Kayaknya emang bakal jarang banget buat UP, bahkan pikiran gue gak inget samsek sama ini cerit. Nah sekarang gue UP, SEMOGA KALEAN SYUKA.•••
Adakalanya kita memang harus bersikap egois untuk kebahagiaan diri sendiri, tidak peduli tentang pendapat dan omongan orang lain selagi diri sendiri merasa bahagia kita perlu melakukannya.
Ucapan Dea waktu itu memang bukan main, ia benar-benar menyetujui atas pertunangannya dengan Lova. Meskipun setelah deklarasi bahwa dirinya setuju ia harus kembali beradu argumen dengan Deon yang masih menentang hubungannya. Selain itu, permasalahan tidak berakhir disana. Dea cukup syok ketika kumpulnya dua keluarga dari pihak dirinya dan Lova ada satu sosok yang membuat benak Dea menggeram.
Bundanya membawa pria lain. Pria yang tidak ia kenali sama sekali tapi berani hadir dalam acara yang begitu penting. Fokus Dea tentu saja terbagi, Lova yang tidak banyak tingkah dan Dian yang acuh akan ketidaksukaan Dea terhadap pria yang dibawanya.
"Bagaimana kalau acara pertunangan dilaksanakan seminggu setelah pelulusan mereka?"
Hampir semua orang mengangguk setuju terlebih Rima yang nampak bahagia sekali. Selepas itu perasaan Dea sepenuhnya tidak bisa tenang, bagaimanapun Dea masih ragu akan keputusannya kali ini. Ia tidak pernah seegois ini dalam pilihannya terbukti ia yang masih memikirkan apakah Lova akan menerimanya atau tidak? Apakah Lova akan membenci dirinya atas tindakannya? Atau apakah cinta Lova untuknya akan hilang?
Posisi Dea masih bersila setelah keluarga Lova sudah meninggalkannya. Dian sudah beberapa kali memanggil agar anaknya dapat menghampirinya tapi Dea masih dengan pikirannya.
"Kamu gak mikirin buat ngebatalin pertunangan, kan?"
"Gak, Nda."
"Jadi, kenapa sekarang kamu malah bengong kaya gini? Daritadi bunda manggil kamu."
"Gak apa-apa ko, Nda." Jawab Dea lemah.
"Kamu pasti kaget, ya?"
Dian tidak sepenuhnya merasa bersalah, hanya saja memang keputusannya kali ini sedikit memberanikan diri karena jika tidak hari ini maka Dian tidak akan menemukan hari yang pas menurutnya.
"Entah Bunda Rima, Entah Nda. Kalian sama-sama bikin Dea kaget." Jawab Dea lagi.
"Dea pikir Bunda Rima gak akan langsung ke sini setelah mendengar keputusan Dea. Selain itu pula, Dea pikir Bunda gak akan seegois ini sama Dea dengan membawa pria lain bahkan dihadapan keluarga Lova."
"Bukan begitu sayang, Bunda ada alasan sendiri melakukan ini."
"Tapi bukan hari ini juga Nda, mau bagaimanapun malam ini ada dua pertemuan keluarga, dan maaf Nda aku sedikit malu ketika ada kehadiran orang asing diantara kita. Dia gak tahu apapun kenapa harus diikut sertakan, kalaupun harus ada yang hadir itu adalah Papah, bukan dia."
"Dea, Om Luky bukan orang asing."
"Itu bagi Nda, di mata Dea dia orang asing."
"Karena itu Bunda pengen kamu lebih dekat dengan beliau."
"Akan ada waktunya Nda, dan bukan waktu yang dekat ini. Bunda tau apa yang Dea inginkan jadi aku harap Bunda bisa mengerti."
"Selama ini Bunda selalu mengerti kamu, selalu sabar untuk menunggu kamu bisa menerima. Bunda butuh waktu untuk menerima semua ini tapi disaat Bunda bisa menerima sedangkan kamu masih menganggap Bunda terluka, Bunda hargai itu karena waktu itu bukan hanya Bunda yang tersakiti. Kita semua."
"Dea, saat ini hanya kamu yang tidak bisa menerima akan keadaan kita. Bukan Bunda yang terluka tapi kamu yang masih terjebak. Nak, ini sudah saatnya."
"Ini yang aku benci dari orang dewasa, ketika mereka terluka mereka hanya memikirkan dirinya sendiri untuk sembuh tanpa melihat ada yang tersakiti karena mereka." Dea saat ini menatap sedih Dian, menumpahkan kekecewaannya selama ini. Meluapkan semua hal yang mengganjal dalam hatinya.
"Om Luky mungkin saja bisa menyembuhkan Bunda, tapi gak ada seorangpun yang bisa menyembuhkan Dea."
"Bunda tahu kenapa sampai saat ini Dea selalu menahan Lova agar tidak pergi dari kehidupan Dea? Itu karena hanya dia yang mampu mengalihkan pikiran Dea dari masalah kita meskipun harus dialihkan dengan masalah yang baru."
Dian menggeleng lemah, tidak ada niat sedikitpun untuk membuat posisi Dea semakin terjebak, "kamu sudah tersakiti selama ini."
"Dan aku sudah terbiasa menerimanya. Karena itu aku gak mau semakin tersakiti dengan kehilangan Lova dan Bunda yang mencintai lelaki lain."
***
Dea sepenuhnya tidak merasa terusik akan banyaknya pasang mata yang tertuju padanya, hanya karena kejadian kemarin yang sudah mencuri topik dari sebagian murid perkelahian Dea dengan teman-temannya sukses sudah menjadi perbincangan terhangat.
"Udah berasa jadi artis seharian, ya?"
"Resiko jadi orang terkenal harus bisa menerima kapan aja dan dimana aja jadi pusat perhatian." Angkuhnya.
"Jangan bilang sekarang lo jalan sama gue cuman numpang pansos!" Tuduh Dea menyelidik.
Lazuardi berdecak sebal. "Tanpa lo semua orang tahu siapa gue sebenarnya. Ada orang yang gak kenal Lazuardi di sekolah ini?"
Spontan saja bibir Dea mencebik. "Sombong akut."
"Lo baik-baik aja?"
"Lo lihat keadaan gue, kan?"
"Bibir lo emang tersenyum, tapi mata lo keliatan banget bengkaknya. Lo abis digigit kecoa?"
"Kecoa insecure kalau mau gigit mata gue."
"Kenapa?"
"Karena sorot mata gue bisa membuat cowok-cowok melayang." Jawab Dea asal.
Lazuardi sesaat terdiam. "Krik banget sumpah. Lo emang gak ada jagonya buat lucu-lucuan."
"Tapi tau gak Dea, alasan orang yang gak lo duga bisa menyukai lo?"
"Orang yang gak gue duga?"
"Miki misalnya. Dia temen deket lo tapi ternyata dia suka lo, kan?"
"Tapi itu, kan, dulu."
Lazuardi mengangguk. Langkah mereka bersamaan menuruni tangga. Tubuh Lazuardi semakin merapat begitu banyak murid lain yang berjalan berlawan arah.
"Lo pernah mikir gak kalau Gara suka sama lo?"
"Mungkin."
"Lo pernah mikir juga gak kalau gue suka lo?"
Dalam hitungan detik langkah Dea terhenti, tubuhnya terdiam. Setelah menyadarinya ia berbalik menghadap Lazuardi. "Gue gak mau musuh jadi cinta."
To be continue
•••
Udah ya ini gue up setelah beberapa minggu enggak nengok ini lapak. Semoga aja gak terbengkalai karena kepadatan aktivitas gue sebagai tingkat akhir.
Bye bye dari gue yang sedang gemas-gemasnya lihat dedeq I-LAND.
KAMU SEDANG MEMBACA
DeaLova
Teen Fiction"Cinta memang tidak tahu kapan ia datang, tapi cinta tahu kapan semestinya ia pergi." Dea. "Mencintaimu adalah keputusanku yang mutlak, dan menyakitimu ketidaksengajaan yang ku perbuat." Lova. _DeaLova_