Kisah (15)

13.8K 921 420
                                    

Kelopak matanya masih terasa berat, tapi Karel terpaksa bangun ketika merasakan seseorang memainkan rambutnya. Matanya menyipit sebentar, sebelum akhirnya dia mendengkus kesal begitu mendapati sosok Galant di sana. Lelaki itu duduk di atas ranjang, tepat di sisinya, sambil memainkan rambutnya yang sudah memanjang.

Karel berdecak. Ia yakin hari masih pagi dan Galant sudah kurang kerjaan.

"Ngapain sih, ah! Ganggu." katanya, sembari menyingkirkan tangan Galant dari kepalanya. Dia lalu memejamkan mata kembali, berniat melanjutkan tidurnya yang sempat terusik oleh lelaki itu.

"Bangun, udah siang. Nggak mau sekolah?" Galant menggoyangkan lengan Karel pelan, tapi anak itu justru mengubah posisinya menjadi memunggungi Galant.

Galant terkekeh, tangannya kembali menarik-narik ujung rambut Karel sampai anak itu risih sendiri dan berakhir dengan mendorongnya menjauh dari ranjang. Tapi Galant justru tertawa setelahnya, seolah wajah kesal Karel adalah hal yang pantas ditertawakan.

"Sendirinya belum mandi, masih kumel gitu, sok-sok an bangunin orang."

"Dih, gue udah mandi dari jam 5 pagi, ya."

"Kok masih buluk?"

"Sembarangan! Gue mah selalu ganteng kali."

"PD!"

"Lah emang bener, kan? Makanya lo tuh sekali-kali ngaca, liatin bener-bener, muka lo yang cakep itu nurun dari siapa?"

Karel hanya membalas dengan decakan. Malas menanggapi Galant. Dia duduk dengan cepat dan kembali mendorong tubuh Galant hingga lelaki itu terpaksa bangkit dari ranjang.

"Berisik! Keluar deh buruan! Pagi-pagi ngerusuh aja."

Bukannya lekas pergi seperti apa yang Karel inginkan, Galant justru kembali mendekat dan duduk tepat di depan anak itu. Sudut bibir lelaki itu terangkat samar, namun tatapannya justru meredup perlahan. Setiap melihat Karel, atau membangunkan anak itu setiap pagi, perasaan Galant masih sering berdebar tak karuan. Terbayang kembali bagaimana sebelum ini adiknya tertidur begitu panjang.

Lalu Galant seperti disadarkan, dia hampir saja kehilangan anak itu.

Jadi, setiap kali dia pergi ke kamar Karel untuk membangunkannya di pagi hari, dia selalu menyempatkan diri untuk diam di sisi anak itu selama beberapa saat. Memandangi wajahnya yang begitu damai saat terlelap. Sembari mengenang kembali hari-hari yang telah ia habiskan untuk membesarkan Karel seorang diri. Begitu banyak hal yang telah mereka lewati dan Galant bersyukur masih bisa hidup berdampingan dengan Karel sampai saat ini.

Galant benar-benar tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika hari itu dia kehilangan adiknya. Masih bisakah dia hidup baik-baik saja sampai sekarang?

Galant mengerjap, memutuskan untuk mengakhiri pikirannya yang mulai bercabang kemana-mana. Dia beralih, menarik selimut Karel dan melipatnya.

"Kadang gue tuh mikir, Rel. Perasaan baru kemarin lo tidurnya masih gue temenin, tiap malem kebangun minta minum, terus gue buatin susu anget nggak pake gula. Sekarang tiba-tiba udah segede ini. Udah bisa nyolot sama gue, udah bisa sengak tiap gue bilangin. Gue aja heran, lo gue kasih makan apaan bisa numbuh secepet ini." Galant terkekeh, tepat saat ia selesai melipat selimut Karel. Pandangannya lalu beralih pada Karel yang kini diam sambil memeluk bantal.

KARELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang