35

305 14 0
                                    

Bali, 2015

"Sayang, tungguin dong. Ini aku bawa anak kamu loh. Berat!" Teriakan itu mampu menarik perhatian banyak orang di jalanan. Bertepatan di lampu merah perempatan kota, puluhan pasang mata menatap tidak percaya pada gadis yang berteriak cukup lantang itu.

Bukan karena suaranya, namun karena apa yang ia katakan. Dilihat dari wajah dan postur tubuhnya bisa ditebak jika anak itu masih anak SMP. Dan bagaimana mungkin ucapannya itu harus dipercaya atau tidak ketika kedua tangannya mengelus perutnya.

"Lo ngomong apa, sih?" Bengis laki-laki di depannya.

Gadis itu terkekeh sambil mendekat. Namun hanya sebentar begitu laki-laki tu langsung berjalan kembali menyebrangi zebra cross.

"Dea buruan nanti lampu merah lagi!" Suara interupsi itu membuat Dea menatap angka merah yang berada di atas. Menunjukkan 30 detik hingga lampu merah akan menyala.

Dea berjalan mengikuti. Namun pandangannya sedikit terganggu ketika fokusnya pada salah satu pengendara motor yang melewati batas seharusnya ia berhenti. Yaitu di belakang zebra cross, dan pengendara itu melewati hampir setengahnya. Dea mendengus. Dan selanjutnya hal yang ia lakukan mampu membuat pengendara itu melototkan matanya.

"Patuhilah tata tertib!" Teriak Dea lagi-lagi menarik perhatian. Dengan sengaja Dea melewati pengendara itu dan sedikit menendang ban depannya. Itu hanya sebagai teguran tentu saja.

Menatap wajah yang setengah tertutup karena helm fullface nya, kilatan mata itu terekam jelas oleh Dea. Beberapa detik sebelum tarikan pada tangannya bisa Dea rasakan. "Gak usah berulah di tengah jalan, Dea!"

"Gue cuman gak suka kalau tamu berulah di daerah sini, Deon."

"Tau dari mana kalau dia bukan anak sini?"

"Emmm. Matanya? Eh," sejenak Dea berfikir. Sepertinya itu bukanlah alasan yang tepat.

"Udah deh, pusing gue liat lo dari tadi banyak tingkah." Dan Deon kembali meninggalkan Dea di tepi jalan.

Dea berbalik arah. Pengendara itu baru saja berlalu.

Penampilan tuh orang bukan anak sini banget. Mungkin yang lagi liburan.

Dea mencoba menabak meskipun tak butuh kebenarannya seperti apa.

Matanya bikin gue takut.

Dan itu hal yang membuat Dea sedikit terpaku pada kejadian tadi, meskipun tidak bisa mengalahkan rasa kekesalannya.

...

"Mbak Ayu, biar Dea aja yang jaga kasir. Mbak Ayu istirahat aja kasihan debaynya kalau kecapean."

"Mbak Ayu masih kuat."

Dea menggeleng tegas."Aku gak mau nanti Nda marahin Dea karena biarin Mbak Ayu kecapean. Mbak Ayu mau kalau Dea dimarahin Nda sma Ayah?"

Mbak Ayuk mengulum senyum. Anak dari bosnya ini memang sangat bawel. Maklum, anak baru gede.

"Gak apa-apa?" Tanya Mbak Ayu tidak enak.

Dea berdecak. "Udah, Mbak Ayu Istirahat. Itung-itung Dea belajar bekerja." Dea mendorong pelan Mbak Ayu untuk duduk di kursi yang tidak jauh darinya. Wanita yang sedang mengandung itu menggelengkan kepalanya atas sikap Dea.

"Selamat siang. Bisa saya bantu?" Ucap ramah Dea ketika seseorang baru saja menghampirinya. Bukan jawaban yang Dea dapat melainkan sebuah senyuman menjadikan kernyitan di dahi Dea tercetak.

"Permisi. Apakah anda membutuhkan sesuatu? Atau butuh rekomendasi untuk mendapatkan kue yang terbaik di toko ini? Biar saya tunjukkan salah satu kue best seller kami. Say—"

"Hai."

Ucapan Dea terpotong. Menatap heran Laki-laki di hadapannya yang masih saja tersenyum. Apakah bibir itu tidak pegal?

"Iya, bisa saya bantu?" Ucap Dea ramah.

Sekian kalinya Dea tidak mendapatkan jawaban melainkan tindakan membingungkan dari laki-laki itu. Uluran tangan mengarah pada Dea, senyuman tak pernah lepas dari bibir itu.

Apa yang laki-laki itu inginkan?

Cukup lama menatap laki-laki aneh ini. Seketika mata Dea melotot tidak percaya.

Bukankah laki-laki ini pengendara itu?

Dea ingat betul bagaimana kedua bola mata si pengendara yang sempat Dea marahi pada kejadian itu.

Iris mata berwarna coklat dengan alis tebalnya. Meskipun wajahnya sebagian tertutup tapi Dea bisa memastikan jika laki-laki ini adalah si pengendara itu.

Sorot mata ini gak ada duanya.

Cukup lama bergelung dengan pikirannya, sentuhan di dahinya membuat Dea tersadar.

"Apa yang lo lakukan?" Ketus Dea sambil melotot. Laki-laki itu bisa-bisanga menyentil dahinya dan sekarang malah tertawa tidak jelas.

"Lo lucu kalau ngelamun." Dea langsung terkejut. Benar-benar gila.

"Dan bakal lebih lucu kalau lo nyebutin nama lo."

"Akan lebih lucu dengan orang yang mengajak kenalan dengan tindak kekerasan," ujar Dea sengit.

"Gue tarik!"

"Lo cantik kalau marah." Lanjutnya.

"Terima kasih, dan maaf gue gak bisa membalas pujian lo karena gue lihat gak ada kelebihan dari seorang pelanggar peraturan."

Penuturan Dea yang masih ketus itu malah semakin membuat laki-laki itu tertawa gemas.

"Oke. Kalau gitu—" laki-laki itu mengarahkah matanya menyusuri etalase yang manampilkan beberapa kue dengan berbagai macam bentuk.

"Gue pesen itu." Laki-laki itu menunjukkan pada kue berukuran kecil, bulat dan hanya terdapat hiasan satu buah tangkai mawar merah di atasnya. Entah itu terbuat dari coklat atau apalah ia tidak peduli.

Dea mengambil dengan malas lalu melanjutkan yang semestinya ia kerjakan.

"Empat puluh lima ribu rupiah."

Laki-laki itu memberikan uang berwarna biru dengan mata yang masih fokus pada Dea.

"Terima kasih, semoga anda menyukainya." Meski kesal Dea masih berucap ramah. Menyodorkan bungkusan kue yang sudah dikemas baik.

"Boleh gue minta kertas dan balpoint?"

Dea menghelas napas. Apa lagi yang akan laki-laki ini perbuat?

Setelah memberikannya. Laki-laki itu nampak sedang menuliskan sesuatu. Hanya sebentar, lalu mengambil stapler yang kebetulan ada di dekatnya. Mengambil uang kembalian yang Dea berikan lalu menyatukan uang itu dengan kertas tadi menggunakan stapler.

"Buat lo. Gue tebak lo pasti suka kue ini."

Laki-laki itu memberikan kue yang ia beli kepada Dea beserta kertas dan uang. Setelahnya, ia pergi meninggalkan Dea dengan menyisakan senyuman yang busa Dea rekam jelas.

Dea mengambil kertas yang menyatu dengan uang lima ribu rupiah itu.

Entah apa maksudnya, namun Dea kini sudah tahu siapa laki-laki aneh dan menyebalkan itu.

"Lova?"


To be continue

DeaLovaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang