Page 8

12.3K 1K 188
                                    

Karel langsung menyalami teman-temannya begitu ia tiba di ruangan khusus untuk bintang tamu yang akan mengisi acara. Hesa bahkan tanpa basi-basi menerjang tubuhnya sampai dia nyaris terjengkang. Mereka semua menyambutnya dengan tawa, membuat Karel seolah lupa pada dilema yang sempat menyerangnya. Karel larut dalam suasana, melepas tawa bersama teman-temannya, sampai dia benar-benar lupa kalau di luar sana mungkin ada hati yang akan terluka.

"Tau nggak, kita udah kelabakan banget mikirin bakal gimana band kita kalau lo nggak bisa gabung. Untung aja lo dateng, Rel. Lagian lo kenapa jadi jarang ngumpul bareng kita coba? Ya oke lah lo hengkang dari band, tapi kan kita temenan nggak cuma gara-gara kita gabung di band yang sama. Kita temenan udah dari jaman sebelum band sekolah kita ada." Hesa langsung menyerbunya dengan kalimat yang diangguki oleh David. Karel terkekeh pelan kemudian mengambil posisi duduk di sebelah Elang.

"Sakit gue." jawabnya ringan. Elang hanya melirik Karel sebentar lalu kembali fokus pada layar ponsel, sama sekali tak terkejut mendengar apa yang Karel katakan. Berbeda dengan Hesa dan David yang langsung memasang wajah serius meski setelahnya mereka tertawa meremehkan.

"Manusia kaya lo bisa sakit juga? Sakit apaan? Batuk? Pilek? Bintitan?" tanya Hesa asal.

"Sakit hati kali dia, jadi sasaran amukan guru mulu." David ikut menambahkan, membuat tawa Hesa semakin keras. Dua orang itu asyik dengan gurauannya, tapi seketika mengatupkan mulut saat Karel angkat bicara.

"Kanker pankreas, stadium 1."

"Eh, setan!" Hesa tidak bisa mengontrol bibirnya. Matanya bahkan sudah membola, menatap Karel tak percaya. David juga sama. Namun, manusia di depan mereka itu justru memasang wajah santai seolah kalimatnya barusan tidak berarti apa-apa.

"Kenapa? Kaget? Makanya nggak usah sok tau lo berdua!" ujar Karel, masih dengan suara ringan seperti sebelumnya.

Hesa beringsut maju, membasahi bibirnya yang mendadak terasa kering lalu menatap Karel lebih lekat. "Serius? Lo nggak lagi nge-prank kita, kan?"

Karena semua orang pun tahu siapa itu Karel Ezradinata. Si bocah jelmaan setan yang hobi mengacau dimana-mana. Suka bercanda dan kadang kelewat gila. Wajar kalau pengakuan yang baru saja dia berikan itu tak mudah membuat orang percaya.

"Lo pikir yang kayak gini pantes dijadiin bahan becandaan?" Karel sedikit kesal. Sorot mata kedua temannya itu seperti mau menerkam orang padahal dia hanya berusaha mengatakan kejujuran.

"Sejak kapan?" Kali ini David yang bertanya. Wajahnya mendadak pias dan bibirnya sedikit bergetar saat ia bersuara.

"Vonisnya enam bulan lalu."

"Kok bisa?"

"Ya bisa lah. Gue kan manusia, bisa sakit juga."

"Maksud gue, kok lo bisa sakit gituan? Kan sebelumnya lo sehat walafiat, jarang sakit, gue perhatiin juga nggak ada gejala apa-apa. Kok bisa, sih?"

Karel menghela napas kasar. Dia sendiri juga tak habis pikir bagaimana sel mengerikan itu bisa tumbuh di tubuhnya. Padahal, Karel yakin selama ini telah hidup dengan pola yang benar. Tidak pernah sembarangan menyentuh makanan, juga rajin berolahraga walau hanya sekadar lari keliling kompleks bersama kakaknya di hari libur. Galant juga selalu menjaganya dan memantau apa saja yang dia lakukan. Semuanya sempurna. Lalu bagaimana sel itu bisa berkembang?

Lelah dengan pikirannya, Karel akhirnya menjawab kebingungan David dengan nada kesal. "Nggak tau lah gue. Males juga mikirinnya."

"Terus kenapa lo baru kasih tau kita sekarang?"

"Ya ngapain juga sakit diumbar-umbar. Kalo lo nanya ya gue jawab, kalo enggak ya gue diem aja lah."

Mendapat jawaban seperti itu David mendengkus, lalu arah pandangnya bergeser pada Elang yang sejak tadi tidak melibatkan diri dalam obrolan. Suara anak itu seolah tenggelam padahal biasanya dia lah yang paling tidak bisa diam.

KARELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang