⬆️Perlahan (Cover) 🎵⬆️
•••
"Enggak kok."
"Gelang gue gak jatuh karena putus, gue emang sengaja jatuhin di sini dan dalam keadaan utuh."
"Lo, kan, yang mutusin gelang ini?"
"Astaga Dea. Lo nuduh gue?"
"Gue gak nuduh, tapi gue yakin kalau gelang ini gak putus pas gue lepas di sini!"
"Lagian apa, sih, manfaatnya buat gue mutusin gelang lo? Gue gak sama sekali ngelakuin itu."
Dea tertawah remeh, menatap lekat Anna dengan sinisnya. "Apa yang bakal lo lakuin supaya gue bisa percaya?"
"Gue gak perlu melakukan apapun biar lo percaya sama gue karena nyatanya gue sama sekali gak ngelakuin itu."
Dea terus menatap kedua bola mata Anna. Perempuan itu masih keukeuh dengan ucapannya jika ia tidak melakukan apa yang dituduhkan Dea.
Ternyata rencana awal Dea untuk menjatuhkan gelangnya membuahkan hasil. Ia bisa tahu apa yang akan Anna lalukan dan apa yang sebenarnya yang Anna rasakan. Setelah menceritakan dari siapa asal gelang itu jujur saja Dea bisa merasakan setelah itu tatapan Anna kepadanya selalu sinis meskipun Anna selalu mengalihkan pada hal lain. Dalam sorot mata itu ada kebencian, ada dendam dan ada rasa iri.
Lagi, Dea menatap Anna remeh. Dea sudah siap jika dari sekarang hasil dari perlakukannya ini akan merubah situasi dirinya dengan Anna suatu saat nanti.
Dea melakukan hal yang membuat kernyitan Anna tercetak jelas. Rupanya Dea sedang membuka kalungnya.
"Lo tahu, kan, kalung ini?"
"Gue gak tahu."
Dea semakin tergelak, Anna masih menyembunyikan dirinya yang asli.
"Lo sampai kapan pura-pura gak tahu tentang hubungan gue sama Lova?"
"Maksud lo apa?"
"Jangan kira gue gak tahu kalau sebenarnya lo udah lama tahu hubungan gue sama Lova. Semenjak hari dimana lo lihat gue pake kalung yang sama dengan Lova, dari sana lo udah tahu, kan, hubungan gue sama dia?"
"Gue gak ngerti maksud lo. Lo capek, ya, pulang sekolah langsung ke sini?"
"Bunda Rima. Bahkan Bunda Rima udah ngasih tahu hubungan gue sama Lova pas lo dirawat di Rumah Sakit yang sama kaya gue waktu itu. Lo masih mau pura-pura?"
Setelah itu wajah Anna berubah. Sangat datar dan dengan beraninya menatap Dea dengan sorot yang tidak biasanya. Ternyata topengnya sudah terbuka, wajah baik hati yang selalu menenangkan siapa saja tepat hari ini terkuak. Anna tersenyum miring. "Kalau iya, kenapa? Lo khawatir?"
Dea mendengus, "akhirnya gue bisa lihat wajah lo yang asli. Ternyata lebih dari orang munafik."
"Gue melakukan hal yang menurut gue benar, apa yang gue inginkan harus gue dapatkan, salah?"
"Apa yang menurut lo benar akan benar di mata orang lain?"
"Gue gak perlu mendengarkan apa kata orang. Kebahagiaan gue itu diri sendiri yang ciptain, mereka cuman bisa komentar. Di sini gue hanya berusaha."
KAMU SEDANG MEMBACA
DeaLova
Teen Fiction"Cinta memang tidak tahu kapan ia datang, tapi cinta tahu kapan semestinya ia pergi." Dea. "Mencintaimu adalah keputusanku yang mutlak, dan menyakitimu ketidaksengajaan yang ku perbuat." Lova. _DeaLova_