Pembelajaran untuk minggu sekarang memang tidak efektif dikarenakan sekolah sedang melaksanakan classmeting. Dimana ada banyak beragam perlombaan untuk semua murid. Di bidang akademik maupun non akademik. Seperti sekarang, pertandingan futsal sedang berlangsung dimana kelas Dea sedang berlawanan dengan kelas sebelas. Mata Dea tertuju pada Lova yang akan menggantikan David sebagai kapten. Tangan lelaki itu merapikan kain yang terikat di kepalanya. Lalu menerima uluran tangan dari David dan Lova sudah masuki arena lapangan.
Sorak pendukung semakin ramai. Apalagi pertandingan basket sedang dimulai pada saat bersamaan maka dari itu dua lapangan yang saling bersisian itu semakin banyak murid yang meneriaki kelas jagoannya.
Sekilas, Dea melihat ke lain lapangan. Di sana Lazuardi sedang bermain basket berlawanan dengan kelas Gara. Sungguh pertandingan yang sengit. Kedua most wanted itu berada dipertandingan yang sama. Lihat saja, begitu banyak poster wajah Gara maupun Lazuardi yang di angkat ke atas tinggi-tinggi oleh para pendukungnya. Dan kebanyakan tidak lain adalah para siswi yang sudah lama mengidolakan mereka berdua.
Pertandingan futsal pun selesai, dimenangi oleh kelas Dea yang mendapatkan skor cukup jauh. Sudah bisa ditebak karena kelas Dea kebanyakan lelakinya itu adalah atlit futsal. Dea mendekati teman kelasnya, wajah penuh keringat bercampur senyum bahagia tercetak jelas di seluruh wajah pemain.
Mata Dea selalu terpaku ke arah Lova yang kini sedang berselonjoran di sisi lapang. Walaupun lelaki itu masuk di babak kedua, tapi seluruh tubuhnya tidak kalah basah dengan pemain lainnya. Dea tersenyum ikut bahagia. Tapi kemudian langkahnya berhenti bersamaan dengan satu tangannya yang ia sembunyikan ke belakang.
Di sana, Anna menghampiri Lova untuk memberikan handuk kecil pada Lova. Napas Dea semakin tertahan saja begitu Lova menerima pemberian dari Anna.
Senyum di bibir Dea semakin tidak terlihat ketika lagi-lagi Anna mengambil haknya kepada Lova. Sahabatnya itu memberikan sebotol minuman kepada Lova sampai tangan Lova hendak meraihnya. Namun kini tatapan Lova beradu dengan Dea, terlihat sedikit terkejut dan tidak lama lelaki itu malah tersenyum padanya.
"Siap nerima tantangan dari gue?"
Tiba-tiba saja Lova sudah berada dihadapannya dengan kerlingan mata. Dea mendengus, ia hampir saja melupakan taruhannya dengan Lova beberapa hari yang lalu.
"Masih ada dua pertandingan lagi sebelum lo mau sombong ke gue."
"Dan gue yakin kelas kita yang bakal juara."
Mata Dea membola. "Jangan lupa kelas kakak lo yang bahkan lebih jago pemainnya."
"Dan jangan lupa juga kelas kita pernah ngalahin kelas mereka."
"Ya, terserah. Kalau aja nanti kalah. Lo harus siap-siap."
"Tentu, lelaki sejati gak akan mengingkari janjinya."
Dea tersenyum miring. Tidak akan mengingkari janjinya? Benarkah? Lalu selama ini?
"Mana?"
Kening Dea mengernyit bingung, manatap uluran tangan Lova.
"Minum gue! Lo ke sini pasti mau ngasih gue minum, kan?"
"Geer, gue cuman mau ngucapin selamat ke si Ucup."
"Lo mau dimesumin sama dia?" Mata Dea melotot, yang benar saja dia dimesumin sama si ucup— si mungil yang selalu mengoceh dan tingkat mesumnya selalu bertambah setiap hari.
"Sembarangan!" Kesal Dea.
Lova terkekeh dan semakin mendekat, tak urung kaki Dea dengan spontan mundur.
"Bener, kan?" Ucap Lova begitu tangannya berhasil merebut minuman dari tangan Dea. Dea mendesah pasrah usahanya untuk menyembunyikan minuman itu tidak berhasil.
"Gak diracun, kan?" Tanya Lova yang sudah selesai meminumnya.
"Kalaupun diracun itu minuman udah masuk ke perut lo." Kesal Dea.
"Gue gak mau diracun sendirian, nih, lo juga minum."
"Ogah banget."
"Lo minum sendiri atau lo mau minum lewat mulut gue."
"Jangan gila deh."
Tanpa menjawab, Lova segera meminum kembali minumannya namun lelaki itu tidak langsung meneguknya, ia menatap lekat Dea dan semakin mendekat. Tangannya ia angkat ke atas. Jarinya terlipat seolah sedang menghitung.
1
2
"Kampret." Dengusnya dan langsung merebut botol minum itu dari tangan Dea. Meneguknya secara cepat. Dea tidak mau jika ancaman Lova terealisasi karena ia sudah tahu dalam hal ini Lova selalu tidak main-main dengan ucapannya.
"Pacar penurut."
***
Dea bersenandung disetiap langkahnya. Menujukan dirinya ke kelas yang nampak sepi. Tentu saja, teman-temannya pasti sedang menonton pertandingan yang berlangsung. Dea duduk di bangkunya, meraih tasnya untuk mengambil power bank karena ternyata handphone nya sudah low-baterai.
"Eh..."
Dea sedikit terkejut mendapati dua benda yang sudah lama tidak ia temukan lagi. Mungkin sudah dua minggu lamanya. Dea mengambil dan membukanya dengan perasaan senang.
Gue senang lo kembali terlihat ceria. Semakin cantik dan kembali menjadi Dea yang dulu.
Lo gak perlu berusaha untuk tahu siapa gue. Suatu saat nanti, gue yang bakal datengin lo. Yang perlu lo tahu, di belakang lo gue selalu berusaha untuk bahagian lo. Semoga, lo gak terganggu dengan usaha-usaha gue selama ini.
:)
Tangan Dea beralih pada novel yang orang itu berikan. Entah siapa orangnya Dea tanpa henti mengucapkan banyak terima kasih, pasalnya novel ini adalah Novel yang minggu lalu Dea inginkan.
Tok... tok...
"Lo ngapain?"
Dea menoleh ke samping. Kepala lelaki itu menyembul di jendela setelah mengetuknya beberapa kali.
"Lo yang ngapain di situ. Ngintip lo?"
"Ditanya malah nanya balik!" Decaknya.
"Lo mau ikut gue?"
Dea mengedikkan bahunya. Bertanya tanpa berucap.
"Kantin. Gue traktir deh."
Wajah Dea langsung saja sumringah. Makanan gratis i'm coming!
Dengan seribu langkah Dea keluar dari kelasnya. "Lo harus sering-sering bayarin gue makan. Biar nanti kelas lo menang."
Spontan saja Dea mendapat jitakan. "Ish."
"Tanpa ngelakuin itu kelas gue bakal menang."
"Iya deh. Lazuardi sang Casannova mantan ketua osis, ketua basket dan selalu juara olimpiade." Sarkas Dea membentangkan kedua tangannya membentuk lingkaran. Seolah menggambarkan keluarbiasaan yang dimiliki seorang Lazuardi.
"Uang gue cuman cukup bayarin lo nasi goreng doang."
"Yaaaaaahhh," desah Dea lemah.
To be continue.

KAMU SEDANG MEMBACA
DeaLova
Teen Fiction"Cinta memang tidak tahu kapan ia datang, tapi cinta tahu kapan semestinya ia pergi." Dea. "Mencintaimu adalah keputusanku yang mutlak, dan menyakitimu ketidaksengajaan yang ku perbuat." Lova. _DeaLova_