Happy Birthday, Karel!

8.5K 683 190
                                    

Karel keluar dari kamarnya dengan semangat pagi ini. Dia bangun lebih awal dan bersiap lebih cepat dari biasanya, bahkan sebelum Galant membangunkannya. Sekarang tanggal 23 September, hari ulang tahun Karel. Dan dia yakin sekali Galant pasti telah menyiapkan sesuatu untuknya. Entah sebuah hadiah, atau sekadar kue ulang tahun yang diatasnya ditancapi lilin angka 14. Pokoknya, Karel antusias sekali hari ini.

Dia melangkah ringan menuju meja makan dan menemukan Galant sedang mengoleskan selai ke atas selembar roti untuk sarapan. Dengan senyum mengembang, Karel menarik kursi di hadapan Galant lalu duduk di sana dan mengetuk-ngetukkan jemarinya di meja.

"Kenapa lo?" tanya Galant, merasa ada yang tidak biasa dengan gelagat adiknya. Jarang-jarang anak itu muncul ke hadapannya dengan senyuman. Biasanya juga pasang tampang masam.

"Sekarang aja, Gal. Keburu gue berangkat sekolah." seru Karel. Anak itu benar-benar tampak bersemangat, tapi Galant justru mengernyit.

"Apaan?"

"Itu lho.. yang mau lo kasih ke gue."

"Apa?"

Karel berdecak dan memutar bola mata. Galant ini sepertinya sengaja mau membuatnya kesal dengan terus berpura-pura tidak tahu apa-apa. "Nggak usah drama deh. Kasih sekarang aja udah."

"Ngomong apa sih lo? Nggak jelas!"

Namun, detik itu, Karel mulai merasa ada yang aneh. Tiba-tiba saja perasaannya tak enak. Jangan bilang... Galant lupa ulang tahunnya?

Duduk Karel seketika berubah tegak, jemarinya tidak lagi bermain di atas meja. Matanya menatap Galant lekat, berusaha menepis dugaannya. Masa iya Galant lupa? Nggak mungkin! Dan nggak boleh! Kalau kakaknya sendiri saja lupa, lalu dia akan dapat ucapan panjang umur dari siapa?

"Lo.. beneran nggak ada yang mau diomongin ke gue?" tanya Karel.

Galant mengernyit sebentar, menciptakan jeda beberapa detik di antara mereka. Jeda yang seolah mempersilakan Karel untuk menumbuhkan kembali harapannya. Sampai kemudian Galant mendorong piring berisi roti yang telah ia olesi selai ke hadapannya, dan kalimat lelaki itu berhasil memupuskan harapan Karel seketika.

"Nih, makan! Kalau udah buruan berangkat. Jangan lupa kunci pintu. Gue udah pesenin grab, lo tungguin aja. Gue hari ini ada piket, nggak bisa nganter lo ke sekolah dulu."

Karel terdiam selama beberapa saat, tapi kemudian semesta berhasil menarik pulang kesadarannya. Dia menatap Galant yang kini berjalan ke kamar untuk mengambil tasnya. Tatapan Karel kecewa, tapi dia tidak bisa mengatakan apa-apa. Dia hanya menekan bibir dalamnya kuat, sambil meremat tangannya sendiri di bawah meja.

Jadi, Galant benar-benar lupa, ya?

"Nanti pulangnya WA aja. Gue jemput." Lelaki itu kembali muncul di hadapan Karel, tapi Karel masih diam saja. Roti yang Galant siapkan untuknya pun masih utuh di atas meja, belum tersentuh.

"Rel,"

Hingga panggilan Galant berhasil menyentaknya sekali lagi ke dunia nyata.

"Denger enggak?" tanyanya. Tiba-tiba Karel jadi kesal. Dia berdecak keras, sebelum akhirnya menanggapi Galant dengan malas.

"Hem."

"Dih, sengak banget jawabnya."

"Bodo! Udah sana pergi!"

"Lah kok jadi ngusir?"

"Ya ngapain juga lama-lama di sini? Gak guna. Mending pergi aja."

"Heh, itu mulut kalo ngomong. Gue ini abang lo lho, nggak ada sopan-sopannya heran deh. Durhaka baru tau rasa lo!"

KARELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang