Tidak sia-sia aku dan Lucky mengorbankan akhir pekan kami untuk membantu Lista dalam job fair pertamanya. Selepas hari itu, Lista tampak lebih bersemangat dalam pekerjaannya. Mungkin karena sudah mengalami langsung riuh rendahnya proses mencari kandidat di lapangan, sampai harus melakukan wawancara di tempat. Lista kali ini lebih cepat dalam menerima instruksi dan menyelesaikan pekerjaannya.
Aku dan Lucky pun akhirnya menyerahkan target Regional 2 sepenuhnya ke tangan Lista. Akhirnya, setelah hampir tiga bulan berjibaku dengan peran ganda, aku bisa benar-benar fokus ke target utamaku di Metro 2. Demikian pula dengan Lucky yang sekarang memiliki partner baru yang bisa diandalkan. Sedikit sedih sih untukku melepas sepenuhnya area regional, yang sudah menjadi bagian dari diriku satu tahun terakhir ini. Tapi aku harus terus maju demi karir yang lebih baik bukan?
"Jadi siap untuk job fair pertama sendirian nih?" ujarku melihat Lista tengah sibuk mempersiapkan beberapa flyer dan formulir wawancara.
"Siap dong, Mbak," jawab Lista mantap. "Aku sudah membuat checklist apa saja yang harus kubawa, jadi tidak mungkin ada yang tertinggal." Lista menyerahkan ponselnya ke arahku dan memperlihatkan layarnya yang berisikan daftar barang-barang yang harus di bawa.
"Wah, rapi juga kamu," ujarku kagum melihat isi dari daftar checklist-nya. "Semua formulir sudah tertera di sini, peralatan untuk promosi di booth ada, juga alat tulis yang harus dibawa dan wow, ada nomor telepon siapa saja yang harus dihubungi di sini," seruku terkagum-kagum setelah menggulirkan layar ponsel Lista sampai bawah.
"Iya dong, Mbak. Kali ini kan nggak ada Mbak Leta dan Mas Lucky yang akan membantu aku di lokasi. User baik hati seperti Mas Ibra juga nggak ada, jadi aku harus mengandalkan diriku sendiri," Lista tersenyum puas.
"Eh gue dengar nama Ibra nih, memang ikutan job fair dia?" tanya Nindon tertarik. Matanya berbinar-binar seolah menemukan mangsa empuk.
Aku memutar bola mataku melihat tingkah Nindon.
"Ada Mbak Nina. Saat job fair ikutan bantuin Mbak Leta membagikan flyer. Baik banget deh, kami diantar pulang juga oleh Mas Ibra," jawab Lista semangat.
"Wah, pulang bareng?" alis mata Nindon naik dan bergerak-gerak sugestif ke arahku. Aku mencibir dan memusatkan perhatianku pada laptop di hadapanku.
"Sebenarnya dia ingin mengantarkan kami satu-satu sampai rumah, tapi kasihan jarak rumah Mas Ibra dengan aku dan Mas Lucky cukup jauh. Jadi kami berdua turun di Blok M. Tapi Mas Ibra memaksa untuk mengantar Mbak Leta sampai rumah."
"Wah, lu diantar sampai rumah, Let?" kali ini nada suara Nindon tidak bisa disembunyikan, penuh keingintahuan.
"Diantar sampai rumah saja kali, Nin. Bukan masalah besar atau apa," jawabku acuh, mata tetap terpusat pada puluhan surel di outlook-ku.
"Tapi berduaan saja di mobil dengan seorang Ibra loh, benar nggak ada apa-apa?" tanya Nindon masih penasaran. Kali ini ia menarik kursinya mendekat ke arahku.
"Rumah gue dari Blok M kalau akhir pekan nggak sampai setengah jam kali, mau ngapain juga di mobil setengah jam?"
"Wah, berarti kalau lebih dari setengah jam, kalian akan ngapain saja memangnya?" tanya Nindon tertarik. Lista dan Mbak Riesta yang mendengar pertanyaan Nindon, spontan tertawa.
Aku mendelik ke arah Nindon. Kutukan macam apa yang membuatku punya rekan kerja macam dia.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Recruiter Lyfe - (TAMAT)
ChickLitSeperti apa kisah kehidupan Niar Arleta sebagai sales recruiter dengan target puluhan kandidat setiap bulannya? Pastinya, kurang tidur, akhir pekan terpakai untuk bekerja dan selamat tinggal kehidupan sosial. Untungnya Leta punya teman-teman sesama...