Tias turun dari taksi, akhirnya ia sampai di tempat tujuan. Ke dua tangannya penuh dengan plastik barang yang tadi ia belanjakan. Tampaknya Tias sangat kerepotan dengan belanjaannya yang terlalu banyak.
Tias memicingkan matanya ke arah rumah Ali. Begitu ramai keadaan di sana, sebenarnya ada apa itu? Apakah Ali sedang membuat acara? Bukankah dia kini sedang sakit?
Banyak sekali pertanyaan berkecambuk di pikiran Tias. Terlebih lagi ketika dia melihat percakapan Sinta dengan Ali tadi di Watshap.
Dia merasa sangat bersalah dengan pria itu, ternyata Ali terkena infeksi di kakinya karena ia memijak paku pada saat Ali membelikan Tias minyak angin beberapa hari yang lalu.
Tias tersadar, dirinya masih menatap bingung ke arah rumah Ali. Dia pun melanjutkan langkahnya untuk menjenguk Ali dan meminta maaf ke pada pria itu.
Kini Tias berada tepat di depan teras rumah besar ini, terlihat begitu jelas banyak orang yang menjatuhkan air matanya. Tias masih tak mengerti, sebenarnya ada apa ini.
Dia pun memberanikan diri untuk bertanya kepada salah satu orang yang ada di sana.
"Maaf pak ada apa yah?" Tanyanya sopan.
"Kamu teman sekolahnya Ali?" Bukannya menjawab, pria paru baya itu malah bertanya balik.
Tias hanya mengangguk, kemudian dia kembali bertanya lagi. "Ada apa yah pak?."
"Ali teman kamu sudah meninggal." Lirih pria itu, kemudian tak kuasa menahan bendungan yang sedari tadi ia tahan.
Ntah tak mendengarnya dengan jelas, Tiaspun kembali bertanya, namun kali ini di ikuti dengan pelupuk mata yang sudah di penuh dengan air mata dan siap untuk terjatuh deras di pipi.
" Ada apa pak?." Tanyanya dengan nada yang mulai melemah.
"Iya nak, Ali tadi pagi mengembuskan napas terakhirnya." Jawabnya masih di iringi tangisan yang kali ini lebih deras.
Belanjaan yang ada di tangan Tias terlepas seketika dan berserak begitu saja di lantai. Bahkan ke dua kakinya pun tak kuat lagi menopang tubuhnya.
Dia terjatuh dan terduduk lemah di lantai rumah Ali. Rasa sesal dan benci kini merutuki dirinya sendiri, dia sangat benci pada sikapnya selama ini.
Pria yang tadi berbicara dengan Tias, mencoba membangunkan tubuhnya dan memopong Tias untuk masuk ke dalam rumah.
Dia melihat langsung apa yang ada di depannya kini, tubuh Ali yang tergeletak kaku menambah kesedihan gadis itu.
"Ali." Lirih Tias melihat jasad yang sudah terbujur kaku.
Rasanya ia tak percaya dengan apa yang ia lihat di depannya kini. Dengan tangan bergemetar Tias perlahan membuka kain penutup di wajah.
Dia semakin tak berdaya ketika melihat wajah pucat Ali, bahkan air matanya saja pun tak sanggup lagi untuk keluar. Mulutnya begitu keluh, tangannya sangat dingin dan hati Tias begitu amat benci pada dirinya sendiri.
Tias menjerit, tak tahan lagi untuk menahan sesak di dadanya. Dia memanggil manggil nama pria itu, berharap Ali bisa bangun dan kembali menganggu hidupnya.
"Ali....." Jerit Tias yang di barengi dengan tangan yang menggoyang goyangkan jasad Ali.
"Ali bangun Ali. Gue kangen di gangguin sama lo lagi, please bangun Li." Lirihnya kepada jasad tersebut.
Seorang pria menghampiri Tias yang masih saja memeluk tubuh Ali. Pria itu mencoba membangunkan Tias.
"Nak sudah jangan di ratapi, Ali sudah tenang di sana. Sekarang tugas kamu doain dia. Sudah ayo bangun karena kami akan memandikannya." Bujuk pria itu yang berusaha melepaskan pelukan Tias.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Trip My Future ✓ [REVISI]
Teen FictionBukan sebuah cerita cinta antara sang bad boy dengan nerd girl, ini adalah kisah seorang gadis yang kehilangan hidupnya sejak ia di tinggal oleh seseorang, sampai pada akhirnya gadis ini pun bertemu dengan pria yang dapat mengembalikan kehidupannya...