Part 27

6.3K 284 65
                                    

Zoe masih terdiam merenungi apa yang tengah terjadi pada dirinya. 2 minggu telah berlalu setelah makan malam. 2 minggu pula dirinya merasa ada yang aneh pada diri suaminya.

Semenjak malam itu, Maxi makin sering jarang pulang. Sikap dinginnya menjadi lebih parah dari sebelumnya. Bahkan Maxi hanya berbicara hal seperlunya saja.

Bagaimana dengan Julie? Tentu hal ini menjadi hal yang sangat ditunggu oleh Julie. Ia menyuruh Zoe melakukan pekerjaan berat untuk membuat Zoe tidak tahan dan minta berpisah dari Maxi.

Tetapi rasa cinta Zoe sudah terlanjur mendalam. Rasa sakit akibat sikap mertua dan suaminya bisa ia toleransi.

Zoe memegang perutnya yang terasa sangat keram. Bi Lastri, orang yang selama ini membantu Zoe langsung mendekati Zoe dan membawakan secangkir teh hangat.

" Nyonya, ini tehnya"

Zoe hanya mengangguk dan tersenyum.

" Nyonya, mohon maaf apabila saya lancang. Tapi sebaiknya nyonya beritahu soal kehamilan nyonya. Saya khawatir nyonya"

Zoe terdiam. Bi Lastri benar, jika ia mengatakannya mungkin Maxi bisa bersikap lebih baik begitu juga dengan Julie.

Setelah lama memikirkannya ia pun akhirnya memutuskan tekat untuk memberitahu Maxi soal kehamilannya.

☆☆☆

Sudah seharian Zoe menunggu Maxi. Pria yang paling ia cintai akhirnya kembali kerumah. Dengan baju yang sudah tampak tidak rapih.

Seperti malam sebelumnya, Maxi langsung pergi ke Walk In Closet tanpa memberi kecupan manis pada istrinya.

Maxi kembali keluar setelah selesai membersihkan diri. Zoe hanya diam menatap Maxi yang semakin lama terasa sangat jauh meski jarak mereka kini hanya beberapa langkah.

" Max.. ada yang ingin ku bicarakan" mulai Zoe membuat Maxi berpaling.

Zoe akhirnya menghela nafas, " Aku perlu mengatakan ini. Max.. siap tidak siap.. kau akan menjadi seorang ayah"

Deg.

Perkataan itu langsung menghentikan aktivitas Maxi dan membuatnya menatap kesal Zoe. " Apa kau akan membicarakan ini lagi?!" Ujarnya dengan nada mulai meninggi.

" Max.. siap atau tidak siap kita ini suami istri. Anak adalah hal yang kita impikan"

" Impikan kau bilang? Berapa kali aku harus mengatakan alasanku padamu hah?! Mengapa kau terus saja bahas ini Zoe? Kau tahu jawabanku tidak akan berubah"

Zoe langsung terdiam dan menatap Maxi tidak percaya, " Jika... aku hamil saat ini apa yang akan kau lakukan?"

Maxi hanya diam. Tidak mungkin zoe hamil. Dirinya selama ini selalu mengenakan alat pengaman saat bercinta dengan Zoe. Pikirnya.

" Jika itu terjadi. Jangan salakan aku jika aku tidak bersikap seperti layaknya seorang ayah." Jawabnya singkat.

Dengan ringan dan tanpa rasa bersalah, Maxi melangkah meninggalkan Zoe dikamar.

Zoe menangis ia mengusap dadanya yang terasa sangat sakit. Ia tidak mengerti, mengapa Maxi menjadi seperti itu, Maxi yang ia kenal adalah pribadi yang sangat mencintai keluarga. Tapi bagaimana bisa ia  berkata seperti itu pada dirinya?

Zoe hanya bisa menangis sambil memegang perutnya yang mulai terasa sakit.

" Aw..." jeritnya membuat Bi Lastri yang dari tadi mendengarkan zoe dan Maxi bertengkar langsung menghampiri Zoe. " Nyonya, kita kerumah sakit ya"

Zoe mengangguk sambil meringis, ia membantu Zoe berdiri dan membantunya berjalan.

Diruang tamu mereka berpapasan dengan Maxi yang sedang mengambil kunci mobil. " Tuan. Nyonya sedang sakit"

Marry My BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang