Beberapa hari ini, Karel sering menghabiskan waktu dengan menyendiri di kamarnya. Dengan suasana yang tenang, dia merenungkan banyak hal. Tentang bagaimana waktu mengubah kehidupannya sekarang, juga kehidupan baru Galant. Ada banyak hal terjadi tanpa dapat ia kekang. Salah satunya adalah kehamilan Agnes yang kemudian membawa kebahagiaan kecil di tengah keluarga mereka.
Karel merasakan betul perubahannya. Baik dari diri Galant maupun dari Agnes sendiri. Mereka jadi lebih banyak menghabiskan waktu di rumah bahkan sejak siang hari. Suasana rumah yang biasanya terasa sepi itu kini lebih bernyawa, sudut-sudut rumah yang awalnya hampa pun kini seolah kembali menemukan kehangatannya. Riuh tawa yang sebelumnya hanya sesekali Karel dengar karena Agnes dan Galant yang sama-sama sibuk, sekarang juga bisa didengarnya hampir setiap saat. Rumah itu terasa penuh, hingga Karel tidak pernah lagi merasa kosong di dalamnya.
Dan setelah merenung selama berhari-hari, Karel akhirnya menyadari satu hal; kebahagiaan kecil mereka telah datang.
Dia bisa melihat jelas bagaimana binar mata Galant tampak jauh lebih cerah setiap harinya, juga Agnes yang menjadi lebih ceria dari hari-hari sebelumnya. Karel tahu, mereka sedang bahagia. Dan seharusnya, dia juga bahagia.
Maka, setelah menghabiskan malam panjang yang menenangkan dengan pikirannya yang ia paksa untuk menjadi lebih dewasa, Karel memutuskan untuk tidak lagi menjadi egois di tengah suasana bahagia keluarga Galant. Dia mencoba mengubur segala kecemasannya dalam-dalam, sebisa mungkin berusaha meredam rasa takutnya akan kehilangan Galant. Karel mencoba lebih dewasa dalam menerima keadaan, karena bagaimanapun, dia bukan lagi anak-anak yang harus selalu dinomorsatukan dalam segala hal. Dia sudah dewasa. Setidaknya, cukup dewasa untuk menjadi kekanakan di depan Galant.
Rasanya jahat sekali kalau di saat kakaknya sedang bahagia dia justru merasakan sebaliknya. Terlebih lagi, yang ia cemaskan adalah hal yang terlalu kekanakan untuk ukuran anak enambelas tahun sepertinya. Seharusnya, dia tidak perlu meragukan Galant. Dia yakin kakaknya adalah orang yang sangat bertanggung jawab, dewasa, dan selalu memiliki pemikiran yang lebih luas. Lelaki itu pasti bisa membagi tanggung jawabnya terhadap keluarga dan juga terhadap dirinya dengan baik. Karel tidak perlu meragukan itu.
Jadi, yang Karel lakukan sekarang adalah mencoba membuka pikirannya untuk menjadi lebih dewasa dalam menyikapi keadaan yang ada. Dia tidak ingin menjadi egois, terlebih menyangkut kebahagiaan kakaknya. Galant dan Agnes pantas bahagia dengan keluarga mereka, Karel tidak ingin merusaknya.
Bicara tentang Agnes, sebetulnya ada banyak hal yang ingin Karel tanyakan pada wanita itu. Tentang sikapnya yang mendadak berubah tempo hari, tentang tak acuhnya ia pada Karel dalam jangka waktu yang tidak sebentar, juga tentang hangatnya yang pelan-pelan mulai kembali mampu Karel rasakan. Wanita itu seperti kembali menjadi Agnes yang dulu Karel kenal, dengan segala kesederhaan dan sifatnya yang begitu penyayang. Karel ingin bertanya ada apa, tapi lidahnya tidak pernah sanggup melontarkannya. Setiap berhadapan dengan wanita itu, bibirnya kaku. Dipaksa bicara pun tetap tak mampu.
Jadi, yang bisa Karel lakukan hanya diam, membiarkan pertanyaannya tetap terpendam. Lalu dia hanya akan menikmati setiap detik yang ia habiskan bersama wanita itu dengan tenang. Dia biarkan menit bergulir bebas, tanpa campur tangan, seperti seharusnya.
Sama halnya sore itu, ketika Agnes minta ditemani belanja ke supermarket dan Karel dengan senang hati menyanggupi. Mereka melangkah beriringan mengelilingi jajaran rak sambil mendorong troli yang lima menit lalu Karel ambil alih karena dia tidak ingin Agnes kelelahan jika harus mendorongnya sampai selesai berkeliling. Karel mengikuti kemana Agnes melangkah tanpa bantahan, membiarkan wanita itu mengambil apapun yang dia perlukan, sambil sesekali menanyakan tentang barang yang Agnes masukkan ke dalam keranjang.
"Nggak ambil mie instan, kak? Aku lihat kayaknya di lemari tinggal dua." Karel bertanya ketika mereka sampai di depan rak berisi mie instan aneka rasa dan Agnes hanya melewatinya saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
KAREL
Teen FictionBagi Karel, Galant adalah pahlawannya. Malaikatnya. Alasan dia untuk tetap bernapas di dunia. Sedang bagi Galant, Karel adalah hidupnya. Detak jantungnya. Segalanya.