa lagi yang tepat untuk menggambarkan kejadian semalam.
Sudah beberapa menit semenjak kesadarannya pulih, Alena masih belum berani membuka matanya. Terdengar sebuah ketukan pintu yang bersahutan dengan suara Bella. Rasanya Alena ingin menenggelamkan tubuhnya kedalam selimut hingga tak ada satu orangpun yang menyadarinya.
Bahkan hingga pintu itu terbuka, Alena masih enggan mengeluarkan suaranya. Padahal Bella berkali-kali memanggil namanya.
"Nyonya jawab saya. Saya tahu nyonya sudah bangun." kata Bella dengan sopan.
Alena masih tak mengeluarkan suaranya sedikitpun.
"Nyonya, tuan berpesan jika anda tidak bangun maka tuan yang akan membangunkan anda sendiri!"
Akhirnya, Alena menurunkan sedikit selimut yang menutupi wajahnya untuk mengintip keadaan kamarnya. Ternyata apa yang ia bayangkan sungguh terjadi. Alena melihat sobekan piyamanya berserakan bersamaan dengan gelas, vas bunga dan barang-barang lain tergeletak dilantai.
"Bella, bisa kau ambilkan aku bathrobe?" pinta Alena dari balik selimut.
Beberapa saat kemudian Bella menyelipkan bathrobe kedalam selimutnya. Alena memakainya dengan pelan-pelan karena punggungnya terasa nyeri saat ia mengangkat badannya.
"Bella, tolong bantu aku ke kamar mandi." pinta Alena dengan suara lirih.
Alena berjalan dengan tertatih di pelukan Bella. Rasa sakit di pangkal pahanya membuatnya sulit untuk berjalan. Maliq benar-benar menepati janjinya, janji untuk tidak bisa membuatnya berjalan tegap pagi ini.
"Bella aku bisa sendiri, keluarlah." kata Alena.
"Tapi ......" kata Bella khawatir.
"Tenanglah, aku ngga papa. Kamu beresin aja kamar ini." perintah Alena sebelum menutup pintu kamar mandinya.
Alena melihat wajahnya yang kacau. Bercak merah keunguan di leher, dada, perut dan pahanya, terlihat jelas di kulitnya yang putih. Bulir air matanya mengalir begitu saja tanpa dikomando saat melihat pantulan dirinya di kaca.
Alena jatuh terduduk dan menangis sambil memeluk lututnya "Ya Allah, kuatkan hambamu ini. Jadikanlah tangisku sebagai bahagiaku kelak. Amiin!"
Bella's POV
Bella mengetuk pintu besar berwarna coklat itu dengan ragu-ragu. "Nyonya ... Nyonya Alena .... Apa anda mendengar saya?"
Belum ada jawaban dari dalam kamar itu "Nyonya .... Maaf, apa saya boleh masuk?"
Bella memberanikan diri untuk membuka pintu itu karena perintah dari tuannya untuk memeriksa keadaan istrinya.
Bella bisa menyimpulkan kekacauan yang terjadi semalam hanya dengan melihat keadaan kamar itu. BERANTAKAN! Satu kata yang bisa Bella ucapkan.
Bagaimana tidak! sobekan piyama, pakaian dan underwear tersebar di lantai bersamaan dengan pecahan gelas dan vas bunga. Kursi dan meja bahkan tidak berada di tempat yang seharusnya. Terlebih lagi, ia melihat majikannya tertutup selimut hingga tak menampakkan sedikitpun anggota tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Assalamualaikum My Beloved (Revisi)
Romantizm"Don't touch me! we're not muhrim!" bentak Alena. "Oke, I'll get you my muhrim!" kata Maliq dengan tegas. Awalnya Maliq menyukai Alena karena karakternya yang berbeda namun seiring dengan penolakan yang Alena tunjukkan membuat Maliq terobsesi untu...