ANNA
Bentuk perhatian bukan hanya dari sebuah kata atau kalimat. Namun secara nyata dan lebih menjamin yaitu dengan sebuah tindakan.
DeaLova.
***
"Lo bego banget sih, udah berapa kali gue ajarin kenapa gak bisa-bisa?" Dea memberengut, bibirnya ia monyongkan mendengar ocehan receh dari Lova dari tadi membuat telinganya semakin panas.
"Gue kan lagi belajar, nyerocos mulu lo dari tadi."
"Tapi lo bego, gak bisa-bisa mulu." Dea menghela napas berat, walaupun dalam hati dia ingin menggorok leher Lova tapi ia urungkan karena pembina mereka dengan kebetulan sedang mengawasi muridnya yang mengikuti ekskul seni musik.
"Lo niat gak sih ngajarin gue?"
"Gak, gak sama sekali! ogah banget. Kalau gue bukan ketuanya mana mau gue ngajarin lo yang kelewat bego."
"Ketua songong!" Ketus Dea.
"Makasih, gue tau kalau gue ganteng."
"Tapi sayang, cuma muka oplasan."
"Udah berapa kali gue bilang kalau muka gue bukan oplas, jangan iri deh lo sama gue."
"Njs, gue iri sama lo berasa kalau nenek gue kembali jadi perawan."
Kali ini Lova tidak menyahut umpatan Dea, dia terfokus pada ponselnya yang mendapatkan pesan dari Gara. Setelah membalas pesannya, dia mengarah ke arah keberadaan Bu Dian tadi yang entah sejak kapan dia meninggalkan ruangan.
Dea yang sekarang melihat Lova beranjak dari tempat lantas menoleh dengan kedua alisnya yang saling bertautan.
"Kemana lo?"
"Cabut." Ucapnya setelah menghentikan langkahnya dan balik menatap Dea.
"Ketua macam apa sih lo, main cabut seenak jidat," ketus Dea lagi membuat langkah Lova kembali terhenti.
"Bu Dian udah gak di sini. Urusan gue mau cabut atau enggak terserah gue, apa peduli lo?"
"Sama aja lo gak tanggung jawab dari jabatan lo sendiri!" Dea berdiri dan menyeret kakinya untuk mendekati Lova. Lova sendiri sudah jengah hampir setiap hari ada saja hal yang menjadi cekcok antara dirinya dan Dea. Dia menatap ke sekeliling, anggota yang lain sudah memperhatikan mereka.
"Yaudah, tinggal lo aja yang ngajariin mereka sama temen yang lain. Apa susahnya, sih!!!" Ucap Lova penuh penekanan dan penuh perintah. Mulut Dea tercekat, enak saja dia main perintah. Mentang-mentang ketua perilakunya semaunya saja.
"Gak bisa gi--"
"Gak peduli." Potong Lova lalu melenggang pergi meninggalkan Dea yang sudah murka sekarang.
"LOVA SIALAN! Lo tahu kalau gue lemah di bidang alat musik biola." Teriaknya sama sekali tidak mempan bagi Lova yang sekarang terkekeh geli mendengar teriakan Dea yang masih bisa ia dengar walaupun jaraknya sudah lumayan jauh.
Lova sekali lagi mengecek ponselnya. Setelah tau tempat mana yang harus ia tuju dengan segera dia berlari menyusul.
***
"Gue telat?" Tanyanya dengan napas memburu, dia baru saja datang dengan keadaan yang bisa dibilang berantakan, baju keluar dan rambut yang acak-acakan. Ah, bukan hanya sekarang saja lagian penampilan Lova di hari biasa sudah seperti itu.
"Belum, masih aman." Ujar Gara tanpa menoleh kearah Lova, melainkan menatap lurus ke depan melihat dua objek di sana. Lova mengikuti arah pandang Gara, bisa dilihat bahwa di sana ada seorang perempuan dan pria yang sedang adu mulut.
KAMU SEDANG MEMBACA
DeaLova
Teen Fiction"Cinta memang tidak tahu kapan ia datang, tapi cinta tahu kapan semestinya ia pergi." Dea. "Mencintaimu adalah keputusanku yang mutlak, dan menyakitimu ketidaksengajaan yang ku perbuat." Lova. _DeaLova_