02.Meet My Routine

16.4K 1K 71
                                    




"Jadi, baru lulus bulan Oktober tahun lalu ya," aku melirik data pendidikan di resumenya. "Aktivitasnya apa saja dari Oktober sampai saat ini?" lanjutku.

"Oh ya, cari kerja bu. Seperti sekarang."

"Sudah berapa perusahaan memang yang kamu kirimkan lamaran?"

"Belum ada sih, bu"

"Sama sekali?"

"Iya. Saya cari yang pasti-pasti saja bu seperti wawancara langsung kayak begini. Kalau kirim lamaran kan belum pasti dipanggil ya, buang-buang waktu saja."

"Kalau begitu pertanyaannya saya ganti, sudah berapa job fair yang kamu datangi?"

"Baru sekali ini, bu."

"Dari Oktober tahun lalu sampai Maret ini, baru satu job fair yang kamu datangi?" ulangku disambut dengan anggukan kandidat di depanku. Kedua matanya menatapku dengan pandangan yakin.  "Ada alasan tersendiri mengapa hanya satu ini yang didatangi?"

"Yah kalau di Surabaya ini kan, Universitas Erlangga yang terbaik dan terbesar. Jadi saya hanya mengejar yang ini."

"Kalau misalnya job fair-nya baru ada enam bulan lagi, kamu akan menunggu melamar pekerjaan enam bulan lagi?"

"Betul bu," jawab perempuan di depanku dengan senyum semringah.

"Memangnya kamu tidak ingin cepat bekerja?" kali ini sisi penasaranku lebih mencuat dibanding esensi menggali kualitas kandidat.

"Yah tentu saja ingin, bu. Tapi kan setiap orang ada jalannya masing-masing kan ya, nggak boleh terlalu ngoyo lah."

Aku terdiam. Astaga, neng, di mana ngoyo-nya, batinku.

Kandidat perempuan yang berusia 22 tahun dan tengah duduk di hadapanku ini, Kania, memiliki resume super cemerlang. Lulus sarjana strata satu dalam waktu tiga setengah tahun dengan nilai cum laude dari Universitas Erlangga, memiliki torehan prestasi sebagai juara debat tingkat kampus dan Surabaya, serta tidak ketinggalan pernah menjadi asisten dosen untuk beberapa mata kuliah. Recruiter manapun akan terpukau dengan isi resumenya.

"Jadi bagaimana, bu? Apakah saya diterima?" tanya Kania setelah hening beberapa saat.

Aku menatap mata Kania dan tersenyum, "nanti saya kabari ya."

Kania mengucapkan terima kasih dan meninggalkan kursi yang didudukinya kurang dari 20 menit lalu. Kursi tersebut adalah bagian dari sisi kecil di belakang booth job fair yang telah kuubah menjadi area wawancara. Aku tengah menuliskan beberapa catatan di lembar hasil wawancara Kania ketika Wuri menghampiriku.

"Pasti nggak diterima deh," nada suara Wuri lebih ke arah tuduhan daripada pertanyaan.

"Sudah tahu masih tanya."

"Ih Mbak Leta, Surabaya masih butuh banyak FC** nih. Masa sudah 15 kandidat belum ada yang sesuai."

Aku memang tengah melakukan sesi wawancara massal, salah satu rutinitas wajib setiap kali acara job fair. Tujuannya tentu saja mempercepat proses seleksi dengan langsung melakukan wawancara di tempat. ketika calon kandidat meninggalkan resume mereka. Sejauh ini, kulirik ponselku, sampai jam satu siang ini, sudah ada 15 kandidat yang aku wawancara dari jam 9 pagi tadi. Rata-rata sih aku wawancara cepat maksimal 15 menit saja, khusus Kania tadi pengecualian. Resumenya sungguh luar biasa, aku harus benar-benar menggalinya untuk menemukan bukti yang mendukung resume dia dong.

"Wur, mending gue selektif terus dapat kandidat oke dan bertahan lama atau bodo amat siapa yang masuk, dan belum sebulan ditempatkan sudah MIA***?"

"Yang oke sih, Mbak Leta selektif dan kandidatnya bertahan lama. Jadi achiever****  sekalian dong."

"Dih, maruk* **** banget. Mana bisa," gerutuku. Wuri adalah sales support cabang Surabaya yang kuminta menemaniku melakukan proses wawancara massal ini. Wuri biasanya membantuku menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka yang datang ke booth dan membantu membuat jadwal wawancara. Sementara aku fokus melakukan wawancara singkat semua kandidat yang tertarik melamar.

Wuri ketawa mendengar jawabanku. "Ya sudah, nih minum dulu. Aku pesanin teh tarik kesukaan Mbak Leta nih. Buat tambahan tenaga, masih ada 20 lagi soalnya nunggu. Cepetan ya minumnya," cerocos Wuri sambil menyodorkan botol teh tarik dingin ke arah mukaku.

Aku menatap Wuri. Kadang-kadang, Wuri terlalu mendalami perannya menjadi asisten recruiter kalau sudah ikut-ikutan kejar target wawancara seperti ini. Apakah aku harus mencari asisten (sukarela) lain yang lebih baik hati?

***

catatan:

**FC: Financial Consultant - titel untuk profesi sales executive di asuransi yang bekerjasama dengan Bank untuk penjualan produknya.

***MIA: missing in action - istilah yang dipakai untuk mereka yang mengundurkan diri dari pekerjaan tanpa memberi kabar.

****achiever: istilah untuk para tenaga penjualan yang mencapai target

*****maruk: (bahasa betawi) rakus, serakah.

Recruiter Lyfe - (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang