28. Pengungkapan

345 33 11
                                    


Pagi yang cerah ini di temani oleh birunya langit dengan perpaduan sinar mentari yang ikut mengiringi senyuman sang alam yang terlihat sangat indah.

Seperti pagi biasanya seorang pria sudah siap dengan seragam sekolah. Ia duduk mengambil posisi berhadapan dengan sang adik yang sedari tadi sibuk mengunyah selembar roti.

"Pagi ma-pa."

"Pagi juga." Balas mama dan papanya bersamaan.

Kemudian tangan Ali langsung menyambar tiga lembar roti dan menumpuknya menjadi satu. Lalu ia memasukkan semua lembaran roti itu ke dalam mulutnya hingga menjadi sangat penuh.

"Pelan-pelan sayang makannya." cerca sang mama mengingatkan Ali.

Gebruak....

Tiba tiba terdengar suara pukulan keras. Semuanya sontak melihat ke sumber suara. Ternyata yang membuat gebrakan tersebut adalah Zidan.

Pria itu dengan sengaja memukulkan tangannya di atas meja karena muak dengan tingkah laku Ali yang menurutnya hanya untuk mencari perhatian mama.

Zidan berdiri, kemudian matanya manatap nanar ke arah Ali yang saat itu masih berusaha mengunyah roti yang ada di mulutnya. Setelah puas memberikan tatapan membunuh, pria itu akhirnya pergi meninggalkan meja makan. Ia tak memperdulikan kedua orang tuanya yang akan marah karena dirinya sudah membuat kekacauan di pagi hari.

"Eh dek tunggu." ucap Ali susah payah karena mulutnya yang masih penuh.

Ia menelan makanannya terlebih dahulu dan meminum sedikit susu yang sudah tersedia kemudian pria itu berpamitan untuk mengejar Zidan.
"Ma-pa abang Ali permisi dulu ya ada urusan mendadak." Ia langsung pergi mengejar Zidan yang terus melangkah menaiki anak tangga.

"Dek.." panggilnya sedikit berteriak.

Akhirnya ia dapat mengejar Zidan. Ali menahan pria yang tubuhnya lebih besar dari pada dirinya. "Tunggu." ia mengatur napasnya terlebih dahulu.

"Gue mau ngomong serius sama lu dek." Ujarnya sangat serius, bahkan wajah pria konyol ini berubah menjadi lebih dewasa karena keseriusannya itu.

"Gue bukan adik lo!" cekal Zidan tak sudi di panggil adik oleh pria itu.

Ali hanya mengangguk, kemudian ia mengajak Zidan ke taman belakang rumah mereka karena di rasanya masih ada waktu beberapa menit sebelum berangkat sekolah.

Tak ada siapapun kecuali mereka berdua dan bunga-bunga yang kini tengah tumbuh mekar.

Ali mengambil duduk di ayunan pojok kanan. Ia langsung membuka percakapan. "Tolong lo jawab jujur."

Pria yang berdiri di hadapannya itu hanya menganggukan kepala beberapa kali.

"Perasaan lo sama Tias sekarang gimana?" tembaknya langsung tanpa basa basi lagi.

Untuk beberapa detik tak ada jawaban dari Zidan. Tapi ketika Ali ingin membuka suara dengan cepat Zidan memotongnya.

"Rasa gue sama dia cuma sebatas teman sewaktu kecil. Kenapa, lo mau ambil dia? Ambil aja." Jelas Zidan santai tanpa sedikit beban pun di mulutnya.

Ali mengangguk-ngangguk. "Jadi.."

Zidan lagi-lagi memotong omongan Ali, ia seperti tak memberi celah untuk pria itu kembali membuka suara.

"Tapi gue tetap bakal jadi pahlawan dia. Jadi kalau ada apa-apa sama dia, lo orang pertama yang bakal gue BUNUH." tegasnya memberikan peringatan keras agar Ali dapat menjaga Tias dengan benar.

"Siap. Tapi gue butuh bantuan lo saat ini."

Zidan yang tadinya hendak melangkah pergi akhirnya terhenti ketika Ali kembali berbicara. Pria itu kemudian berbalik menatap Ali dan menaikan kedua alisnya.

My Trip My Future ✓ [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang