41. Menyelesaikan Atau Menambah Masalah?

321 14 8
                                    

Semilir angin sore menembus tubuh kekar Zidan. Kicauan burung-burung di taman menjadi musik di telinga pria itu. Ia mengela napasnya panjang, menikmati sore terakhirnya di Indonesia.

Ntah apa yang di liat Zidan pada taman itu, pasalnya di sana tak ada yang terlalu menarik hati. Hanya ada beberapa rerumputan yang terlihat sudah mulai panjang. Namun pria itu bisa berdiam diri selama beberapa jam di sana tanpa melakukan apapun.

Tiba-tiba segaris senyum terlukis jelas di wajah tampannya. Ia salah satu menatap sudut taman di mana ada sebuah kolam ikan yang sudah terlihat tak terurus. Pandangannya tak lepas dari kolam itu, senyum di bibirnya pun semakin mengembang.

Hingga pada akhirnya suara klekson mobil terdengar mengagetkan Zidan. Pria itu sontak mengusap wajahnya agar kembali ke dunia nyata. Ia pun menoleh ke sumber suara.

"Dek maaf itu mobil kamu?" ujar seorang pria yang tak di kenal menunjuk ke arah mobil yang sudah di tarik dengan mobil derek.

Bola mata Zidan berputar mengikuti arah tangan pria itu.

Zidan melotot sembari memukul keningnya. Ia melihat mobil miliknya sudah di tarik oleh mobil derek milik dinas perhubungan.

"Astaga gue tadi engga liat tanda itu..." Ternyata Zidan tak membaca rambu di larang parkir di area tersebut.

Zidan pun menoleh ke arah pria yang tadi memberi taunya. Ia menyatukan kedua telapak tangannya pertanda terimakasih. Setelah itu dengan cepat ia menyambar kunci mobil yang tergeletak di bangku taman tempat dirinya duduk.

Zidan berlari mengejar mobilnya yang sudah di derek sambil terus berteriak, "pak mobil saya..." ia memberikan lambaian tangan berharap mobil derek tersebut bisa berhenti.

Namun setelah cukup jauh berlari, akhirnya pria itu menyerah. Napasnya sudah tak sanggup untuk terus mengejar.
Ia berhenti dan mencoba mengatur napasnya.

"Sial..." Ujarnya merutuki diri sendiri.

Setelah napasnya mulai teratur barulah pria itu tersadar, "ah bego banget ngapain gue kejar-kejar tuh mobil. Kan bisa langsung ambil mobilnya di kantor Dishub..." Entah apa yang sedang di pikirkan pria itu sampai-sampai otaknya tak berfungsi dengan baik.

Setelah puas mengambil oksigen, barulah Zidan memesan ojek online untuk pergi ke kantor Dinas perhubungan dan menebus mobilnya yang tadi di derek.

***

Tias merasa penat setelah berkeliling di jalanan kota Jakarta. Ia merebahkan tubuhnya sejenak di atas sofa ruang keluarga. Meregangkan otot-otot yang terasa kaku akibat kemacetan di kota metropolitan ini.

"Jadi dari beberapa sekolah tadi, kamu mau pindah ke sekolah mana?" Astrid berjalan dan mengambil posisi tepat di samping sang anak.

Tias sibuk mengotak-atik ponselnya.

"Sayang... Bunda nanya kok di angguri."

"Iya sebentar bunda," balas gadis itu tanpa menoleh sedikit pun.

Karena merasa tak di hargai, Astrid pun mengambil benda persegi di tangan Tias, "dengerin bunda engga?"

"Eh iya itu bunda Tias lagi cari-cari sekolahan yang bagus di Bandung," jelas Tias berusaha merebut kembali ponsel miliknya.

"Apa? Kamu mau pindah sekolah ke Bandung?"

Gadis itu membalasnya dengan anggukan santai dan kembali fokus memainkan jari-jarinya pada layar hitam itu.

"Jauh banget nak, kenapa engga di sini aja? Jakarta juga banyak sekolah-sekolah bagus."

"Tunggu bunda..." Tias mengacukan telapak tangannya, setelah beberapa detik, "nah ini bun, kayanya bagus... Riwayat sekolahnya Tias baca juga bagus, akreditasinya A dan yang terpenting ada ekstrakurikuler menggambarnya..." dengan penuh semangat Tias mengoceh dan menunjukan sekolahan yang sedari tadi ia cari-cari.

My Trip My Future ✓ [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang