⬆️ Mengapa Kita - Lyodra🎵⬆️
Sorry sorry beryyy duri dubi dubi dam dam guys...
Akhir-akhir ini memang sibuk banget sampe lupa dunia orange. Gue lagi PKL selama tiga bulan makanya pasti jarang banget buat up. Jangankan buat mikir untuk lanjutin ini cerita, balik PKL aja bawaannya pengen tidur istirahat lamaaa...
Part ini pendek, jangan protes. Ini bikin di tempat PKL, nyempetin buat kalian. Uhuy, kurang baik apa coba?????????
•••
Pintu rumah itu digebrak paksa menimbulkan suara keras membuat siapa saja yang kebetulan berada di tempat terlonjak kaget. Dea sebagai pelaku masuk tanpa bersuara, wajahnya memerah, langkah kakinya tergesa.
Nampak sekali kekesalan dan marahnya bercambur dengan rasa sedih. Dea tidak bisa terus-menerus jika ia yang harus mengalah, ia yang harus selalu memaklumi orang lain dan ia yang harus mengerti suatu keadaan. Sedangkan dirinya merasa dirugikan atas itu. Jika ia harus memilih, Dea lebih baik kembali ke masa dimana ia belum merasakan jatuh cinta pada siapapun.
Dea mengatur napasnya agar lebih tenang, menarik dan mengembuskan perlahan. Sudut matanya dapat melihat Deon yang sedang memerhatikannya dan laki-laki itu masih enggan untuk berbicara pada Dea setelah kejadian beberapa hari yang lalu. Dea membiarkan, ia pikir tidak perlu melibatkan banyak orang untuk menyelesaikan masalah hubungannya meskipun anggota keluarga orangnya.
"Mau lo apa?"
Dea berbalik, merasa tersontak atas suara yang tiba-tiba terdengar. Ternyata Lova mengikutinya.
Sambil tersenyum miring, "setelah sekian lama, lo baru menanyakan hal itu sama gue?"
"Ini bukan masalah dulu atau sekarang, memang seharusnya kita berbicara untuk menyelesaikan masalah kita."
"Kurang cukup selama ini kita selalu membicarakan masalah yang sama?"
"Tapi ini beda Dea." Lova nampak prustasi.
"Apa yang beda? Oh, gue baru sadar." Dea mendekat. "Dulu gue masih pacar lo dan sekarang enggak, gitu?"
"Oke, gue salah di sini. Gak seharusnya gue bongkar masalah antara kita dan Anna, dan gak seharusnya juga gue ngakuin kita tunangan di hadapan Cika."
"Gue paham kalau lo kesel, tapi bukan berarti lo harus ngomong dihadapan banyak orang. Lo terlalu tersulut sama omongan Cika."
"Karena dia so tahu, tuduhannya pada orang yang salah. Gue tentu gak terima dituduh atas apa yang enggak gue lakuin. Cika terlalu memuji Anna yang di matanya sempurna padahal salah besar. Sudah sepantasnya gue membuka mata Cika untuk melihat kebenarannya."
"Seharusnya lo mikir kenapa Cika bisa nuduh lo kaya gitu."
"Buat apa gue mikirin alasan dia yang telihat jelas gak suka gue. Gue sadar, akhir-akhir ini Cika memang menganggap gue beda tapi gue gak perlu untuk membela diri agar disukai dia kembali."
"Karena Cika tahu kedeketan lo sama Miki." Ungkapan dari Lova mampu membuat mata Dea membola. "Jauh sebelum gue tahu." Tambah Lova lagi.
Dea terdiam, tidak menduga jika Cika tidak sebodoh apa yang ia pikirkan. Cika sudah tahu lebih banyak tapi ia masih berpura-pura dihadapan Miki dan malah bersikap berbeda kepadanya.
"Gue gak peduli, itu masalah dia."
"Lo terlalu fokus sama masalah kita sedangkan masalah lo sama Miki menimbulkan keretakan hubungan mereka. Memang sepantasnya Cika marah sama lo."
"Tapi tidak seharusnya dia ikut campur antara kita, merasa persepsi dia paling benar dan mendokrin kalau gue yang paling salah. Dia gak tahu akar masalah kita itu apa. Jelas Anna yang terobsesi sama lo dan lo yang keenakan untuk membuka kedua tangan lo atas kehadiran Anna, dan bodohnya gue membiarkan hal itu terjadi."
"Cukup, kita lupain masalah Cika." Ujar Lova. "Balik lagi ke masalah tadi, gue harap lo bisa nahan emosi lo untuk mengungkap masalah kita. Kita udah dewasa seharusnya tahu mana yang perlu dan gak perlu untuk mengungkap sesuatu."
"Dan gue cukup tahu hal apa yang perlu gue ungkap untuk membela diri." Balas Dea.
"Pengungangkapan lo merugikan orang lain."
"Lo pikir apa yang lo lakuin gak merugikan gue? Kita sama-sama egois, apa yang lo pikir benar belum tentu menurut orang lain benar, begitupun dengan gue. Itu bagaimana cara kita bersikap."
Kini giliran Lova yang terdiam, menatap lamat dan mendengar seksama ungkapan Dea.
"Kenapa Lo gak mau orang-orang berpikiran negatif tentang Anna? Apa karena lo gak mau citra Anna yang baik hati dan lemah lembut hanyalah palsu?"
"Gak gitu Dea. Kita tahu kalau mental Anna lagi down, seharusnya lo gak menambah masalah."
Dea mendengus, ulu hatinya mencelos. "Lo pikir dengan hubungan kita yang berakhir ini sudah menjadi akhir dari masalah? Enggak, gak semudah itu."
"Lova, lo terlalu bodoh untuk membaca situasi apa yang terjadi. Dengan lo yang memilih Anna malah akan semakin dia terjebak sama lo, dia semakin susah untuk mengatasi mentalnya, dia akan semakin terperangkap."
Lova menghela napas panjang, "ini jalan satu-satunya untuk sekarang."
Dea terdiam cukup lama, matanya terpaku pada bola mata di depannya. Benar, ini tidak semudah apa yang mereka perkirakan. Ketika hubungan berakhir antara mereka masalah tidak berhenti disitu, akan selalu ada arang yang menyala dipadamnya suatu api.
"Baik, kalau lo mengambil keputusan begitu aja. Gue pun begitu."
Kening Lova mengkerut, "maksud lo?"
"Gimana menurut lo kalau gue terima atas pertunangan kita?"
To be continue
KAMU SEDANG MEMBACA
DeaLova
Teen Fiction"Cinta memang tidak tahu kapan ia datang, tapi cinta tahu kapan semestinya ia pergi." Dea. "Mencintaimu adalah keputusanku yang mutlak, dan menyakitimu ketidaksengajaan yang ku perbuat." Lova. _DeaLova_