Februari, 2 tahun kemudian.
Galant, merapikan lengan kemejanya di depan cermin, kemudian mengenakan jasnya dengan hati-hati. Matanya menatap lurus ke depan, tepat pada pantulan dirinya di sana. Sejenak dia diam, terpaku pada apa yang dilihatnya. Dia masih tidak menyangka hari seperti ini akan tiba. Hari dimana dia akan mengikat seseorang, lalu hidup berdampingan dengan orang itu selamanya.
Rasanya Galant masih tidak percaya, hari ini, dia akan benar-benar menjadi seorang pria dewasa dengan segala tanggung jawab yang harus ia emban terhadap keluarga. Galant, akan menikahi seorang wanita yang sudah lama ia puja. Dua tahun bukan waktu yang singkat, tapi sampai hari ini rasanya Galant masih saja belum bisa mempercayai semua yang sudah ia dapat.
Melalui cermin di hadapannya, Galant bisa melihat sudur bibirnya terangkat. Tulus sekali. Dia baru akan kembali merapikan jasnya, saat tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar. Dia menoleh, senyumnya mengembang begitu mendapati adiknya berdiri menyandar pada pintu yang ia biarkan terbuka.
Salah satu alasan kenapa hari ini Galant begitu bahagia adalah karena anak itu bisa berada di sisinya. Ikut merayakan suka cita bersama. Mendampinginya di hari paling bersejarah dalam hidupnya. Hari yang tidak akan pernah Galant lupakan.
"Rega udah dateng?" tanya Galant, sembari memutar tubuhnya kembali menghadap cermin dan mengancingkan kancing teratas kemejanya.
Karel melangkah perlahan, mendekat ke arah Galant. Dia sendiri sudah rapi dengan setelan formal yang dipilihkan Galant untuknya dari jauh-jauh hari sebelum hari ini datang.
"Dia udah di sini dari dua jam lalu, sibuk ngurus sana-sini. Padahal EO-nya aja nyantai, dia yang ribet nggak ketulungan."
Galant terkekeh. Rega tetaplah Rega yang akan berdiri paling depan untuk membantu segala urusannya. Menjadi yang paling sigap bergerak bahkan tanpa Galant pernah meminta. Lelaki itu terlalu banyak membuang waktu untuk dirinya, sampai terkadang lupa memikirkan masa depannya sendiri. Rega itu lebih tua dari Galant, tapi sekarang, Galant lah yang akan mendahuluinya melepas masa lajang.
"Habis ini gue bakal suruh dia buruan nikahin anak orang." ucap Galant dengan sisa-sisa tawa yang masih terdengar. Heran juga, kenapa seorang Benua Narega yang punya paras tampan dan karir mapan masih hidup membujang sampai sekarang?
Sementara Karel tersenyum tipis di tempatnya. Matanya mengamati Galant lekat, memerhatikan penampilannya dari atas ke bawah. Wajah lelaki itu terlihat jauh lebih berseri. Binar cerah terpancar dari sepasang matanya yang tampak lebih bernyawa hari ini. Senyumnya terlihat tulus, dan satu hal lagi, kakaknya tampak begitu gagah dalam balutan jas yang sekarang dia kenakan.
Perlahan, Karel maju. Menyentuh kedua bahu Galant dan membalik tubuh lelaki itu hingga menghadap tepat ke arahnya. Tangannya terjulur merapikan kerah kemeja Galant, sambil menuturkan kalimatnya dengan suara pelan.
"Satu jam dari sekarang, lo udah bukan Galant yang dulu lagi. Lo bakal jadi Galant yang baru, yang punya tanggung jawab besar buat keluarga lo. Lo bakal jadi kepala keluarga yang jadi panutan istri dan anak-anak lo nanti."
Galant memilih diam saat Karel menuturkan kalimatnya. Selama ini, anak itu jarang sekali mengutarakan apa yang dia rasa. Jadi, hari ini, Galant ingin mendengar Karel mengungkapkan semua. Dia biarkan anak itu bicara, sementara dia menyimak dengan saksama, sambil sesekali memerhatikan bagaimana tangan anak itu bermain di bajunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
KAREL
Teen FictionBagi Karel, Galant adalah pahlawannya. Malaikatnya. Alasan dia untuk tetap bernapas di dunia. Sedang bagi Galant, Karel adalah hidupnya. Detak jantungnya. Segalanya.