It's official!Akhirnya tiba juga hari-hari penugasanku di cabang Bekasi. Setelah dua hari pertama aktivitas inaugurasi yang melelahkan, hari ini baru aku resmi bekerja. Tugas utamaku selama sebulan ini sebenarnya hanya memastikan proses rekrutmen berjalan lancar, karena cabang ini adalah tumpuan utama baru untuk Asuransi Gemintang, mendukung Metro Jakarta dan Tangerang. Bekasi dipandang memiliki prospek yang cukup tinggi sehingga layak diberikan perhatian khusus. Ibra pula yang memegang penjualan area Bekasi karena masih bersinggungan dengan wilayahnya, Jakarta Timur.
"Mbak Leta, aku tinggal makan siang dulu ya," seru Tya, admin cabang Bekasi, saat aku tengah merapikan berkas-berkas lamaran. Setiap cabang biasanya akan memiliki satu admin yang berfungsi mengurus segala hal tentang cabang itu, seperti tangan kanan sang Kepala Cabang. "Mbak Leta benar nggak mau ikut keluar?" tanya Tya ketika sudah sampai di pintu keluar.
Aku menggeleng, "Masih banyak lamaran yang harus aku cek nih. Sore ini sudah ada beberapa kandidat datang kan ya. Nanti aku order online saja," jawabku meyakinkan Tya.
"Baiklah," jawab Tya dan kemudian berlalu dari hadapanku.
Aku meneruskan pekerjaanku selepas Tya pergi. Tya sebenarnya salah satu yang harus aku latih untuk membantu rekrutmen di cabang, selepas selesai penugasanku nanti.
Baru beberapa menit Tya meninggalkanku, aku mendengar pintu ruangan kembali dibuka. "Ada yang tertinggal, Ya?" tanyaku tanpa mendongak dari tumpukan berkas, menduga mungkin Tya meninggalkan sesuatu.
"Terakhir cek sih, nama saya bukan Tya," balas sebuah suara dari arah pintu.
Aku sontak mendongak mendengar suara yang sudah cukup familiar itu. "Eh Mas Ibra?" tanyaku heran, kemudian melirik jam tanganku, benar baru jam dua belas siang lewat beberapa menit. "Jadwal wawancara dengan user masih jam empat nanti."
"Saya mau makan siang sama kamu nggak boleh?" ujar Ibra sambil menunjukkan kedua tangannya yang penuh dengan plastik makanan. "Kamu pasti belum makan kan?"
Aku masih melongo ketika Ibra membuka semua plastik yang dibawanya, serta menata piring dan peralatan makan lainnya di atas meja.
"Akan lebih baik kalau kamu ikut bantu daripada bengong saja," lontar Ibra kalem.
Otomatis aku terbangun dari kursi dan mengambil salah satu plastik yang dekat dengan posisiku, "Mas Ibra pesan banyak banget." Aku melihat hamparan makanan yang dibawanya, "Sepertinya cukup sampai makan malam ini semua," lanjutku terkesima.
"Saya baru saja berpikir, akan lebih efektif kalau kita wawancara tandem saja dibandingkan terpisah. Semakin baik lagi kalau sekarang kita bisa diskusi kandidat yang akan datang siang ini, jadi lebih efisien saat bergantian mengajukan pertanyaan nanti," Ibra berhenti sebentar karena sibuk membuka salah satu karet pengikat makanan. "Sehabis itu, sisa waktunya bisa kita pakai untuk diskusi rencana rekrutmen selanjutnya. Sekitar sini ada universitas yang cukup bagus, mungkin bisa dicoba untuk campus hiring di sana."
"Oh, sekalian diskusi pekerjaan ya," gumamku pelan, baru tersadar maksud Ibra yang tiba-tiba saja datang mengajakku makan siang di tempat.
"Membicarakan hal lain di luar pekerjaan juga boleh," ujar Ibra yang ternyata mendengar gumamanku. "Memangnya ada hal lain yang ingin kamu bahas dengan saya?" lanjutnya, kali ini dengan salah satu alis terangkat.
Aku menggeleng cepat, "Nggak ada, sudah benar kita bahas kandidat saja untuk sore nanti," ujarku sembari mengambil tumpukan berkas, berisikan daftar kandidat yang akan datang hari ini.
"Kalau mau tanya tentang diri saya pribadi boleh kok," Ibra mengerling ke arahku.
Ya Tuhan, semoga Tya cepat kembali pulang dari makan siang, doaku dalam hati.
***Dualisme Malik Ibrahim Lubis 👌🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
Recruiter Lyfe - (TAMAT)
ChickLitSeperti apa kisah kehidupan Niar Arleta sebagai sales recruiter dengan target puluhan kandidat setiap bulannya? Pastinya, kurang tidur, akhir pekan terpakai untuk bekerja dan selamat tinggal kehidupan sosial. Untungnya Leta punya teman-teman sesama...