Mata Zidan mengikuti keamana arah tubuh papanya pergi. Ia menyambar ponselnya dan melihat bingung ada apa dengan orang yang menelpon tadi sampai-sampai sang papa harus pergi secepat itu.
Akhirnya karena penasaran, Zidan pun menyusuli papanya yang telah berjalan cukup jauh. Pria itu sedikit berlari agar dapat menyamakan tubuhnya dengan sang papa.
"Pa.." panggil Zidan dengan napas yang tersengal karena merasa lelah mengejar Eko.
Pria dewasa itu pun menoleh untuk beberapa detik, kemudian melanjutkan langkah kakinya tanpa memperdulikan Zidan yang sudah kelelahan mengejar.
"Papa mau kemana?" teriak Zidan, semampunya.
"Kata perawat kondisi Ali kritis."
Mata Zidan terbelalak, bagaimana bisa kondisi pria itu tiba-tiba menjadi drop, sedangkan beberapa menit yang lalu dokter bilang bahwa Ali baik-baik saja, lalu kenapa tiba-tiba Ali bisa kritis?
Rasa lelah Zidan pun hilang seketika, ia menghela napasnya panjang lalu kembali berlari dengan semangat. Pria itu dan papanya memasuki lift dengan perasaan yang tak dapat di ungkapkan. Keduanya hening dan sibuk berdoa semoga tak terjadi hal yang tidak di inginkan kepada Ali.
Lift terbuka di lantai 4, menampilkan seorang gadis dengan kursi roda yang sedang menundukkan pandangannya. Zidan pun terkejut ketika melihat siapa gadis itu.
"Tias?" tanpa sadar mulutnya menyebut nama seseorang.
Gadis itu sontak mengangkat kepala karena mendengar namanya di panggil. Tias tak kalah terkejut dengan Zidan.
Ia mengangkat sedikit sudut bibirnya, untuk sekedar menyapa. Tampaknya terjadi kecanggungan di antara kedua orang ini.
"Lo udah sehat?" ujar Zidan memecahkan kecanggungan itu.
"Udah." Jawab Tias singkat. "Ka-Kamu ngapain di sini?" Karena merasa penasaran akhirnya Tias memberanikan diri untuk bertanya.
Eko yang saat itu berada di dalam lift hanya diam dan sibuk mendengarkan percakapan antara mereka.
"Ali..." omongan Zidan terputus ketika lift kembali terbuka, dan kini mereka sampai pada tujuannya yaitu lantai 8. Eko pun langsung keluar dan meninggalkan Zidan yang masih ingin berpamitan dengan Tias.
"Nanti gue ceritakan." Ucap Zidan bergegas keluar dari lift.
Tias di buat penasaran ketika pria itu menyebut nama Ali. Baru ingin bertanya lagi, ternyata lift sudah kembali tertutup. Ia bertanya kepada sang perawat yang mendorong kursi rodanya itu.
"Sus, mereka turun di lantai berapa ya?" tanya Tias karena tadi ia tak sempat melihat di lantai berapa Zidan keluar dari lift.
"Itu lantai 8, ruang ICU."
Tias semakin di buat khawatir ketika mengetahui bahwa Zidan turun di lantai 8, di mana di lantai tersebut tempat khusus ruang ICU.
Gadis itu di buat gelisah akan kondisi sebenarnya dari Ali. Pikirkannya pun penuh dengan hal-hal buruk yang terjadi pada pria itu. Sampai-sampai ia tak menyadari bahwa dirinya telah sampai di ruang terapi.
"Ayo mba saya bantu." Ucapan perawat itu berhasil membuat Tias tersadar.
Ia pun hanya mengangguk, menerima uluran tangan dari sang perawat dan perlahan melangkahkan kakinya untuk berjalan menuju ranjang terapi.
Tahap demi tahap terapi telah di jalankan Tias. Ia pun kembali di bawa di atas kursi roda. Lift terbuka, sementara gadis itu masih termenung dengan pikirannya sendiri.
"Maaf, apa mba merasa pusing?" perawat yang mendorong kursi rodanya mengecek keadaan Tias yang sedari tadi hanya diam saja.
Tias menggelengkan kepalanya, namun tiba-tiba mulut Tias berbicara. "Suster berhenti di lantai 8 ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Trip My Future ✓ [REVISI]
Teen FictionBukan sebuah cerita cinta antara sang bad boy dengan nerd girl, ini adalah kisah seorang gadis yang kehilangan hidupnya sejak ia di tinggal oleh seseorang, sampai pada akhirnya gadis ini pun bertemu dengan pria yang dapat mengembalikan kehidupannya...