22.Meet Rush Hour

3.4K 390 7
                                    


"Ini untuk alat tes yang dipakai saat proses seleksi, ini formulir yang harus dilengkapi oleh kandidat. Kalau ini formulir hasil wawancaranya, wajib dilengkapi pewawancara. Untuk surat pengantar mcu biasanya dibantu Mabeth, tapi kalau harus buat sendiri juga bisa. File-nya ada di share folder semua kok. Seminggu sekali, Mbak Ilen akan minta laporan dari kita, jadi pastikan kamu juga update database  kandidat secara reguler ya. Kemudian untuk..."

"Tunggu Mbak Leta," potong Lista saat aku tengah menjelaskan terkait semua dokumen yang dimiliki.  "Mbak Leta cepat sekali bicaranya, aku belum sempat catat semua," ujar Lista sambil memperlihatkan buku catatannya yang nampak berantakan, penuh dengan tulisan yang jelas sekali ditulis dengan terburu-buru.

"Oh maaf," ujarku singkat. "Mau diulang dari mana?" tanyaku sambil mengarahkan mouse komputer untuk menutup beberapa dokumen. 

"Dari awal lagi bolehkah?" tanya Lista pelan. 

Aku menatapnya dengan pandangan tak percaya, astaga aku sudah berbicara hampir setengah jam dan anak baru ini memintaku mengulang penjelasan.

"Kamu minta saya ulang penjelasan dari awal? Dari bagaimana alur proses rekrutmen di sini?" tanyaku memastikan. 

"Iya, Mbak."

"Dari semua yang saya jelaskan tadi, tidak ada yang tercatat sama sekali?" tanyaku masih penasaran.

"Mbak Leta cepat sekali bicaranya," kali ini suara Lista semakin mengecil, lebih pelan dari sebelumnya. 

Aku menghela nafas dan mengalihkan pandanganku ke laptop, membuka dokumen-dokumen awal yang sudah kututup. Setelah menemukan dokumen yang dicari, aku mengarahkannya ke Lista. "Kamu coba baca ini dulu, semua alur proses rekrutmen yang saya sudah informasikan dua hari lalu. Tolong buat catatan, kalau ada yang kurang jelas nanti kita diskusi lagi ya. Saya mau telepon kandidat dulu sebentar."

Lista hanya mengangguk dan langsung menekuni SOP rekrutmen yang sebenarnya sudah kutunjukkan padanya di hari kedua ia masuk, tapi nampaknya masih belum paham juga.

Aku melirik jam tanganku dan sedikit terpekik ketika menyadari sudah lewat dari pukul sepuluh pagi. Kurang dari dua jam lagi aku sudah harus meninggalkan kantor, padahal masih ada beberapa kandidat yang masih harus ditelepon untuk kujadwalkan wawancara pekan depan. Hari ini memang hari sabtu, di mana kantor hanya beroperasi setengah hari, aku sengaja masuk untuk mengejar ketertinggalan beberapa pekerjaan karena harus membagi waktu dengan mentoring  Lista. Lucky memang sudah kembali ke kantor,  tapi karena Lista pertama kali bertemu dengan aku, dia sepertinya lebih nyaman bertanya banyak hal padaku. 

Namun semua rencanaku mengejar pekerjaan buyar ketika Lista tahu aku berencana masuk sabtu ini, ia memaksa ikut masuk untuk membantuku. Entah apa bisa dibilang membantu, kalau dua jam terakhir yang dia lakukan hanya menyita waktuku. Sebelumnya aku memintanya merapikan dokumen kandidat per area, namun ujung-ujungnya aku harus menjelaskan (lagi) semua dokumen yang diperlukan dalam proses rekrutmen.  

"Mbak Leta, aku bantu telepon kandidat ya? Aku sudah selesai bacanya," tawar Lista setengah jam kemudian ketika melihatku sibuk menelepon kandidat-kandidatku.

"Nggak perlu, Lis. Kamu kalau mau bantu, kumpulkan dokumen-dokumen hasil wawancara saja yang berantakan ya," jawabku mengalihkan. Aku belum percaya Lista bisa meyakinkan kandidat-kandidatku untuk datang wawancara.

"Kalau telepon saja aku pasti bisa kok, Mbak," ujar Lista seperti bisa membaca kekhawatiranku. "Lagian Mbak Leta ditunggu pacarnya itu di luar."

"Eh pacar saya? Siapa? Saya nggak punya pacar." tanyaku heran.  Pandanganku otomatis melihat ke arah pintu masuk ruang Sales Recruitment. 

Ada sosok Ibra di sana.

***

Recruiter Lyfe - (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang