9

5.3K 651 45
                                    

[ Time to Love ]

Terbilang sudah dua hari ini keadaan rumah yang terbilang minimalis namun nyaman untuk ditempati itu terlihat sepi seolah tidak ada penghuninya. Rumah yang ditinggali oleh keluarga kecil Bae itu tidak seperti keadaan beberapa hari yang lalu yang nampak ramai dan harmonis. Sepertinya ini karena dampak pertemuan dengan Junmyeon dan kenekatan putrinya yang pergi tanpa sepengetahuan dirinya. Tapi walaupun begitu, Irene tetap merawat putrinya, memasakkan makanan kesukaannya, memandikan tubuhnya serta membantu memakaikan bajunya dan hal-hal lainnya yang tak bisa dilakukan sendiri oleh Bae Hyerin.

Irene termenung didepan jendela kamarnya, beberapa menit yang lalu ia kembali melihat putrinya bertemu kembali dengan pria yang mengaku sebagai ayahnya. Ah, lebih tepatnya ayah yang tak menginginkan kelahiran gadis itu dulu. Irene masih ingat bagaimana perilaku pria itu pada putrinya — berlagak seperti seorang ayah yang memanjakan putrinya, menggendongnya dan membawanya masuk ke dalam mobilnya. Wanita itu ingin sekali menahan agar putrinya tidak pergi tapi tubuhnya seolah tertahan ditempatnya berpijak seolah pada kakinya terdapat lem perekat yang sangat lengket.

Putrinya masuk ke dalam kamarnya, meminta izin kepadanya untuk keluar dan bermain-main dengan ayahnya. Tapi bukannya membalas ataupun mengiyakannya, Irene malah diam seperti sebuah patung — tak bergerak apalagi mengeluarkan suara. Sayangnya, putri kecilnya tak mengerti dengan dirinya yang tak mengizinkannya pergi — diamnya Irene bukan berarti ia mengizinkannya pergi, wanita itu hanya takut menolak dan membuat gadis kecilnya sedih. Hingga kecupan pada pipi kanannya sebagai tanda bahwa putrinya pergi bersama dengan Junmyeon — tak lupa dengan wanita yang sepertinya istri dari pasangan itu. Ternyata, Junmyeon telah menemukan yang lain, bukan lagi wanita dulu yang diduganya sebagai perusak dalam hubungan mereka.

Sudah terhitung berapa jam Irene disini — didepan jendela kamarnya seraya menatap ke arah yang sama semenjak kepergian putrinya. Hari telah berganti menjadi warna jingga. Beberapa hari ini ia tak ke kantor karena keadaannya yang tak fit. Wanita itu tidak berbohong, keadaannya memang tidak sehat tepat setelah semalaman ia menangis seorang diri dalam kamarnya. Intinya, tangisnya malam itu karena takut dengan kenyataan yang menamparnya — kenyataan putrinya akan pergi meninggalkan dirinya seorang diri.

Tidak bisa seperti ini lagi, Irene harus memperlihatkan kepada pria itu bahwa ia bisa menahan gadis kecilnya untuk tidak pergi bersama dengan ia yang seenak jidatnya ingin merampas putrinya seolah gadis itu adalah barang yang bisa diambil dengan mudah. Irene yang melahirkannya, membesarkannya dan merawatnya. Sebagai orangtua tunggal, melihat pengorbannya selama ini, Irene tidak akan bisa hidup nantinya jika putrinya tidak ada. Gadis itulah alasannya bisa hidup sampai saat ini, jika bukan karena ia, penghiatan yang dilakukan Junmyeon dulu hampir saja membuat Irene terbunuh. Namun ia ingat kehamilannya dan memutuskan untuk membesarkannya.

Terlalu lama berpikir, Irene memutuskan keluar, berbekal ponsel dan mantel yang membungkus tubuh mungilnya, Irene memutuskan keluar rumah. Menjemput putrinya yang tak seharusnya pergi bersama dengan pria itu. Ia berjalan menuju halte, namun terasa lama karena bus tak juga muncul membuat dadanya mulai sesak. Rasa ketakukan kian membungkus jiwanya, bagaimana jika putrinya dipengaruhi oleh pria itu. Bisa saja 'kan? Diminta untuk meninggalkan dirinya dan memutuskan tinggal bersama dengan mereka.

Tanpa Irene sadari karena kepalanya menunduk — sebuah mobil hitam berhenti didepan halte. Seorang pria dengan setelah jas hitam turun dan menghampirinya dengan ragu. Hatinya merasa takut akan salah orang namun tubuhnya malah membuatnya melangkah sampai berhenti didepan tubuh Irene. Dengan ragu, ia membuka suara,

Time to Love [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang