I Can Not Move On : Park Jimin (2)

4.9K 212 15
                                    

Jimin mematung di belakang Dahyun yang sibuk mempersiapkan bahan di depan counter dapur. Hati Jimin berdesir. Membayangkan bagaimana punggung Dahyun berada dalam pelukannya dulu. Tangannya mengepal, menahan gejolak untuk menyentuh Dahyun yang sekarang bukan lagi kekasihnya. Suara detak-detak pisau dari Dahyun yang sedang mengiris sayuran menghiasi ruangan. Jimin terus melangkah, mendekati punggung Dahyun yang dibalut sweater cream. Dia tak lagi bisa menahan. Tangan kekarnya melingkari pinggang Dahyun hingga kedua tangan Jimin bertemu di perut Dahyun. Dagunya disandarkan pada pundak Dahyun. 

Dahyun menghentikan kegiatannya mendadak. Mendadak pula badannya terdiam kaku atas perlakuan Jimin. Dadanya berdegup kencang. Akhirnya ini terjadi, lagi. Sentuhan Jimin yang sangat ia rindukan. Mungkin sekarang wajahnya sudah semerah tomat. Rasa canggung tak tergambarkan. Mungkin karena status mereka yang bukan lagi sepasang kekasih. 

"Aku sedang memasak, Jimin," kata Dahyun lirih, ragu, canggung atas posisinya yang berada di pelukan Jimin. Jimin tak beranjak. Kepalanya bergerak mencari kenyamanan diantara pundak dan leher Dahyun. Gerakan kecilnya membuat Dahyun berdesir, wanita itu memejamkan matanya. Tangannya kelu, tak bisa lagi menggerakkan pisau yang dipegangnya.

"Biarkan seperti ini dulu. Aku merindukanmu, Dahyun-ah," kata Jimin yang membuat Dahyun semakin merinding karena desah nafas Jimin yang terasa jelas menyapu lehernya.

Dahyun berusaha mengabaikan Jimin. Dia mengumpulkan tenaganya kembali untuk meneruskan kegiatannya memasak. 

"Aku hanya akan memasak, lalu pergi," ucap Dahyun pada dirinya sendiri. 

Jimin tersenyum diantara leher Dahyun. Tangannya terus mengikat perut Dahyun, menghirup aroma tubuh mantan kekasihnya dengan nyaman. Kecupan kecil dia berikan di leher Dahyun, membuat wanita itu kembali menghentikan kegiatannya. 

"Jimin....., aku tidak bisa memasak kalau kau begini terus," protes Dahyun. Tapi pria itu mengabaikannya. Bisa jadi protes Dahyun membuatnya semakin bersemangat memeluk Dahyun. 

"Kita sudah bukan kekasih, Jimin-ah," kata Dahyun akhirnya setelah benar-benar menghentikan kegiatannya memasak. Jimin tidak peduli. Tangannya justru semakin erat memeluk Dahyun. Kecupan yang diberikannya tidak lagi kecupan kecil, tapi hickey, hingga leher Dahyun merona pink keunguan.

"Sssssh aaah, Jimin!" pekik Dahyun diantara desahannya. Bibir plum Jimin justru memberikan hickey ke bagian lehernya yang lain. Dahyun tidak bisa bergerak. Badannya terlalu kecil untuk Jimin yang cukup kekar mengurung tubuhnya. Tubuh Dahyun mulai bergeliat, merasakan sensasi yang diberikan Jimin pada leher dan tangannya yang mulai bergerak di sekitar perutnya. Dahyun kemudian membalikkan tubuhnya.

Kini Dahyun berhadapan dengan Jimin, tapi masih dalam pelukannya. Tapi pemandangan Jimin membuat Dahyun semakin tak bisa pergi. Raut wajah Jimin sudah berubah. Bibirnya merah, matanya memancarkan keinginan yang lebih, dan tangan Jimin yang bergerak tak nyaman di punggungnya seolah mencari kehangatan. Jimin mengeratkan pelukannya pada Dahyun, lalu menyentuh bibir Dahyun dengan bibirnya.

Jimin menguasai Dahyun. Wanita itu kini dalam pelukan eratnya, kedua bibir mereka bertautan. Bibir tebal Jimin meraih bibir Dahyun seolah-olah ingin memakan semua bibir Dahyun. Tangannya bergerak menahan tengkuk Dahyun agar ciumannya semakin dalam. Tidak ada yang bisa dilakukan Dahyun selain menerima dan membalas ciuman hebat Jimin. Dahyun sangat tahu rasanya bagaimana ciuman Jimin. Ciuman yang seperti candu, yang 5 bulan ini sangat dia rindukan. Dahyun telah terlena, melupakan statusnya yang bukan lagi kekasih. Kepalanya bergerak mengikuti Jimin. Decak-decak kedua bibir mereka memenuhi apartemen Jimin. 

"Hhhhhh," Jimin melepas sejenak ciumannya, memastikan bahwa Dahyun baik-baik saja. Oh bukan hanya baik-baik saja, Dahyun telah merubah rona wajahnya menjadi sepertinya. Wajah yang menginginkan lebih. 

Lost in Your Love (BTS Oneshots) [M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang