Aku membuka laciku dan mulai mencari-cari di antara tumpukan dokumen di dalam laci. Aku yakin sekali, semalam ketika pulang kantor kutinggalkan dokumen yang kumaksud di dalam laci. Setelah beberapa menit tanpa hasil, walau sudah mengeluarkan beberapa isi laci ke atas meja kerjaku, aku akhirnya menutup laci tersebut. Heran, aku yakin benar sudah meninggalkan beberapa berkas lamaran kandidat yang sedang kucari di dalam laci.Beralih ke lemari kecil di bawah laci meja, aku kembali memfokuskan perhatian untuk mencari berkas lamaran tersebut. Ada tiga berkas seingatku, salah satunya berencana datang hari ini dan aku harus mempelajari resumenya lebih lanjut.
Setelah berkutat beberapa menit dengan tumpukan dokumen, dan entah barang-barang tidak jelas apa saja yang ada di dalam lemari mejaku, aku menutup lemari tersebut dan menghela napas. Pelan-pelan aku coba mengingat-ingat di mana terakhir kali aku meletakkan berkas tersebut. Tidak sampai delapan jam yang lalu aku tinggalkan kantor, masak sudah lupa.
"Cari apa sih?" tanya Lucky setelah melihatku mulai mengacak meja kerjaku, berharap menemukan dokumen yang kucari terselip di salah satu clear folder di atas meja kerjaku.
"Ini kandidat gue yang semalam baru saja di-print, perasaan gue taruh di laci," jawabku masih terus membolak-balik setiap dokumen yang ada di atas meja.
"Print lagi saja kalau gitu," ujar Lucky enteng. Solusi yang tepat sasaran sebenarnya, kalau saja aku ingat di mana kusimpan softcopy resume para kandidat ini.
"Itulah masalahnya. Lupa gue taruh di mana. Mana satu orang sudah gue jadwalin wawancara nanti jam sebelas lagi," keluhku.
Lucky memutar kursinya ke arahku, bola matanya seakan membesar dua kali dari ukuran aslinya. "Elu menghilangkan resume kandidat? Kemudian sekarang lu nggak punya kopinya?"
"Iya," jawabku bingung melihat tingkah Lucky.
"Lu benar keteteran deh, Let," ujar Lucky, kali ini dengan nada prihatin.
Aku tersentak dan mulai melihat kekacauan yang terjadi di depan mataku. Tumpukan amplop cokelat dan beberapa clear folder warna-warni tampak memenuhi lebih dari 50% area meja kerjaku. Post-it, memo serta robekan-robekan kertas seperti menunggu untuk diperhatikan. Entah apa saja yang kutuliskan di dalamnya, aku belum sempat menengoknya. Di sudut meja ada beberapa gelas dan botol minum kosong yang salah satu isinya baru saja kuhabiskan beberapa menit yang lalu. Baru pukul sembilan pagi, dan aku sudah menghabiskan jatah gula sepanjang hari.
"Gimana dong, Ky. Beneran nggak kepegang ini dua area," keluhku sembari membenamkan kepalaku di antara amplop cokelat yang tersebar di atas meja.
"Eh, Ilen ke arah meja kita," bisik Lucky.
Sontak aku langsung membetulkan posisi duduk, dan merapikan rambutku yang sebelumnya menutupi area wajah.
"Leta, Lucky, ikut gue sebentar ke ruang meeting kecil," ujar Ilen tanpa berhenti sama sekali di meja kerjaku. Ia hanya berbicara ketika berjalan mendekati aku dan Lucky, kemudian berlalu menuju ruang meeting kecil yang terletak di belakangku.
Aku dan Lucky langsung meninggalkan meja kerja kami, dan mengikuti Ilen tanpa banyak bertanya. Sampai sejauh itu pengaruh Ilen pada kami, serta tim Sales Recruitment lainnya.
Memasuki ruang meeting kecil yang sebenarnya hanya berisikan dua kursi, Lucky menarik kursi kerjanya sendiri ke dalam ruangan, aku dan Lucky duduk berhadapan dengan Ilen yang memandang kami lekat.
"Minggu depan pengganti Lucky akan masuk, jadi kalian harus siap-siap handover," ujar Ilen.
"Pengganti gue?"
"Pengganti Lucky?"
Aku dan Lucky kompak bertanya. Bukannya yang sebenarnya dicari adalah karyawan untuk menggantikan pekerjaanku, kenapa jadi pengganti Lucky?
"Lucky akan pegang area regional dua yang selama ini lu pegang, Let. Sementara anak baru besok akan pegang area Lucky, regional satu."
Aku melongo. Jadi selama ini rencananya adalah memindahkan area Lucky denganku? Kenapa baru sekarang diberitahu? Sekarang makin banyak saja yang harus dilakukan. Aku sampai bingung apakah berita yang kuterima ini adalah kabar baik (akhirnya ada karyawan baru masuk yeay) atau sebaliknya.
Sepertinya setiap hari Ilen selalu punya kabar 'baik' untukku.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Recruiter Lyfe - (TAMAT)
ChickLitSeperti apa kisah kehidupan Niar Arleta sebagai sales recruiter dengan target puluhan kandidat setiap bulannya? Pastinya, kurang tidur, akhir pekan terpakai untuk bekerja dan selamat tinggal kehidupan sosial. Untungnya Leta punya teman-teman sesama...