33. Kenapa Kita Tak Di ijinkan Bertemu?

328 20 8
                                    

Sinta berjalan mendekati orang itu untuk memastikan lagi. Ternyata benar, pria yang sedang terbaring lemah tak berdaya itu adalah Ali. Kondisinya sangat memprihatinkan, hampir di setiap bagian tubuhnya terpasang alat-alat medis.

Ali tak sadarkan diri, bahkan ketampanannya tertutupi dengan muka pucat yang tampak jelas menghiasi seluruh wajahnya. Sinta memperhatikan dengan lekat kondisi Ali. Di benaknya terbesit rasa ibah, namun mengingat perbuatan Ali kepada sahabatnya dulu membuat gadis itu menjadi tak perduli.

Dengan cepat Sinta memalingkan wajahnya, berusaha tegar dan menutup mulutnya rapat-rapat. Kemudian ia melanjutkan langkah kakinya untuk keluar dari ruangan ICU seolah tak ada apapun.

Tak berapa lama, beberapa perawat datang menghampiri Ali. Tiba-tiba kondisi pria itu sangat drop, denyut nadinya pun sangat lemah. Sehingga perawat langsung mengambil penanganan.

Bersamaan dengan itu, Tias di bawa dengan kursi roda untuk di pindahkan ke ruangan. Gadis itu sempat bertanya kepada perawat yang mendorong kursi rodanya.

"Sus itu sakit apa ya? Kok keliatan parah banget gitu." Tunjuk Tias ke arah tempat di mana Ali berada.

Mata sang perawat mengikuti kemana arah jari Tias menunjuk, ia melihat sambil terus mendorong kursi roda Tias. "Saya juga kurang tau, soal pasien yang itu, sepertinya pasien itu baru saja masuk ruangan ICU."

Tias hanya mengangguk-anggukan kepalanya beberapa kali, dan kembali fokus ke depan. Astrid yang mengikuti Tias dari belakang seolah tak perduli dengan kerumunan perawat itu, mungkin saat ini ia masih sibuk bersyukur karena putrinya dapat pulih kembali.

Setelah beberapa kali di Defibrilator (alat pacu jantung) oleh dokter akhirnya detak jantung pria iti dapat kembali normal. Perawat beserta dokter sedikit bernapas lega.

"Suster tolong hubungi keluarganya, kita harus mengambil tindakan secepat mungkin, karena sepertinya ada gumpalan darah yang membeku di dalam." Dokter itu meletakkan alat Defibrilator di samping lalu mengambil stetoskop untuk memeriksa keadaan Ali lagi.

"Baik dok."

Di sisi lain Tias yang baru saja di pindahkan ke ruangan biasa merasa ada yang mengganjal di pikirannya. Ia tak mengerti hal apa yang tiba-tiba membuat pikirannya menjadi kacau begini.

"Bunda." Panggil Tias tak ingin mengejutkan bundanya yang tengah fokus melihat ke Televisi di depannya.

Astrid menoleh ke arah putrinya. "Kenapa sayang, kamu haus?"

Tias menggelengkan kepala, lalu ia mencoba duduk.

"Eh udah kamu mau apa biar bunda ambilkan. Kamu jangan banyak bergerak dulu sayang, kondisi kamu belum begitu stabil." Omel Astrid sembari membantu sang anak.

"Tias cuma pengen cerita bunda."

"Ohh... Bunda kira kamu mau kabur dari rumah sakit." Ucap Astrid bercanda.

Tias mencubit lengan bundanya kesal, bibirnya pun terlihat maju beberapa senti.

"Anak bunda mau cerita apa?" Tangannya menyentuh lembut dagu Tias.

"Menurut bunda Ali orang nya gimana?"

Astrid tak langsung menjawab, ia terlihat membayangkan pria itu terlebih dahulu. "Hmmm menurut bunda sih baik, tapi....."

Tias legah mendengar pendapat bundanya akan Ali, namun yang membuatnya penasaran kenapa sang bunda seperti meragukan pernyataan nya lagi.

"Tapi apa bun?" tanya Tias penasaran.

"Tapi...."

Tias fokus mendengarkan kelanjutan dari omongan sang bunda.

"Tapi kenapa anak bunda jadi nanya-nanya tentang dia ya. Kamu suka sama Ali ya?"

My Trip My Future ✓ [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang