58

167 13 1
                                    

⬆️Lovarian—Perpisahan Termanis🎵⬆️

Kalian kenapa pengen Dea dan Lova bersatu? Padalah jelas-jelas sudah banyak sekali kesalahan yang Lova perbuat?

•••

Dea menutup mulutnya menahan suara, ketika rasa itu kembali datang Dea menggigit telapak tangannya.

"Sakit, Dea." Dea menggeleng begitu sepasang tangan yang mencoba untuk menjauhkan tangannya dari mulut Dea. Dea masih butuh waktu untuk mencerna apa yang telah terjadi. Matanya sudah lebih dulu berair, satu tangan yang lainnya menepuk dadanya.

"Gue minta maaf." Suara itu bagaikan alunan musik yang sangat ingin Dea hilangkan. Dea terisak.

Ini sudah berakhir.

Lova benar-benar sudah melepaskannya.

Dea sudah menduga hal ini, tapi rasa sakitnya diluar dugaan. Dea hanya bisa terisak ketika ia melihat Lova di depannya nampak terluka, ternyata bukan hanya dirinya saja yang tidak menginginkan perpisahan. Namun sepertinya pilihan Lova kali ini bukan semata-mata atas perasaannya terhadap Dea yang menghilang, tetapi lebih dari rasa tanggung jawabnya untuk melepaskan rasa sakit Dea selama ini. Yaitu dengan cara meninggalkannya.

Lova tahu sebrengsek apa dirinya mengkhianati Dea dengan cara memilih wanita lain. Tapi di sini, Lova pun sama-sama tidak bisa mencari solusi yang terbaik ketika ia sudah lama terjebak dalam situasi yang membingungkan.

Entah ini pilihan yang tepat atau tidak. Lova ingin membuat Dea tidak terikat dengannya untuk sekadar memberikan luka.

Lova merapihkan anak rambut yang menghalangi wajah Dea, mengusap air mata itu agar tidak terus meluruh. Jujur saja hatinya mencelos amat sangat. Ini bagaikan mimpi buruk yang menjadi kenyataan.

"Gue lepasin lo bukan karena rasa gue yang hilang, tapi gue cukup tahu diri buat menahan lo yang malah bisa bikin lo semakin tersiksa."

"Dea, mencintai lo adalah keputusan yang benar, dan menyakiti lo adalah ketidaksengajaan yang gue perbuat. Gue gak pernah sekali pun menyesal jatuh cinta sama lo hingga saat ini ataupun nanti."

Dea mengangguk membenarkan. Wajar jika ia terluka saat ini, wajar jika dirinya ingin menangis dengan kencang sebagai bukti dirinya mencintai Lova dan Dea pikir mungkin ini adalah pilihan Lova yang paling benar untuk keduanya. Dea menggenggam tangan Lova yang menangkup kedua pipinya, menatap penuh cinta ke dua bola mata Lova, menikmati waktu terakhirnya untuk memandang seseorang yang telah menemaninya selama ini, memberikan kasih sayang dan cinta yang sangat besar, juga seseorang yang memberikan luka yang tidak ada bandingannya.

Dea tersenyum getir, wajah ini yang akan sangat ia rindukan suatu saat nanti. Kedua matanya yang menenangkan ketika Dea merasa lelah, bibirnya yang selalu mengoceh atas tingkah kekanakan Dea, dan hidungnya yang selalu menjadi bahan bullyan Dea. Serta kedua telinga yang selalu mendengarkan ocehan Dea di kala malam. Hanya sosok di depannya yang mampu mendobrak hati Dea, membuat Dea menjadi orang yang sangat beruntung pernah dicintai oleh Lova. Menjalin kasih selama empat tahun, menciptakan banyak kenangan yang demi apapun Dea rasa tidak akan pernah melupakannya sama sekali.

Sakit yang Lova berikan memang sangat banyak tapi cinta yang Dea dapatkan lebih banyak.

Dan sekali lagi, itu tidak akan cukup untuk membuat mereka bertahan. Dea juga tidak bisa segois itu untuk menahan Lova dan membiarkan Lova masuk dalam keadaan yang memperumit kehidupan Lova, dimana ia harus menjaga perasaan Dea dan harus menemani wanita gila yang sangat membutuhkan peran Lova.

Untuk kali ini saja Dea mengalah.

Sepakat untuk melepaskan cinta mereka.

"Suatu saat nanti lo bakal menyesal."

Lova mengangguk lemah. "Lo benar, gue pasti akan menyesal. Jika nanti kita dipertemukan kembali, buat gue menyesal pernah lepasin lo."

"Pasti. Gue akan lakukan itu.

Dan selanjutnya Lova menarik wajah Dea lebih mendekat, menyatukan benda kenyal mereka. Ini pertama kalinya Lova memberikan ciuman tepat di bibir Dea dan akan menjadi ciuman terakhir yang ia berikan. Perlakukan Lova saat ini semakin membuat Dea ingin menangis, Dea meyakinkan diri jika ini adalah keputusan yang benar dan tidak akan menyesalinya.

Sebelum melepaskan ciumannya, Lova sedikit melumat bibir Dea lembut bersamaan air mata yang bisa ia rasakan.

"Kasih gue kesempatan terakhir untuk malam ini bisa nemenin lo."

Mata Dea masih terpaku pada Lova. Cukup lama menjawab sampai gelengan kepala yang Dea berikan sebagai penolakan.

"Gue gak mau hal itu bikin gue berubah pikiran dan bersikap egois, cukup sampai di sini dan kita sudah berakhir."

Menerima dengan berat hati. Lova tersenyum miris karena ia dengan tidak tahu dirinya menginginkan hal itu.

Sekali lagi Lova menggenggam erat kedua tangan Dea. Untuk terakhir kalinya menguatkan diri dan memastikan apa yang ia lakukan adalah benar.

"Love you."

"Thank you."

"And good bye."

Dan tidak ada lagi air mata yang tersisa untuk ucapan terakhir yang Dea dengar kali ini. Sosok itu sudah menghilang, punggung yang begitu ringkih itu menjauhi perlahan dari pandangannya. Dea menghirup udara begitu banyak, mengembuskan penuh kekecewaan.

Dibalik udara yang dingin malam ini, Dea berjalan tertatih menuju kamarnya. Hampa, kosong, sepi dan sunyi. Dea memeluk tubuhnya di balik selimut. Menutup mata menikmati kesunyian dan perasaan yang harus dengan terpaksa berdamai dengan kenyataan.


***

Can i meet you?

Pesan yang baru Dea buka di pagi hari ini mampu membuat tubunya bangkit dari posisinya. Matanya masih terasa sembab dan bengkak, dia mengucek pelan, berjaga-jaga jika saat ini matanya masih normal dan teks di layar ponselnya bukanlah kesalahan.

Are u sure?

Setelah mendapat balasan dari sang pengirim yang menyebutkan sebuah alamat, Dea bergegas membersihkan diri.

Dea tidak bisa menolak kesempatan ini untuk mengetahui siapa orang itu. Meski keadaannya jauh dari kata baik, Dea patut mengapresiasi keberanian orang tersebut yang sudah ingin menampakkan diri.

Waktu menunjukkan pukul 12 siang. Kaca mata hitam yang Dea pakai saat ini sangat mencolok untuk menjadi pusat perhatian orang lain. Dia tidak peduli, ini lebih baik daripada mata bengkaknya menjadi tontonan banyak orang. Itu lebih memalukan.

Langkah Dea semakin ragu begitu memasuki sebuh restoran, dan keadaan restoran itu sangat ramai sekali dengan pemuda pemudi. Di pojok ruangan ada panggung kecil yang sudah di dekorasi sedemikian rupa, ber-banner nama sebuah Band yang terkenal.

Pamungkas.

Dea semakin tidak mengerti apa yang terjadi. Ia mengecek alamat yang ia terima, dan dengan yakin ia tidak salah tempat.

Tiba-tiba saja tepukan dari belakang membuat tubuh Dea menjengit. Berbalik secara perlahan dan selanjutnya wajahnya tidak bisa menyembunyikan keterkejutan.

Mata Dea melolot. "Lazuardi?"




To be continue.

•••

Masih ada beberapa chapter sebelum cerita ini benar-benar selesai.
Semoga enjoy, harapan kalian belum berakhir sebelum kata TAMAT benar-benar tertera.

DeaLovaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang