Jangankan untuk berbahagia bersamamu, disakiti oleh mu saja aku mau. Apakah ini pembodohan dari cinta?
_DeaLova_
***
Meregangkan otot lehernya beberapa kali, Dea merasakan tubuhnya benar-benar terasa seperti ditimbuk oleh beban yang begitu berat. Bagaimana tidak, disaat dirinya sedang santai mengistirahatkan tubuhnya di atas kasur empuknya. Tiba-tiba saja ke-lima sahabatnya datang dan begitu saja menyerang tubuh Dea. Mereka sangat kompak memeluk Dea sampai sekujur tubuh Dea tenggelam dalam tubuh mereka yang saling bertumpukkan. Sore tadi menjelang adan magrib, ke-lima sahabatnya datang ke rumahnya. Mereka mengaku sangat merindukan Dea hingga akhirnya Dea diserbu oleh puluhan pertanyaan kenapa Dea melakukan hal sedemikiran rupa yang membuat mereka beranggapan bahwa Dea sedang menghindari mereka. Perlahan Dea menjelaskan alasannya membuat mereka semua mengangguk paham dan mengiyakan saja apa alasan yang Dea berikan. Karena yang terpenting bagi mereka adalah Dea terlihat dalam keadaan baik-baik saja."Kue kering yang kemarin Nda beli kasih aja buat temen kamu itu!" seruan Bunda Dea— Dian, terdengar menginterupsi.
"Nda telat ngomongnya. Toh, mereka udah makan kue keringnya sampe ludes," jawab Dea setengah mendelik mengingat kelakuan sahabatnya tadi.
"Oalah... sadis," sarkas Bunda Dea seraya menggelengkan kepalanya takjub.
Dea mengangkat nampan yang di atasnya sudah tersedia beberapa gelas air minum untuk sahabatnya. "Bunda kaya gak kenal mereka aja," cuitan Dea sambil melenggang pergi dari dapur.
Dari jauh Dea sudah mendengar suara riuh dari dalam kamarnya. Keberadaan mereka berlima memang sudah biasa membuat Dea sedikit kewalahan. Dalam artian, mereka tidak ada rasa malu sedikit pun ketika bertamu. Walaupun Dea tidak mempermasalahkan itu semua dan justru bersyukur karena dengan adanya kehadiran mereka Dea bisa absen dari kejahilan kakaknya itu yang selalu menganggunya setiap hari.
"Cika lo diem dulu bisa gak sih? Gue gak mau ketinggalan gosip lagi nih!"
"Lo itu cowok Gara. Tapi masalah gosip gak mau ketinggalan."
"Gelud kuy sini. Lama-lama gue kesel sama lo, cik."
"Lagian kurang kerjaan lo dengerin gosip dari si Miki. Unfaedah taik, kita tahu kalau si Miki itu suka prank, jadi gue yakin omongan dia gak ada guna."
Miki memiting leher Cika membuat kepala cika berada diantara ketiaknya. "Tapi lo juga penasaran, kan? Hayoloh... Gue tahu omongan lo itu cuma dusta di mulut doang."
"Aaaww... sakit bego leher gue!" Ringis Cika berteriak keras.
"Lo pacar yang selalu menistakan," tukas Miki dengan nada yang terdengar greget.
"Lepasin kepala gue woy... ketek lo bau anjir."
Setengah terpaksa Miki melepaskannya, meninggalkan rasa kesal bagi Cika. Lelaki itu tahu saja apa kelemahan dirinya, yaitu Cika tidak suka jika ia harus berdekatan dengan ketiak Miki. Pacar atau tidaknya, suka atau tidaknya, Cika tidak bisa menyangkal bahwa hal yang paling tidak suka dalam diri Miki ialah ketiaknya.
"Bau taek kambing," tuduh Cika seraya mengusap hidungnya. Tanpa rasa kasihan dan dengan ringannya Miki menoyor kepala Cika cukup keras. Cika mengaduh kesakitan, ia terkadang berpikir, tidak tahu apakah ini bisa dibilang hubungan dalam berpacaran jika kelakuan mereka berdua begitu absurd. Terkadang mereka bisa romantis, bisa juga bercanda, tapi yang Cika rasakan akhir-akhir ini sering bertengkarnya.
"Tau aja kalau gue haus."
Suara dari Gara mengalihkan perhatian Cika juga Miki. Secara bergantian mereka mengambil gelas dan meminumnya. Dea menggelengkan kepalanya untuk kesekian kalinya lagi, kemudian ia ikut membaringkan tubuhnya di atas kasur, menatap langit-langit kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DeaLova
Teen Fiction"Cinta memang tidak tahu kapan ia datang, tapi cinta tahu kapan semestinya ia pergi." Dea. "Mencintaimu adalah keputusanku yang mutlak, dan menyakitimu ketidaksengajaan yang ku perbuat." Lova. _DeaLova_