43. Sang Sutradara Hati

555 17 5
                                    

Ketika hati tak dapat menata setiap ruang dan waktu. Apa yang bisa ku lakukan? Kebimbangan yang menggunung di pikirkan. Antara mengikhlaskan atau terus berjuang.


"Ali?" lirihnya masih tak percaya akan sosok pria yang saat ini tengah menunjukan senyuman termanis yang ia miliki.

"Iya ini gue..." jelas Ali meyakinkan gadis itu.

Tak ada respon dari Tias. Matanya masih terbelalak, namun kali ini kedua bola matanya sudah kembali di penuhi dengan genangan air yang siap jatuh kapan saja.

Ali pun berdiri dari duduknya, ia memberikan secarik sapu tangan kepada Tias. "Hapus dulu air matanya."

Dengan ragu Tias menerima sapu tangan itu. Kemudian menyekal air mata yang sudah mulai berjatuhan.

Ali yang berdiri tepat di hadapan Tias ternyata tak sedang fokus menatap gadis itu. Ia malah memberikan sorot mata tajam kepada seorang gadis yang sedang terduduk kaku di samping Tias.

"Hay." Sapa Ali kepada Sinta yang tertunduk.

Tiba-tiba Sinta berlari pergi. Namun dengan cepat tangan Ali menahan langkah gadis itu. "Mau kabur kemana?"

Sinta berusaha melepaskan genggaman tangan Ali. Namun karena tenaga pria itu sangat kuat akhirnya Sinta pun tak dapat melarikan diri.

Sementara Tias yang mendengar keributan di antara mereka berdua ikut berdiri dan bingung atas kejadian ini. Dengan tangan yang masih menyekal bekas air mata, Tias bertanya dan meminta penjelasan.

"Ada apa ini?"

Ali tersenyum miring, "ini yang kamu sebut sahabat?" pria itu mengacungkan telunjuknya di depan wajah Sinta.

"Kamu ini apa-apaan sih!" Tias masih tak mengerti dengan semuanya, ia menepis kasar tangan Ali karena tak suka pria itu memperlakukan sahabatnya seperti itu.

Tawa tak suka pun terdengar dari mulut Ali. Ia mengalihkan pandangannya menatap nanar wajah Sinta. Sementara yang di tatap tak berani membalas sorot mata tersebut, Sinta lebih memilih menundukkan pandangannya.

"Bisa banget lo mengorbankan hati sahabat lo cuma untuk balas dendam di masa lalu... Wah benar-benar cewek GILA!" murka Ali kepada gadis itu, ia terlihat tak terkontrol saat ini. Bahkan wajah jenakanya pun hilang di gantikan dengan urat-urat yang timbul di sekitar dahi.

Plak...

Tias melayangkan sebuah tamparan keras di pipi Ali yang membuat pria itu meringis kesakitan "Udah cukup hati aku aja yang terluka, jangan sakiti sahabatku juga sama kata-kata pedas mu itu. Sekarang kamu pergi dari sini...!"

Ali terkejut dengan perlakuan Tias. Bagaimana bisa ia membela seseorang yang jelas-jelas sudah menyakiti hatinya. Apakah Tias masih belum sadar akan apa yamg di lakukan Sinta?

Ali pun mencoba lebih menjelaskan kepada gadis itu akan semua kelakuan yang sudah di buat oleh Sinta selama ini. "Tapi kamu engga tau kan kalau saha-" omongan Ali di sambar oleh Tias, "Pergi...!" Seru gadis itu dengan suara menggelar di seluruh antero stasiun, sehingga beberapa orang yang ada di sana menoleh ke arah mereka.

Ali pun menyerah, ia tak dapat berkata lagi. Di ambilnya sesuatu dari kantong celana, kemudian meninggalkan sebuah surat yang sudah ia persiapkan sebelumnya.

"Gue pamit. Jaga diri kamu baik-baik." bisik Ali sebelum meninggalkan gadis itu.

Tias pun terduduk lemah, tubuhnya sudah terlalu lelah, ia tak sanggup untuk menahan semua ini. Tangis kekesalan terus keluar dari mulut gadis itu, bahkan sesekali ia memegangi dadanya yang terasa sakit.

My Trip My Future ✓ [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang