SEPENGGAL ROTI
Memaki bisa saja menjadi sanjungan. Memarahi mungkin bisa berubah menyayangi. Jika berbagai kemungkinan bisa menjadi kenyataan secara mudah. Lantas, kenapa pengharapan tentangmu begitu sulit untukku menjadi sebuah pencapaian?
~DeaLova~
***
Lova membuka pintu kamar secara perlahan, tangan yang satunya membawa baki yang terdapat satu mangkuk sup dan segelas air putih. Sambil meletakkan di atas nakas, dia menatap Anna yang sedang berbaring di atas kasur dengan selimut tebal yang menutupinya sampai dada.
Sepertinya Anna tertidur pulas, hampir 3 jam dia masih belum bangun. Terlihat pula sekarang napasnya sangat tertatur bertanda bahwa Anna terlalu menikmati dunia mimpinya.
Lova setengah berjongkok, lututnya ia gunakan sebagai tumpuan. Manatap Anna yang tertidur membuat bibirnya terangkat ke atas. Hari ini, Lova kecolongan Anna yang tengah diganggu oleh Andre atau bahkan lebih parahnya bisa dibawa kabur, jika saja tidak dapat informasi dari Gara mungkin sekarang Lova tidak akan ada di rumah ini dan membiarkan Anna dalam bahaya.
"Gue khawatir, Na!" Ujarnya risau.
Tangan kirinya kini menggenggam tangan Anna yang Lova rasa sedikit dingin. Dia mencengkeram erat tangan Anna seolah ingin memberitahukan kepada Anna bahwa Lova sangat mencemaskannya dan tidak ingin hal buruk terjadi lagi kepada Anna.
"Jangan kaya gitu lagi, jangan bikin gue marah kaya tadi. Gue gak mau ada apa-apa sama lo."
Tangannya sudah beralih mengusap puncak kepala Anna, akibatnya Anna menggeliat dan melenguh, namun sedetik kemudian Anna sudah terlihat tenang lagi. Lova terkekeh lalu berdiri menjauhkan tubuhnya agar tidak menganggu tidur Anna.
"Gue pulang. Jaga baik-baik kondisi lo." Lova merasa bodoh sekarang, dia berbicara sendiri dan tidak ada yang mendengarnya. Namun Lova yakin pasti dalam mimpi Anna dia mendengarkan pesan apa saja yang Lova ucapkan.
***
Brakkk...
Semua tatapan kaget mengarah ke arah sumber bunyi yang keras. Di sana, Dea menggebrak pintu sangat keras membuat orang-orang di dalam rumah sontak merasa kaget.
"Masuk rumah bukannya salam, malah bikin rusuh!"
"Eh, Bunda!" Dea terperanjat melihat seorang wanita yang umurnya hampir sama seperti wanita yang duduk di sebelahnya. Kemudian Dea menyalami tangan kedua wanita itu.
"Dari kapan Bunda ke sini?" Tanya Dea langsung dengan nada lemah lembutnya dan mengabaikan ucapan dari wanita paruh baya tadi.
"Udah lama, kamu baru pulang?"
Dea mengangguk seraya menghempaskan tubuhnya ke kursi, dia merasa lemas sekarang.
"Terus kenapa kamu datang malah ngegebrak pintu? gak bisa lembut sama sekali jadi cewek." Nadanya terdengar ketus. Dea langsung berdiri, tangannya menggenggam tali tas.
"Nda, aku tuh tadi di kejar anak kucing Pak Doni. Masa Dea diem aja kalau dikejar gimana kalau Dea di gigit? Nda, mau?"
"Kamu itu terlalu lebay, cuma di kejar kucing aja sampai segitunya. Gimana kalau di kejar anjing." Dea melingkarkan bola matanya jengah.
"Nda itu gak ngerti Dea, sih. Udah tahu Dea takut sama kucing. Gimana sih, sama anak sendiri aja gak saling memahami satu sama lain."
"Ya kamunya aja yang--"
KAMU SEDANG MEMBACA
DeaLova
Teen Fiction"Cinta memang tidak tahu kapan ia datang, tapi cinta tahu kapan semestinya ia pergi." Dea. "Mencintaimu adalah keputusanku yang mutlak, dan menyakitimu ketidaksengajaan yang ku perbuat." Lova. _DeaLova_