Zidan pun hanya menunggu saja apa maksud dari sang papa menariknya begini. Tak lama, Eko pun mengeluarkan ponsel yang ada di saku celananya. Ia mulai mengotak-atik benda persegi tersebut.
Karena merasa tak sabar akhirnya Zidan membuka suara. "Pa? Ada apa?"
"Kamu masih ada nomor bunda atau papanya Tias?" Balas Eko masih fokus pada layar hitam di genggamannya.
"Masih, emang untuk apa?"
"Sini buruan."
Zidan mengambil ponselnya lalu memberikan nomor bunda Tias kepada sang papa. Setelah menyalin nomor tersebut, Eko pun langsung menempelkan ponselnya ke telinga.
Halo
Iya, maaf dengan siapa ya?
Saya papanya Ali
Pak Eko? Ada yang bisa saya bantu pak?
Ali saat ini sedang dalam masa kritis, jadi tolong anak ibu yang bernama Tias di jaga. Soalnya tadi dia sempat menganggu sewaktu dokter nangani Ali. Dan tolong jangan biarkan anak ibu ketemu dengan Ali lagi, karena itu akan menimbulkan masalah bagi anak saya
Eko memutuskan sambungan telponnya. Sementara Zidan yang sedari tadi diam akhirnya meminta penjelasan.
"Maksud papa ngomong kaya tadi apa?!"
"Saya engga suka Ali ketemu sama cewek yang tak punya malu kaya dia."
Zidan semakin tak mengerti, apa maksud dari perkataan sang papa ini. "Maksudnya?"
"Dia kan yang buat Ali sampai kaya begini? Karena dia Ali jadi seperti ini!" Jelas Eko, kemudian melangkah pergi meninggalkan Zidan yang masih mencerna semua penuturan papanya.
"Pa, tapi papa engga tau kan, kalau...." Zidan terdiam ketika mendapat tamparan dari papanya.
"Diam kamu! Ini urusan saya, jadi jangan ikut campur." Tukas Eko dengan rahang yang mengeras. Kemudian berjalan menuju lift.
Zidan hanya bisa menatap punggung sang papa, sambil terus memegangi bekas tamparan yang masih terasa perih. Pria itu tiba-tiba ingin menyusul papanya, namun langkahnya berbalik karena teringat akan Tias yang masih menunggu di depan ruang ICU.
Zidan pun buru-buru berjalan menghampiri gadis itu. Ia berusaha bersikap seperti biasa.
"Zidan." Panggil Tias cepat ketika melihat tubuh Zidan mendekatinya.
"Iya?"
"Apa kata om Eko? Ali engga apa-apa kan?"
Tak ada jawaban dari Zidan, tampaknya pria itu masih teringat akan semua perkataan sang papa beberapa menit yang lalu.
"Zidan."
"Eh, kenapa?" Ucapannya tersadar. Ia tiba-tiba menjadi kikuk dan bingung bagaimana caranya dia menjelaskan kepada gadis itu.
"Gimana kondisi Ali?" Ulang Tias kedua kalinya.
"Hmmm, kata papa Ali udah sadar."
"Beneran? Jadi gue boleh masuk ke dalam sekarang?" Penjelasan Zidan itu membuat semangat Tias mencul kembali.
"Eh tapi sekarang dia lagi istirahat, engga boleh di ganggu dulu." Zidan lagi-lagi terpaksa berbohong akan hal ini. Karena jika ia berkata jujur pasti akan membuat Tias menjadi sangat sedih. Dan Zidan tak suka melihat sahabatnya itu menjadi murung apa lagi sampai meneteskan air mata.
"Yah, jadi kapan gue boleh ketemu?" Senyum di wajah Tias hilang seketika.
"Nanti kalau udah bangun gue kasih tau, sekarang lo istirahat juga ya? Kan kondisi lo sendiri belum pulih sepenuhnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Trip My Future ✓ [REVISI]
JugendliteraturBukan sebuah cerita cinta antara sang bad boy dengan nerd girl, ini adalah kisah seorang gadis yang kehilangan hidupnya sejak ia di tinggal oleh seseorang, sampai pada akhirnya gadis ini pun bertemu dengan pria yang dapat mengembalikan kehidupannya...