27.Meet Sweet Talk

5.2K 445 9
                                    


"Biar saya yang bawa formulir-formulirnya, kamu telepon Pak Adi saja untuk memastikan kita jalan jam berapa?" seruku ketika melihat Lista hampir saja mengangkat tumpukan dokumen di atas meja kerjanya. 

"Tapi ini kan nanti aku yang akan pakai semua Mbak," ujar Lista, nampak bingung dengan laranganku. Aku dan Lista, juga Lucky, tengah bersiap-siap untuk pergi ke Bandung untuk job fair di Universitas Pandan Wangi, universitas terbaik di bumi parahyangan. Seharusnya ini menjadi tugas luar kota pertama Lista, tapi mengingat kejadian resign dia kemarin, aku dan Lucky memutuskan untuk ikut menemaninya. Alasan yang sama pula, menjadikan aku sedikit berhati-hati memberikannya pekerjaan berat, khawatir Lista akan bertindak gegabah lagi meminta resign. 

"Iya nanti tetap kamu yang akan proses semua formulir itu di sana, tapi biar saya yang bereskan saja. Kamu pastikan saja mobil kantor sudah siap. Setengah jam lagi sudah harus jalan kita, kalau nggak mau kena macet di jalan."

"Oh baiklah, Mbak. Aku cek dengan Pak Adi segera kalau begitu," jawab Lista akhirnya dan langsung menelepon Pak Adi, sopir kantor, melalui telepon meja.

"Kita harus book travel saat pulang dari Bandung nanti, mobil kantor sudah full book semua,"  Lucky mengingatkan dari sebelah kananku. 

"Duh pe-er banget nanti bawa balik semua aplikasi kandidat ke kantor," keluhku membayangkan semua tumpukan dokumen yang akan berkembangbiak setelah job fair selesai. 

"Skenario terburuk, kita titip di kantor cabang Bandung saja dan minta mereka yang kirim," jawab Lucky selalu dengan jalan keluar terbaik.

"Iya sih, cuma jadi lebih lambat saja prosesnya," jawabku tetap mengeluh. "Seharusnya bisa lebih cepat diproses kalau kita bawa balik sendiri, dibandingkan menunggu cabang kirim. Bisa memakan waktu satu dua hari sampai sini."

Lucky baru saja akan membalasku ketika Lista berteriak dari mejanya, "Pak Adi sudah siap di lobi Mbak Leta, Mas Lucky. Kita turun sekarang?" tanyanya masih sambil memegang gagang telepon. Tampaknya masih di tengah-tengah pembicaraan dengan Pak Adi.

Aku melirik jam tanganku dan melihat jarum panjang sudah mendekati angka tujuh, "Iya kita turun sekarang saja, biar sampai sana sebelum makan siang. Kamu turun lebih dulu saja ya, minta tolong atur bagian belakang mobil agar bisa memuat semua barang bawaan kita."

"Oke, Mbak," jawab Lista lugas dan langsung menyampaikan pesanku ke Pak Adi. "Aku turun duluan ya," ujarnya sesaat kemudian setelah menutup telepon. "Aku bantu bawa standing banner ini saja ya," pintanya.

Aku mengangguk dan Lista tersenyum cerah, bahagia akhirnya diperbolehkan membawa sesuatu yang dari tadi tidak kuperbolehkan. 

"Sepertinya dia lebih semangat kerja sekarang," bisik Lucky di tengah-tengah mengamati Lista yang sedang menggulung standing banner ke dalam tas cokelat.

"Semoga ya. Pusing gue kalau sampai dia benar resign," balasku ikut berbisik. "Demi banget ini kita ikutan dia ke Bandung untuk job fair di kampus saja. Ilen hampir melotot kemarin pas gue kasih tahu kita berdua ikutan."

"Serius Ilen marah?"

"Iyalah, biaya akomodasi kan jadi membengkak. Harusnya pesan satu kamar saja, jadi pesan dua. Elu kan nggak mungkin tidur bareng kita bukan? Belum biaya makan dan per diem*,"  jelasku.

"Terus bagaimana akhirnya dia sampai setuju membiarkan kita ikut?"

"Ilen nggak punya pilihan. Dari pada anak baru itu tetap ingin resign, lebih baik kita baik-baikin dia dulu kan?"

Lucky mengangguk sambil ber-oh pelan.

Entah sampai kapan sih aktivitas membantu Lista seperti ini akan berjalan. Aku hanya berharap kali ini Lista lebih cepat beradaptasi, sehingga aku (dan juga Lucky) akhirnya bisa bekerja dengan nyaman lagi.

***

per diem: biaya perjalanan dinas per hari yang diberikan oleh perusahaan. Ada perusahaan yang memberikan jumlah maksimal per hari, ada yang sesuai dengan tagihan. 

Recruiter Lyfe - (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang