Page 11

12.6K 1K 223
                                    

Karel yang semula sibuk dengan ponsel di tangan akhirnya mendongak saat mendengar pintu ruang rawatnya dibuka. Seketika garis bibirnya tertarik lebar begitu melihat figur seorang wanita muncul dari sana. Tubuh mungil dengan pipi mengembang itu berhasil merebut perhatian Karel sepenuhnya, membuatnya lupa pada game di ponsel yang sejak pagi tadi mengunci fokusnya.

"Baru sembuh udah sibuk aja sama hp. Chattingan sama pacar, ya?" Agnes dengan tampilan formalnya berjalan mendekat, namun Karel justru mendecak.

"Kok kesannya kaya nyindir gitu, ya?"

"Lho, kok nyindir, sih? Kan saya nanya, kamu lagi chattingan sama pacar? Emang salah?"

"Aku masih kecil, kata Galant ngga boleh pacar-pacaran."

Tawa Agnes pecah detik itu, lalu dia bergerak maju, meletakkan sekeranjang buah ke meja samping brankar. Mata hazelnya menatap Karel hangat dengan sisa-sisa tawa yang masih membekas.

"Maaf deh, saya lupa kalau kamu itu masih kecil. Habisnya main hp-nya serius banget sih tadi, kirain sibuk chattingan sama gebetan."

Karel mendengkus kasar saat matanya menangkap tulisan Game Over cukup besar di layar. Dia baru mendownload permainan favoritnya itu di ponsel Galant tadi pagi dan sedang senang-senangnya bermain. Tapi sekarang, lagi-lagi, dia harus gagal mencetak rekor tertinggi gara-gara fokusnya terbagi.

Arah pandang Karel lalu kembali pada Agnes yang masih setia mengumbar senyum lebar dan berakhir dengan mendesis kesal.

"Ini tuh hp bang Galant, bukan punyaku. Terpaksa aku pinjem, habisnya bosen dari tadi pagi nggak ada temen. Kalo hp aku ada, nggak bakalan aku mau pinjem hp dia yang nggak ada apa-apanya."

Agnes menarik kursi di sisi brankar lalu duduk di sana. "Kakak kamu kemana emang?"

"Nggak tau, tadi pamitnya mau pulang sebentar tapi sampe sekarang nggak balik-balik. Nyasar ke rumah cewek lain kali."

Detik itu mata Agnes membola. Dia refleks melayangkan pukulan pelan pada kaki Karel yang tertutup selimut, membuat anak itu merengut kesal meski sentuhannya tak seberapa.

"Hush! Kalo ngomong jangan asal, ya. Kakakmu bukan orang kaya gitu."

"Dih, tau darimana bang Galant bukan orang kaya gitu?"

"Feeling."

"Jangan kebanyakan main feeling, nanti baper."

Perempuan itu memincing, menatap tak suka cowok di depannya dan langsung dibalas dengan tatapan menantang. Pada akhirnya, Agnes hanya bisa mendesah sambil memutar bola mata. "Ngomong apaan sih kamu? Jomblo aja sok tau banget."

"Eh, jangan ngeremehin martabat seorang jomblo, ya! Jomblo-jomblo gini pengetahuanku luas."

"Masa?"

"Iya lah. Lagian bu Agnes kok bisa sih suka sama Galant yang nyebelin gitu? Udah nyebelin, bawel, nggak peka lagi. Bu Agnes kan cantik, baik, cerdas, cowo-cowo di luar sana juga pasti banyak yang ngantri mau jadi pacar, dan yang jelas lebih segala-segalanya dari Galant." Karel dengan mulut tanpa filternya mulai menggila. Dia bahkan tak sadar telah membawa topik sampai ke sana--yang tentu saja melenceng jauh dari bahan obrolan mereka sebelumnya.

"Emangnya saya pernah bilang suka sama kakak kamu?"

Karel tersentak, tapi dengan cepat dia bisa mengendalikan ekspresi wajahnya.

"Ya enggak, sih. Tapi bu Agnes suka kan sama abangku?"

Agnes pura-pura berpikir, memainkan bola matanya, sampai akhirnya dia tersenyum tipis pada Karel yang masih menatapnya penuh tanya. Karel bahkan bisa melihat warna kemerahan muncul di pipinya yang dari awal memang sudah merona.

KARELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang