Galant akhirnya tiba di gedung sekolah tempat ia mengejar setelah setengah jam lamanya berkutat dengan kepanikan sepanjang perjalanan. Dia memarkirkan mobilnya asal kemudian segera turun dan menghambur ke dalam bangunan.
Tidak banyak orang di sana karena sekolah memang sedang diliburkan dari kegiatan belajar, namun tidak sedikit pula guru yang sudah berkumpul tepat di ujung tangga menuju lantai dua bangunan itu. Dari kejauhan, Galant bisa menangkap sosok Agnes berdiri di antara kerumunan. Mata perempuan itu menatap nanar apa yang ada di hadapan, sebelum akhirnya dia mengedarkan pandangan dan iris madunya bertemu dengan Galant.
Dari tempatnya, Galant membeku. Bahkan saat ia jelas-jelas melihat Agnes keluar dari kerumunan dan berjalan ke arahnya, Galant masih tetap diam. Tak bergerak. Dia masih ingat betul apa yang dikirimkan perempuan itu padanya melalui pesan tadi. Juga foto yang dia ambil langsung dari lokasi kejadian. Galant masih ingat bagaimana penjelasan singkat Agnes membuatnya tersentak. Dia juga masih ingat, bagaimana gambar itu menuntunnya kembali pada memori pekat yang sudah lama ia anggap lenyap.
Namun ternyata dia salah. Ingatan itu masih melekat erat, kini bahkan seperti dibangkitkan setelah Galant melihat gambar yang Agnes kirimkan padanya.
"Penjaga sekolah kita nemuin hal aneh pas mau bersih-bersih gedung. Sekarang Pak Baskara sama guru-guru lainnya dalam perjalanan ke sana. Saya juga lagi otw lokasi. Kamu bisa datang juga?"
Itu pesan yang Agnes sampaikan padanya beberapa saat lalu. Dibubuhi gambar anak tangga yang sudah penuh oleh warna merah pekat seperti darah. Tampak begitu kontras di atas lantai yang berwarna pucat.
Galant kembali tenggelam dalam pikirannya. Mengabaikan Agnes yang sudah berdiri di hadapannya sambil menuturkan beberapa kata. Bayang-bayang kelam mulai berlarian di otak Galant, lalu suara-suara asing itu terdengar, memenuhi pendengaran.
"Dia mati. Bunuh diri."
"Namanya Danar."
"Nggak ada yang tau kenapa dia nekad lompat dari atap gedung sekolah ini."
"Katanya sih depresi."
"Dia mati."
"Bunuh diri."
"Mati."
"Mati."
"Mati."
"Galant?" Galant tersentak saat merasakan sentuhan pelan di ujung pundaknya. Dia mengerjap, buru-buru mengenyahkan pikiran liarnya dan beralih pada Agnes yang menatapnya kebingungan.
"You okay?" tanya Agnes yang langsung mendapat anggukan singkat dari Galant.
"Jadi, gimana?" Galant bertanya setelah mendapatkan kembali ketenangannya. Sementara Agnes menghela napas, melirik tangga di belakangnya sekilas sebelum mulai menjelaskan.
"Pak Baskara ngira ini cuma cairan kimia biasa yang tumpah atau sengaja ditumpahin orang. Yang bikin kita semua makin yakin, karena dari tadi kita sama sekali nggak nemuin hal aneh lainnya di sini selain cairan itu. Tapi untuk mastiin supaya lebih jelas, Pak Baskara udah hubungin Pak Indra sama Bu Ratna buat periksa lebih detail. Sebagai orang-orang yang punya kapabilitas di bidangnya, mereka pasti lebih paham bedain mana cairan kimia dan mana yang bukan."
KAMU SEDANG MEMBACA
KAREL
Teen FictionBagi Karel, Galant adalah pahlawannya. Malaikatnya. Alasan dia untuk tetap bernapas di dunia. Sedang bagi Galant, Karel adalah hidupnya. Detak jantungnya. Segalanya.