39. Inikah Awal Kisah Kita?

337 17 19
                                    

Setelah perbincangan serius antara Eko dan Zidan di taman tadi, mereka pun langsung bergegas kembali ke ruang dimana tempat Ali di rawat. Di sepanjang perjalanan menuju ruang Melati 2 itu mereka sedikit berbicara ringan prihal pendidikan Zidan di AS.

"Gimana sekolah kamu lancar?"

"Iya gitulah pa."

"Option nya cuma lancar atau tidak, engga ada ya gitulah pa." Sindir Eko sembari terus berjalan.

Zidan pun menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Hehehe."

"Jadi kapan balik ke sana lagi? Sudah terlalu lama loh kamu liburan di Indonesia, nanti kalau kamu ketinggalan banyak pelajaran gimana?"

"Iya pa, rencananya senin depan Zidan balik ke AS lagi."

Akhirnya mereka sampai pada ruang Melati 2. Zidan pun sedikit bernapas legah, pasalnya ia sangat takut jika sang papa bertanya lebih jauh prihal pendidikannya.

Eko membuka pintu kamar dengan hati-hati, karena ia tak ingin membuat Ali terkejut. Eko sedikit melirik ke arah Ali, kemudian berjalan masuk.

"Ini papa beli Pai untuk kamu."

"Iya pa, taruh aja di meja." Balas Ali masih terlihat tak bersemangat.

Eko pun menatap Zidan, mereka berdua saling bertukar pikiran lewat tatapan. Zidan pun sedikit berbisik, sambil memainkan mimik wajahnya agar sang papa mengerti. "Udah pa jelasin aja."

Eko menganggukan kepalanya, kemudian mempersiapkan diri untuk berbicara kepada Ali. Entah apa yang membuat Eko menjadi sangat gugup, sehingga ia harus menghela napasnya untuk beberapa kali. Sementara Zidan hanya memperhatikan papanya sambil sesekali terkiki geli melihat tingkah sang papa.

"Nak.." Panggil Eko memulai pembicaraan.

Ali pun melihat kearah Eko, kemudian kembali sibuk menatap ke luar jendela.

"Gimana kondisi mu? Udah baikan?"

"Alhamdulillah, pa udah mendingan." Balas Ali acuh tak acuh.

Eko kembali melihat ke arah Zidan. "Udah langsung aja." Bisik pria itu memberikan masukan.

"Papa minta maaf ya."

Ali yang mendengar kalimat itu pun dibuat tak mengerti. Ia menolehkan wajahnya dan bertanya. "Minta maaf untuk apa pa?"

"Saya udah salah paham akan Tias." Kali ini Eko menundukkan pandangannya ke lantai.

"Ohh.. enggak apa-apa pa, Ali juga udah lupain dia. Mungkin kita di takdir hanya sekedar untuk saling mencintai, tidak memiliki."

Penuturan pria itu berhasil membuat rasa bersalah Eko semakin menjadi-jadi. "Papa ngijin kalian untuk bertemu lagi, dan saya tidak akan mencapuri urusan kalian berdua lagi. Jika itu yang terbaik untuk kamu, saya akan mendukungnya."

Semangat Ali seolah kembali. Tatapan matanya pun berubah menjadi berbinar-binar. Harapan yang sudah hancur itu tampaknya kembali mulai tersusun.

"Beneran pa?" tanya Ali memastikan kembali.

Eko menganggukan mantab. Ali pun dengan spontan memeluk papanya. "Makasih pa, Ali sayang papa." Ucapnya mulai kembali pada jati dirinya yang selama beberapa hari ini menghilang.

"Ini baru Ali yang saya tau. Manja, lebay, alay dan cengeng." Sindir Eko abis-abisan.

Sementara Zidan masih berdiri santai di tempatnya. Senyuman pun perlahan terangkat, rasa legah melihat saudaranya dapat kembali lagi. Terkadang pria itu emang menjengkelkan, namun itulah yang membuat Zidan rindu akan kejahilannya.

My Trip My Future ✓ [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang