Page 25

9.2K 872 182
                                    

Siang itu, Galant sedang tertawa lepas bersama teman-temannya setelah selesai berlatih sepak bola. Dengan keringat yang masih bercucuran dan handuk kecil menggantung di leher masing-masing, mereka melangkah keluar lapangan, sambil bercanda dan sesekali saling berbalas ejekan.

Mereka baru saja berbelok setelah melewati ruang kesenian, saat tiba-tiba suara gemertak langkah terdengar dari belakang. Gaduh sekali. Galant menoleh, mendapati sekumpulan siswa yang berlari tergesa dari kejauhan, keluar dari kelas masing-masing. Wajah mereka tampak gusar, beberapa diantaranya bahkan terlihat ketakutan.

Penasaran, dengan sigap Galant menghentikan langkah salah satu siswa yang melintas di hadapan mereka dan langsung melontarkan pertanyaannya.

"Ada apaan, sih?"

"Ada murid yang lompat dari atap. Kayaknya anak kelas 11."

Detik selanjutnya, Galant sudah berlari mengikuti gerombolan murid lainnya menuju halaman depan sekolah. Teman-temannya juga ikut menyusul di belakang, berlarian menelusuri lorong-lorong kelas hingga akhirnya mereka sampai ke tempat yang menjadi tujuan semua orang.

Galant mencoba membelah kerumunan di hadapannya, menelusup ke barisan paling depan hingga pemandangan mengerikan itu jatuh tepat di kedua matanya yang melebar. Kaki Galant seketika terasa lemas, tubuhnya gemetar, tapi lidahnya kelu, suaranya tidak bisa keluar. Seperti ada batu besar yang berhenti tepat di tenggorokan.

Dunia Galant rasanya seperti berputar dengan cepat, namun dia hampir tidak bisa merasakan tubuhnya sendiri. Pijakannya di atas tanah bahkan tak lagi tegak, saat matanya menangkap jelas bagaimana sosok itu tergeletak mengenaskan dengan darah mengucur deras.

Itu temannya. Orang yang sangat dekat dengannya. Tempat yang sering sekali Galant tuju untuk membagi keluh kesahnya. Itu Danar ... sahabatnya.

Tapi ini apa?

Apa yang terjadi?

Dan kenapa?

Kegaduhan di sekitar masih terdengar, pekikan ketakutan orang-orang pun masih menggema di tengah suasana tegang yang tercipta. Bersamaan dengan itu, nyaring suara ambulans terdengar dan beberapa saat kemudian tubuh Danar segera dipindahkan untuk mendapat pertolongan. Meski kala itu semua orang pun tahu, jiwa lelaki itu sudah lebih dulu terbang. Dan Danar, tidak bisa lagi diselamatkan.

Galant tersentak dari tidurnya saat mimpi mengerikan itu kembali datang. Dia terduduk di ranjang dengan napas tak beraturan. Jantungnya berpacu cepat sementara kedua tangannya gemetar hebat. Selama beberapa detik, Galant seperti kehilangan akal sehatnya. Otaknya kosong, tidak bisa memikirkan apa-apa selain bayangan kelam tentang apa yang baru saja ia lihat. Kerumunan orang-orang, teriakan yang memenuhi pendengaran, serta darah yang tercecer kemana-mana.

Semua tampak seperti kaset film lama yang kembali terputar di benak Galant. Begitu jelas. Bahkan, ketegangan yang Galant rasakan hari itu seolah bisa ia rasakan lagi kini. Padahal sudah lama sekali sejak peristiwa itu terjadi, tapi luka akan kehilangan yang pernah Galant rasakan dulu seperti tidak pernah mati. Galant kehilangan Danar, dengan cara yang tidak pernah ia duga sama sekali.

Menit berlalu dan Galant masih membeku di posisinya. Napasnya masih naik turun tak beraturan meski sudah tidak sekacau tadi. Jantungnya juga masih berpacu cepat meski tidak secepat tadi. Galant mengusap wajahnya kemudian memejam lama, berusaha mendapatkan ketenangannya kembali.

KARELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang