Haaiiii
Akhirnya bisa upload juga setelah nyelesaiin kerjaan kantor yang numpuk.
Emang udah jadi resiko kerja pas tanggal merah #tepokjidat
Happpppyyyy reading ya
=========================================================
Setelah Maliq dan Atlhaff saling mendaratkan kepalan tangan diwajah dan perut, mereka duduk di anak tangga yang terletak didepan rumah Althaff sambil mengatur nafas masing-masing. Mata bengkak, darah disudut bibir dan pipi yang bengkak menghiasi wajah tampan mereka berdua.
Mereka berdua terlihat kelelahan, sepertinya olahraga kali ini berhasil membakar lemak ditubuh mereka. Sudah lama sekali Althaff tidak pernah menghajar orang. Terakhir kali dia melakukannya karena si brengsek yang ada disampingnya ini telah berani membawa pergi calon istrinya. Althaff akan selalu menyimpan kejadian itu dalam memorinya.
"Kenapa kau senang sekali merebut apa yang menjadi milikku? Apa itu memang sudah sifatmu!" tanya Maliq ketus.
"Heeyyy jaga mulutmu brengsek! siapa yang merebut milikmu!" pekik Althaff.
Maliq tertawa dengan keras "Apakah kau tidak sadar jika dulu kau sudah merebut Felice dariku, sekarang kau mengulangi kejadian itu dengan mendekati Alena!" bentak Maliq.
Sekarang gantian Althaff yang tertawa dengan keras. "Memang salahku jika Alena dekat denganku. Dia bilang kalau dia nyaman berada disampingku." Kata Althaff memancing amarah Maliq.
"Ingat batasanmu Althaff! kalau bukan karena janji yang telah aku buat waktu itu, aku tak akan sudi melihat wajahmu itu!" kata Maliq sambil mengacungkan jarinya ke depan wajah tampan Althaff.
Maliq merapihkan jasnya lalu meninggalkan Althaff yang masih duduk disana. Sebelum masuk kedalam mobilnya, Maliq sempat melontarkan sebuah tantangan yang sukses mumbuat Althaff mengepalkan tangannya.
"Kita lihat saja, siapa yang akan mendapatkan Alena. Kau atau AKU!" Maliq menekankan kata terakhirnya.
Setelah Althaff melihat Maliq keluar dari pagar rumahnya, dia segera berlari untuk menemui putri kecilnya. Florence pasti sedang menunggunya ditempat tidur untuk membacakan sebuh cerita. Dan benar saja, saat Althaff masuk Florence langsung memeluk ayahnya dan meminta gendong pada hot daddy itu.
Althaff duduk disamping putrinya sambil membacakan sebuah cerita. Sudah menjadi rutinitas sehari-harinya untuk membacakan cerita pengantar tidur untuk putri kecilnya. Bahkan jika ia sedang diluar kota bahkan diluar negri sekalipun, ia tidak pernah absen untuk membacakan cerita untuk Florence.
Althaff memandangi foto dirinya dengan mendiang istrinya yang tergeletak dimeja itu.
"Lihat sayang, sahabatmu itu tidak pernah berubah. Dia masih membenciku sama seperti 5 tahun yang lalu. Jika bukan karena permintaan terakhirmu itu, aku sudah membawa Florence pergi jauh dari tempat ini." ucap Althaff sambil mengelus wajah mendiang istrinya.
Maliq's POV
Maliq tidak langsung pulang ke rumahnya. Ia meminta Jeremy untuk memutar mobilnya ke arah rumah Alena. Entah apa yang terjadi pada dirinya saat itu, dipikiranny hanya ada wajah Alena seorang. Kini dia telah sampai didepan apartemen Alena namun ia tak kunjung keluar dari mobilnya. Dia hanya mendongak memandang jendela kamar Alena dari dalam mobilnya.
Melihat wajah suram majikannya, Jeremypun mengunci bibirnya rapat-rapat. Dia tak ingin menjadi sasaran kemarahan tuannya seperti Althaff. Sesekali Jeremy melirik tuannya dari kaca spion, sudah 20 berlalu namun tak ada niatan tuannya untuk merubah posisi itu.
Sesekali, Jeremy menangkap tuannya sedang menghela napas pelan. Suara itu seperti helaan keputusasaan. Jeremy berdoa semoga tak akan ada lagi korban hari ini. Cukup Althaff saja yang menjadi sasaran amukannya.
Saat berhenti dilampu merah, Maliq menangkap sosok wanita yang sangat ia kenal.
"Berhenti Jeremy. Putar balik ke cafe itu." perintah Maiq sembari menunjuk cafe yang ada di seberang jalan.
Alena terlihat duduk di sebuah cafe bersama kedua sahabatnya yaitu Amanda dan Abigail. Nampaknya kedua temannya itu membawa pasangannya masing-masing. Lelaki dengan kaos putih itu merangkul pundak Amanda dengan santainya sedangkan yang lelaki yang satunya memeluk pinggang Abigail dengan sangat romantis. Sungguh pemandangan yang menyesakkan baginya. Andai saja ia ada disana sudah pasti ia akan melingkarkan tangannya ke pinggang Alena.
Ingin rasanya Maliq keluar dari mobilnya lalu memeluk tubuh Alena untuk meredakan sakit dihatinya. Saat ini bukan hanya badannya saja yang merasakan sakit, pun hatinya ikut meringis karena luka itu tidak bisa sembuh walaupun sudah 5 tahun lamanya.
Selama 1 jam ini Maliq hanya melihat meja yang Alena tempati. Jeremy tidak berani mengganggu bosnya mengingat pertengkarannya dengan Althaff tadi berhasil membuat wajah tampannya babak belur.
"Ayo kita pulang Jeremy." perintah Maliq.
"Baik tuan." jawab Jeremy singkat.
Jeremy tak bisa membaca pikiran Maliq saat itu. Baru kali ini ia melihat majikannya diam galau seperti anak remaja yang sedang patah hati. Bagi Jeremy, lebih baik melihat tuannya mengamuk daripada diam seperti ini. Setidaknya jika tuannya mengamuk, dia masih bisa membaca ekspresi dan rencana yang tersembunyi dibalik kekacauan yang ia buat. Namun Jeremy merasa kesulitan jika Maliq diam seperti ini. Ia tak bisa membaca raut wajah ataupun emosi yang terpendam dalam hatinya.
Sesampainya dirumah, Maliq menghempaskan tubuhnya ke sofa yang ada diruang tamu. Jeremy segera berlari ke dapur untuk mengambil kotak P3K dan sekantong es. Maliq terlihat sedang memijat keningnya yang mulai pusing.
"Maliq, apa yang terjadi padamu?" tanya Clarissa khawatir.
Clarissa mendudukkan dirinya disamping sepupu yang sudah ia anggap seperti kakan kandungnya. Dia mengambil kotak obat yang Jeremy pegang lalu mengoleskan obat disetiap luka Maliq.
"Kau masih tidak mau cerita padaku? Apa kau akan selamanya menganggapku anak kecil Maliq?" tanya Clarissa.
"Maaf tapi memang kau masih kecil untuk terlibat dalam masalahku," jawab Maliq dengan halus.
"Jangan anggap aku kecil Maliq, kecil kecil gini aku juga bisa bikin anak kecil." canda Clarissa.
Maliq menggenggam tangan Clarissa dan menatapnya dengan tatapan marah. "Jaga ucapanmu itu adik kecilku. Aku akan membunuh lelaki yang berani menyentuhmu tanpa ijinku!".
Clarissa memukul kepala Maliq sampai ia meringis kesakitan. "Rasakan kau Maliq. Itu akibatnya jika kau menggodaku!" ancam Clarissa sambil berlari menaiki anak tangga.
Clarissa memeluk lututnya sesampainya di kamar. Ia menganggap ocehan Maliq sebagai ancaman karena pada kenyataannya ia mempunyai kekasih. Clarissa enggan mengungkapkan jati diri kekasihnya karena dia tahu jika Maliq tak akan menyetujui hubungannya.
"Maafkan aku Maliq. Aku sudah membohongimu!" ucap Clarissa lirih.
.
.
.
.
Akhirnya bisa bilang next--->>
Post - 3 Januari 2019
Revisi - 21 Juni 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Assalamualaikum My Beloved (Revisi)
Romance"Don't touch me! we're not muhrim!" bentak Alena. "Oke, I'll get you my muhrim!" kata Maliq dengan tegas. Awalnya Maliq menyukai Alena karena karakternya yang berbeda namun seiring dengan penolakan yang Alena tunjukkan membuat Maliq terobsesi untu...