60

207 13 0
                                    

⬆️Ressa Herlambang— Menyesal🎵⬆️

Part ini pendek banget, sih.

•••

"Aaaaaaa."

Lova melebarkan mulutnya sesuai arahan, satu suapan nasi ia terima.

"Masih sakit gak lukanya?" Lova mengangguk. "Sedikit."

"Kamu udah ngobrol, kan, sama Dea kalau sekarang kamu lebih memilih aku?" Kunyahan Lova sempat terhenti, ia menatap Anna yang siap untuk memberikan suapan yang baru. Lova mengusap puncak kepala Anna menimbulkan segurat lengkungan di bibir gadis itu.

"Aku bisa menyelesaikan masalah aku sendiri."

Lova menepikan mobilnya, di depan sebuah rumah yang tidak asing lagi.

"Mau mampir dulu?"

"Udah malem." Jawab Lova lembut. "Salam buat Om Bima," sambungnya lagi.

Anna mengangguk patuh. Jelas sekali wajahnya begitu bersinar, senyumnya tak bisa lepas seharian ini. "Hati-hati," Anna berteriak ketika mobil yang dikendarai Lova kembali berjalan.

Lova membalasnya dengan membunyikan klakson, melajukan kembali sedikit kencang. Pikirannya kacau, mengingat kejadian semalam yang membuat Lova tidak berani pulang ke rumah. Setelah pulang dari rumah Dea, Lova memutuskan untuk menginap di apartement Miki, hanya Miki satu-satunya yang bisa membantu dirinya. Pun saat Lova menceritakan apa yang terjadi dengannya Miki tidak terlalu banyak merespon, ia membiarkan Lova meluapkan emosi dan kesedihannya. Tanpa sepengatahuan Lova saat itu juga Miki memanggil Gara untuk datang. Sehingga keributan tidak bisa tertahan lagi antara mereka. Jelas sudah Gara akan selalu menyalahkan Lova atas apa yang terjadi.

"Lo kalau mau putus ya putus aja, gak usah pake selingkuh. Brengsek!" Maki Gara, memburu napas. Lova menyeka sudut bibirnya.

"Lo kira semua orang bakal nyanjung lo karena dengan suka rela membantu Anna? Jangan harap, selagi lo malah menyakiti wanita lain." Gara menjauh dari Lova. Dan Miki tengah mempersiapkan P3K khusus untuk kedua temannya.

Pertunjukkan hampir selesai.

"Anna itu depresi tapi lo malah menyerahkan diri yang jelas-jelas lo itu adalah keinginan utama dia. Lo bukannya malah membantu tapi malah memperburuk keadaan dia."

"Ini permintaan Om Bima, gue gak bisa nolak. Gue juga pengen bantu Anna biar kembali menjadi Anna yang normal."

"Dan sekarang lo yang gak normal!" Teriak Gara lagi.

Malam itu Miki harus beralih profesi menjadi perawat dadakan.

Lova menghela napas, membuka seatbelt dan turun dari mobilnya.

Ketika membuka pintu utama ia sudah disuguhkan oleh harumnya masakan. Sepertinya keluarganya baru makan malam padahal jam sudah hampir tengah malam.

"Malam Bunda, Pah." Sapa Lova mendekati meja makan dan mencoba mencium Rima tetapi Rima malah melengos menimbulkan keheranan bagi Lova.

Dilihatnya Gara yang tak acuh.

"Bun."

"Kamu siapa?" Tanya Rima datar, tanpa melihat wajah Lova sama sekali.

"Bun, ayolah. Aku lagi gak mau becanda."

"Siapa yang becanda? Kamu kira sekarang Bunda lagi ngajak kamu stand up?" Sengit Rima masih nampak kesal.

Lova menunduk lesu, ini Bundanya pasti sudah mendengar kabar dari Gara. Dasar pengadu!

"Papah gak pernah ngajarin anak Papah buat mempermainkan wanita. Gara ingat, kalau kamu ngelakuin itu Bunda sama Papah sudah kehilangan anak satu-satunya lagi."

Lova mendongak."Pah, gak gitu."

"Gara ingat juga ucapan Papah. Kalau kamu salah maka akui kesalahan kamu, bukan malah mencari alasan lain untuk membenarkan kesalahan sendiri."

"Papah gak mau punya anak cowok kaya gitu."

"Iya Pah." Jawab Gara tersenyum miring. "Gara ke kamar dulu,"

Lova semakin prustasi. Tidak ada satupun yang berpihak padanya, tidak ada satupun yang mendukung pilihannya. Meski ia sadar ia melakukan kesalahan tetapi kenapa semua orang menghakiminya seperti ini.

"Pah, ayok kita tidur. Besok kita harus siap-siap untuk mengurusi pencoretan salah satu nama di Kartu Keluarga."

Lova melotot tidak percaya. Mana mungkin anggota keluarganya melakukan itu kepadanya hanya karena masalah ini. "Bun, jangan gila."

"Kamu yang gila. Kamu udah berani ngomong gitu ke Bunda? Durhaka!"

Lova menunduk lagi, serba salah.

"Maaf bunda." Ucapnya lemah.

"Kami gak butuh maaf kamu. Kamu harus minta maaf ke keluarga Dea. Disini kami yang malu." Timpal Hitto begitu tegas.

"Aku udah minta maaf ke Dea, Bun, Pah."

"Kata maaf kamu untuk perpisahan."

"Asal kamu tahu, kami merasa malu setelah mendengar cerita dari Gara atas perlakuan kamu ke Dea. Kami begitu kecewa, kenapa kamu ngelakuin itu? Jika ingin memulai dengan yang baru seharusnya kamu bisa menyelesaikan dan berdamai dengan masa lalu. Bukan malah bersikap serakah seperti ini." Ucap Rima kembali memojokkan Lova.

"Kami sekeluarga sudah sepakat untuk memutuskan jika hubungan kalian akan lebih serius, kami dan keluarga Dea sudah merencanakan acara pertunangan." Hitto kembali berbicara.

Mendengar ucapan dari orang tuanya jelas sudah Lova kaget, tidak menduga keluarganya bisa berfikiran ke arah sana.

"Tunangan? Pah, yang bener aja?"

"Pah, lihat. Ini anak emang gak tanggung jawab. Dia udah lama macarin anak orang tapi gak mau dibawa ke arah yang lebih serius." Ucap Rima seolah mengadu.

"Bun, bukan gitu maksud—"

"Bukannya lebih serius tapi dia malah nyakitin pacarnya. Pah, Bunda gak mau punya anak seperti dia."

Sepertinya Rima memang senang sekali memojokkan Lova, bukan semata-mata untuk menyalahkan tapi ingin menyadarkan apa yang sudah diperbuat anaknya salah besar. Rima kira, setelah melihat hubungan anaknya yang terjalin selama beberapa tahun itu dapat membuat pikiran Lova lebih dewasa nyatanya tidak.

"Besok pagi, kita ke rumah Dian." Putus Hitto telak.




To be continue.

•••

DeaLovaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang