Kisah (5)

7.2K 853 332
                                    

Paginya, Karel bangun dengan kepala yang terasa berat. Matanya panas dan tenggorokannya seperti terbakar. Suasana di sekitarnya terlihat bergoyang, padahal Karel yakin betul sedang berbaring dalam posisi telentang. Hari ini libur, dan seharusnya, Karel punya alasan untuk bermalas-malasan. Tapi rasa tak nyaman di tubuhnya itu malah membuat ia kepayahan.

Karel tidak tahu kenapa tiba-tiba dia seperti ini. Mungkin karena kehujanan kemarin, bisa juga karena semalam ia memutuskan mandi dengan air dingin. Niatnya ingin meredam panas yang membakar dadanya setelah tak sengaja dia mencuri dengar seluruh pembicaraan Galant dengan Ramika, berharap air bisa mendinginkan perasaannya, tapi ternyata, ide bodohnya itu malah berdampak buruk pada kondisi tubuhnya.

Karel mendengkus, kemudian melirik jam di sisi meja. Pukul setengah delapan. Matanya menyipit sebentar. Biasanya, hari minggu begini, Galant akan membangunkannya pagi-pagi sekali lalu mengajaknya lari. Tapi kenapa hari ini tidak?

Karel menyibak selimutnya, mencoba bangun, hingga sensasi berputar menyambutnya ketika ia berhasil duduk. Karel memilih menunggu beberapa saat, sampai ia merasa cukup baik untuk kemudian beranjak dari ranjang dan bergegas menuju kamar mandi di sudut ruangan. Dia mencuci wajahnya di wastafel, setelah itu dia mendongak, menatap pantulan wajahnya di cermin. Dia biarkan air tetap mengalir, mengisi sepi di sana.

Namun, sepertinya percuma. Riuh air yang tercipta tidak mampu mengalahkan dengung suara Ramika yang kemarin didengarnya. Kalimat itu terlanjur menancap kuat di dada Karel. Seperti duri yang tidak bisa ia cabut begitu saja tanpa melukai jantungnya.

Karel sudah dewasa. Setidaknya cukup dewasa untuk mengerti bahwa wanita itu tidak menyukai keberadaannya. Ramika, tidak suka ia berada di tengah-tengah keluarga putrinya.

Karel menarik napas dalam, berusaha menepis segala yang mengusik pikiran. Dia lantas mematikan kran dan meraih handuk kecil untuk mengeringkan wajahnya. Setelah itu dia bergegas keluar kamar, mencoba mencari keberadaan orang-orang.

Namun, hanya sepi yang menyambut ketika dia mengedarkan pandangan.Tidak ada orang yang Karel temukan. Pintu kamar Galant tertutup rapat, pun kamar tamu yang ditempati Ramika. Dia berjalan ke ruang tengah, tapi tetap tidak menemukan siapa-siapa. Suasana dapur juga hening, tidak ada kegaduhan kecil yang menunjukkan bahwa Agnes berada di sana.

Karel mengernyitkan keningnya bingung. Kemana perginya orang-orang?

Penasaran, Karel segera memutar langkahnya kembali ke kamar, mencari ponsel yang ia letakkan di meja samping ranjang. Tentu saja orang yang pertama dia hubungi adalah Galant. Jemarinya mengetik pesan dengan cepat lalu mengirimnya. Sampai satu balasan dari lelaki itu masuk, membuatnya mendesah keras.

Gue ngambil laundry-an mama, sekalian cari properti yang masih kurang buat keperluan lomba. Agnes sama mamanya tadi ke pasar. Tungguin aja, paling bentar lagi pulang.

Baiklah, Galant pergi. Dan biasanya, kalau sudah pergi, lelaki itu baru akan pulang lewat tengah hari.
Karel mendengkus kasar. Tidak ada Galant, berarti dia akan kembali menjadi orang asing di rumah.

Karel melempar ponselnya ke atas ranjang, kemudian ia menyusul berbaring di atasnya. Menutup wajahnya dengan bantal dan kembali memejam. Tubuhnya sedang tidak baik sekarang, jadi dia memutuskan untuk terlelap lagi sebentar, setidaknya sampai Agnes datang.

🍂🍂🍂

Karel baru selesai mengganti baju saat sosok Agnes menyembul dari balik pintu. Dia menoleh, dan senyum perempuan itu menyambutnya. Senyum yang entah mengapa masih terasa asing di mata Karel.

KARELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang